Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 60
(1-144)
MAHKAMAH
Mahkamah diadakan pada tanggal 22 Januari 1952M. Ustadz datang dengan diiringi ratusan murid an-Nur.
Ruangan mahkamah telah dipenuhi oleh rakyat yang datang untuk mengikuti perkara ini dan untuk melihat syaikh yang menyibukkan Turki selama bertahun-tahun. Serambi mahkamah juga penuh sehingga sesak sampai ke jalan raya.
Ustadz duduk di tempat yang dikhususkan untuk orang tertuduh. Jaksa lalu membacakan laporan para ahli yang ditugaskan untuk meneliti risalah “Mursyid ash Syabab”, kemudian Ustadz pun selesai ditanya. Laporan para ahli itu antara lain menyatakan: “Bahawa pengarang berusaha – di dalam risalahnya ini – untuk menyebarkan fikrah keagamaan. Dia berusaha menggambarkan jalan tertentu untuk para pemuda melalui fikrah-fikrah ini. Dia juga menyeru kaum wanita agar berpakaian sopan dan tidak berjalan-jalan dengan pakaian yang menampakkan tubuh mereka karena hal itu menyalahi fitrah dan menyalahi Islam dan adab-adab al-Quran.
Pengarang juga menyeru pengajaran agama. Ini berarti dia menyokong mendirikan sistem negara berdasarkan keagamaan...dan seterusnya”.
Setelah tuduhan selesai dibaca, Ustadz Badiuzzaman bangkit untuk menjawab tuduhan-tuduhan tersebut. Kata beliau secara ringkas, “bahwa tiga puluh lima tahun dari umurnya memberikan contoh baik yang tidak diragukan lagi, bahwa beliau tidak membuat kerja-kerja politik secara mutlak. Beliau juga tidak mempunyai hubungan dengan sebarang perkara keduniaan atau dengan arus yang membahayakan.
Apa yang penting dan menyibukkan beliau hanyalah berkhidmat untuk al-Quran dan menerangkan hakekat-hakekat iman. Dan beliau telah berusaha dan masih senantiasa berusaha dengan segala daya upayanya untuk menyelamatkan iman, dan bahwa keputusan pembebasan yang dikeluarkan oleh mahkamah-mahkamah yang berlainan memberikan bukti pasti akan hal itu.
Adapun mengenai risalah “Mursyid asy-Syabab”, maka apa yang dilakukan oleh para pemuda dengan mencetaknya seharusnya membuat gembira dan senang hati, karena risalah ini berusaha untuk menyelamatkan para pemuda dan pemudi dari berbagai arus yang berjuang untuk menghancurkan kerangka masyarakat dan merobohkan tubuhnya”.(55)
Sidang pertama mahkamah selesai dan sidang selanjutnya adalah pada tanggal 19 Februari.
Ketika sidang kedua diadakan pada waktu yang telah ditentukan, di sana terjadi kesesakan lebih hebat, sampai polisi tidak bisa menguasai orang-orang bersesakan.
Dalam suasana sesak dan berhimpit-himpit ini, sidang tidak mungkin diadakan. Oleh kerana itu ketua mahkamah berkata para hadirin: “Jika kalian mencintai syaikh, maka lapangkanlah tempat ini sehingga kami bisa meneruskan sidang pengadilan”.
Banyak orang yang bubar sehingga pengadilan pun bisa dimulai. Pemilik percetakan yang mencetak risalah dipanggil menghadap, lalu pengakuan polisi pun di dengar. Setelah itu Badiuzzaman bangkit mengemukakan sanggahannya terhadap laporan para ahli.
Mahkamah diadakan pada tanggal 22 Januari 1952M. Ustadz datang dengan diiringi ratusan murid an-Nur.
Ruangan mahkamah telah dipenuhi oleh rakyat yang datang untuk mengikuti perkara ini dan untuk melihat syaikh yang menyibukkan Turki selama bertahun-tahun. Serambi mahkamah juga penuh sehingga sesak sampai ke jalan raya.
Ustadz duduk di tempat yang dikhususkan untuk orang tertuduh. Jaksa lalu membacakan laporan para ahli yang ditugaskan untuk meneliti risalah “Mursyid ash Syabab”, kemudian Ustadz pun selesai ditanya. Laporan para ahli itu antara lain menyatakan: “Bahawa pengarang berusaha – di dalam risalahnya ini – untuk menyebarkan fikrah keagamaan. Dia berusaha menggambarkan jalan tertentu untuk para pemuda melalui fikrah-fikrah ini. Dia juga menyeru kaum wanita agar berpakaian sopan dan tidak berjalan-jalan dengan pakaian yang menampakkan tubuh mereka karena hal itu menyalahi fitrah dan menyalahi Islam dan adab-adab al-Quran.
Pengarang juga menyeru pengajaran agama. Ini berarti dia menyokong mendirikan sistem negara berdasarkan keagamaan...dan seterusnya”.
Setelah tuduhan selesai dibaca, Ustadz Badiuzzaman bangkit untuk menjawab tuduhan-tuduhan tersebut. Kata beliau secara ringkas, “bahwa tiga puluh lima tahun dari umurnya memberikan contoh baik yang tidak diragukan lagi, bahwa beliau tidak membuat kerja-kerja politik secara mutlak. Beliau juga tidak mempunyai hubungan dengan sebarang perkara keduniaan atau dengan arus yang membahayakan.
Apa yang penting dan menyibukkan beliau hanyalah berkhidmat untuk al-Quran dan menerangkan hakekat-hakekat iman. Dan beliau telah berusaha dan masih senantiasa berusaha dengan segala daya upayanya untuk menyelamatkan iman, dan bahwa keputusan pembebasan yang dikeluarkan oleh mahkamah-mahkamah yang berlainan memberikan bukti pasti akan hal itu.
Adapun mengenai risalah “Mursyid asy-Syabab”, maka apa yang dilakukan oleh para pemuda dengan mencetaknya seharusnya membuat gembira dan senang hati, karena risalah ini berusaha untuk menyelamatkan para pemuda dan pemudi dari berbagai arus yang berjuang untuk menghancurkan kerangka masyarakat dan merobohkan tubuhnya”.(55)
Sidang pertama mahkamah selesai dan sidang selanjutnya adalah pada tanggal 19 Februari.
Ketika sidang kedua diadakan pada waktu yang telah ditentukan, di sana terjadi kesesakan lebih hebat, sampai polisi tidak bisa menguasai orang-orang bersesakan.
Dalam suasana sesak dan berhimpit-himpit ini, sidang tidak mungkin diadakan. Oleh kerana itu ketua mahkamah berkata para hadirin: “Jika kalian mencintai syaikh, maka lapangkanlah tempat ini sehingga kami bisa meneruskan sidang pengadilan”.
Banyak orang yang bubar sehingga pengadilan pun bisa dimulai. Pemilik percetakan yang mencetak risalah dipanggil menghadap, lalu pengakuan polisi pun di dengar. Setelah itu Badiuzzaman bangkit mengemukakan sanggahannya terhadap laporan para ahli.
No Voice