Risalah Mi’raj | Risalah Mi’raj | 41
(1-43)
Maka, ungkapan yang terdapat dalam kumpulan syair mi’raj itu termasuk ungkapan kemiripan. Karena itu kita dapat mengatakan:
Sebagaimana cinta-Nya, Allah SWT. memiliki sejumlah urusan yang sesuai dengan kewajiban keberadaan dan kemuliaanNya, serta sesuai dengan kekayaan dan kesempurnaan-Nya yang bersifat mutlak. Dengan kata lain, kumpulan syair di atas menyadarkan hal tersebut lewat sejumlah peristiwa mi’raj.
Kalimat ketiga puluh satu yang secara khusus berbicara tentang mi’raj Nabi telah menjelaskan sejumlah hakikat mi’raj dalam kerangka dasardasar keimanan. Karenanya, di sini sengaja kita singkat dengan mencukupkan sampai kepada penjelasan tersebut.
Keempat, ada sebuah pertanyaan, “Ungkapan yang berbunyi, ‘Beliau telah melihat Tuhannya dari balik tujuh puluh ribu hijab,’ menunjukkan tempat yang demikian jauh. Padahal Allah tidak dibatasi oleh tempat. Dia lebih dekat kepada segala sesuatu daripada segala sesuatu. Jadi, apa makna dari ungkapan tersebut?” Jawabannya: hakikat tersebut telah dijelaskan dalam kalimat ketiga puluh satu. Ia telah diterangkan secara panjang lebar dan perinci disertai sejumlah argumen. Sekarang di sini kami hanya ingin menyatakan bahwa:
Allah SWT. sangat dekat dengan kita, sementara kita sangat jauh dari-Nya. Perumpamaannya sama seperti mentari yang demikian dekat dari kita lewat perantaraan cermin yang berada di tangan kita. Bahkan, segala sesuatu yang bening bisa menjadi arasy mentari dan rumahnya. Andaikan mentari memiliki perasaan, tentu ia akan berbicara kepada kita lewat cermin yang ada di tangan kita. Hanya saja, kita sangat jauh darinya sejarak empat ribu tahun. Demikian pula dengan mentari azali yang tidak bisa diserupakan dan disamakan dengan apa pun. Dia lebih dekat kepada sesuatu daripada apa pun pula. Pasalnya Dia adalah Wajibul wujud, tidak dibatasi oleh tempat, serta tidak terhijab oleh sesuatu. Sebaliknya, segala sesuatu sangat jauh dari-Nya.
Dari sana dapat dipahami rahasia jarak yang sangat jauh dalam mi’raj meski sebenarnya tidak ada jarak sebagaimana diungkapkan oleh ayat Alquran, “Kami lebih dekat kepadanya daripada urat nadi.” 2
Dari rahasia tersebut dapat dipahami pula kepergian Rasul SAW. dan bagaimana beliau menempuh jarak yang jauh itu dan kembali lagi dalam waktu sekejap.
Jadi, mi’raj Rasul SAW. ialah perjalanannya.
Ia merupakan alamat kewaliannya. Sebab, sebagaimana para wali naik ke derajat haqqul yaqin dari derajat iman secara maknawi lewat perjalanan spiritual mulai dari empat puluh hari hingga empat puluh tahun, demikian pula dengan Rasul SAW. yang merupakan penghulu seluruh wali.
Beliau naik dengan jasad, perasaan, dan seluruh perangkat halusnya; tidak hanya dengan kalbu dan rohnya semata. Beliau membuka jalan yang lurus dan lapang sampai menuju tingkatan hakikat iman yang paling tinggi lewat mi’raj yang merupakan karomah kewaliannya yang terbesar hanya dalam empat puluh menit sebagai ganti dari empat puluh tahun. Beliau naik menuju arasy dengan tangga mi’raj. Dengan penglihatannya secara langsung—pada kedudukan sejarak dua busur atau lebih dekat lagi—beliau menyaksikan hakikat iman yang paling agung. Yaitu iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir. Beliau masuk surga dan menyaksikan kebahagiaan abadi. Beliau membuka pintu jalan terbesar serta membiarkannya terbuka untuk dilalui oleh semua wali di kalangan umatnya lewat perjalanan spiritual. Yakni dengan perjalanan rohani dan kalbu dalam naungan mi’raj di mana
-------------------
2 QS. Qâf: 16
Sebagaimana cinta-Nya, Allah SWT. memiliki sejumlah urusan yang sesuai dengan kewajiban keberadaan dan kemuliaanNya, serta sesuai dengan kekayaan dan kesempurnaan-Nya yang bersifat mutlak. Dengan kata lain, kumpulan syair di atas menyadarkan hal tersebut lewat sejumlah peristiwa mi’raj.
Kalimat ketiga puluh satu yang secara khusus berbicara tentang mi’raj Nabi telah menjelaskan sejumlah hakikat mi’raj dalam kerangka dasardasar keimanan. Karenanya, di sini sengaja kita singkat dengan mencukupkan sampai kepada penjelasan tersebut.
Keempat, ada sebuah pertanyaan, “Ungkapan yang berbunyi, ‘Beliau telah melihat Tuhannya dari balik tujuh puluh ribu hijab,’ menunjukkan tempat yang demikian jauh. Padahal Allah tidak dibatasi oleh tempat. Dia lebih dekat kepada segala sesuatu daripada segala sesuatu. Jadi, apa makna dari ungkapan tersebut?” Jawabannya: hakikat tersebut telah dijelaskan dalam kalimat ketiga puluh satu. Ia telah diterangkan secara panjang lebar dan perinci disertai sejumlah argumen. Sekarang di sini kami hanya ingin menyatakan bahwa:
Allah SWT. sangat dekat dengan kita, sementara kita sangat jauh dari-Nya. Perumpamaannya sama seperti mentari yang demikian dekat dari kita lewat perantaraan cermin yang berada di tangan kita. Bahkan, segala sesuatu yang bening bisa menjadi arasy mentari dan rumahnya. Andaikan mentari memiliki perasaan, tentu ia akan berbicara kepada kita lewat cermin yang ada di tangan kita. Hanya saja, kita sangat jauh darinya sejarak empat ribu tahun. Demikian pula dengan mentari azali yang tidak bisa diserupakan dan disamakan dengan apa pun. Dia lebih dekat kepada sesuatu daripada apa pun pula. Pasalnya Dia adalah Wajibul wujud, tidak dibatasi oleh tempat, serta tidak terhijab oleh sesuatu. Sebaliknya, segala sesuatu sangat jauh dari-Nya.
Dari sana dapat dipahami rahasia jarak yang sangat jauh dalam mi’raj meski sebenarnya tidak ada jarak sebagaimana diungkapkan oleh ayat Alquran, “Kami lebih dekat kepadanya daripada urat nadi.” 2
Dari rahasia tersebut dapat dipahami pula kepergian Rasul SAW. dan bagaimana beliau menempuh jarak yang jauh itu dan kembali lagi dalam waktu sekejap.
Jadi, mi’raj Rasul SAW. ialah perjalanannya.
Ia merupakan alamat kewaliannya. Sebab, sebagaimana para wali naik ke derajat haqqul yaqin dari derajat iman secara maknawi lewat perjalanan spiritual mulai dari empat puluh hari hingga empat puluh tahun, demikian pula dengan Rasul SAW. yang merupakan penghulu seluruh wali.
Beliau naik dengan jasad, perasaan, dan seluruh perangkat halusnya; tidak hanya dengan kalbu dan rohnya semata. Beliau membuka jalan yang lurus dan lapang sampai menuju tingkatan hakikat iman yang paling tinggi lewat mi’raj yang merupakan karomah kewaliannya yang terbesar hanya dalam empat puluh menit sebagai ganti dari empat puluh tahun. Beliau naik menuju arasy dengan tangga mi’raj. Dengan penglihatannya secara langsung—pada kedudukan sejarak dua busur atau lebih dekat lagi—beliau menyaksikan hakikat iman yang paling agung. Yaitu iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir. Beliau masuk surga dan menyaksikan kebahagiaan abadi. Beliau membuka pintu jalan terbesar serta membiarkannya terbuka untuk dilalui oleh semua wali di kalangan umatnya lewat perjalanan spiritual. Yakni dengan perjalanan rohani dan kalbu dalam naungan mi’raj di mana
-------------------
2 QS. Qâf: 16
No Voice