Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 10
(1-357)
Orang yang memiliki akal sehat pasti memahami bahwa Zat yang menciptakan lebah misalnya sebagai spesies indeks bagi sebagian besar sesuatu, Zat yang menuliskan dalam substansi manusia sebagian besar persoalan buku alam, Zat yang menanamkan dalam benih tin rancangan pertumbuhan pohon tin, Zat yang menjadikan kalbu manusia sebagai model dan teropong bagi ribuan makhluk, serta Zat yang menuliskan dalam ingatan manusia detil sejarah kehidupannya, tidak lain adalah Pencipta segala sesuatu. Semua kreasi dan perbuatan-Nya merupakan stempel khusus milik Tuhan Pemelihara semesta alam.
Cahaya Ketiga
Lihatlah ukiran monogram yang tertulis pada proses penciptaan dan pemberian kehidupan. Kita bisa mengatakan bahwa sebagaimana mentari pada setiap lempengan mulai dari planet hingga serpihan kaca dan es memiliki cetakan dari manifestasinya dan ukiran yang khusus menjadi miliknya.
Demikian pula dengan mentari keesaan dan keabadian Tuhan yang terdapat pada setiap makhluk dilihat dari proses penciptaan dan pemberian kehidupan. Padanya terdapat cetakan dari manifestasi keesaan-Nya. Andaikata seluruh sebab—suka atau tidak suka—berkumpul untuk meniru dan membuat sejenisnya, tentu mereka tidak akan mampu. “Meski sebagian mereka dengan sebagian yang lain saling membantu” (QS al-Isra:88).
Jika engkau tidak menisbatkan bayangan mentari yang bersinar pada setiap benda kepada manifestasi mentari yang sebenarnya, berarti terdapat mentari-mentari kecil pada setiap benda yang disinari oleh mentari tadi. Pada setiap kaca sinarnya terdapat mentari; bahkan pada setiap serpihan yang transparan terdapat mentari. Tentu saja ini merupakan puncak kebodohan.
Demikian pula jika engkau tidak menisbatkan setiap makhluk kepada manifestasi keesaan-Nya yang mencakup di mana kehidupan ini merupakan titik sentral dari manifestasi nama-nama-Nya yang merupakan sinar mentari keabadian. Berarti engkau berpandangan bahwa pada setiap makhluk—bahkan pada lalat dan bunga sekalipun—terdapat kekuasaan mencipta yang tak terhingga, pengetahuan yang mencakup, dan kehendak yang bersifat mutlak; serta bahwa pada benda-benda tersebut terdapat sifat-sifat yang hanya mungkin terdapat pada Zat Wajibul wujud. Akhirnya jika engkau menisbatkan sesuatu kepada dirinya sendiri, engkau terpaksa melekatkan sifat uluhiyah kepada setiap benih dan partikel. Atau, jika menisbatkan sesuatu kepada sebab, engkau juga harus meyakini bahwa setiap sebab yang tak terhingga memiliki sifat-sifat uluhiyah. Engkau juga harus menerima adanya sekutu Tuhan yang tak terhingga yang mestinya berdiri sendiri.
Pasalnya, setiap partikel—terutama jika ia berasal dari biji atau benih—memiliki kondisi yang rapi dan menakjubkan, serta sejalan dengan seluruh bagian makhluk yang merupakan bagian darinya. Bahkan, ia sejalan dengan spesiesnya; bahkan dengan seluruh entitas. Ia juga memiliki tugas dalam kelompoknya sebagaimana keberadaan prajurit dalam instansi kemiliteran. Jika engkau memutuskan hubungan benih tadi dari Tuhan Yang Mahakuasa, berarti engkau harus mengakui bahwa dalam benih tersebut terdapat mata yang dapat melihat segala sesuatu serta perasaan yang meliputi segala sesuatu.
Cahaya Ketiga
Lihatlah ukiran monogram yang tertulis pada proses penciptaan dan pemberian kehidupan. Kita bisa mengatakan bahwa sebagaimana mentari pada setiap lempengan mulai dari planet hingga serpihan kaca dan es memiliki cetakan dari manifestasinya dan ukiran yang khusus menjadi miliknya.
Demikian pula dengan mentari keesaan dan keabadian Tuhan yang terdapat pada setiap makhluk dilihat dari proses penciptaan dan pemberian kehidupan. Padanya terdapat cetakan dari manifestasi keesaan-Nya. Andaikata seluruh sebab—suka atau tidak suka—berkumpul untuk meniru dan membuat sejenisnya, tentu mereka tidak akan mampu. “Meski sebagian mereka dengan sebagian yang lain saling membantu” (QS al-Isra:88).
Jika engkau tidak menisbatkan bayangan mentari yang bersinar pada setiap benda kepada manifestasi mentari yang sebenarnya, berarti terdapat mentari-mentari kecil pada setiap benda yang disinari oleh mentari tadi. Pada setiap kaca sinarnya terdapat mentari; bahkan pada setiap serpihan yang transparan terdapat mentari. Tentu saja ini merupakan puncak kebodohan.
Demikian pula jika engkau tidak menisbatkan setiap makhluk kepada manifestasi keesaan-Nya yang mencakup di mana kehidupan ini merupakan titik sentral dari manifestasi nama-nama-Nya yang merupakan sinar mentari keabadian. Berarti engkau berpandangan bahwa pada setiap makhluk—bahkan pada lalat dan bunga sekalipun—terdapat kekuasaan mencipta yang tak terhingga, pengetahuan yang mencakup, dan kehendak yang bersifat mutlak; serta bahwa pada benda-benda tersebut terdapat sifat-sifat yang hanya mungkin terdapat pada Zat Wajibul wujud. Akhirnya jika engkau menisbatkan sesuatu kepada dirinya sendiri, engkau terpaksa melekatkan sifat uluhiyah kepada setiap benih dan partikel. Atau, jika menisbatkan sesuatu kepada sebab, engkau juga harus meyakini bahwa setiap sebab yang tak terhingga memiliki sifat-sifat uluhiyah. Engkau juga harus menerima adanya sekutu Tuhan yang tak terhingga yang mestinya berdiri sendiri.
Pasalnya, setiap partikel—terutama jika ia berasal dari biji atau benih—memiliki kondisi yang rapi dan menakjubkan, serta sejalan dengan seluruh bagian makhluk yang merupakan bagian darinya. Bahkan, ia sejalan dengan spesiesnya; bahkan dengan seluruh entitas. Ia juga memiliki tugas dalam kelompoknya sebagaimana keberadaan prajurit dalam instansi kemiliteran. Jika engkau memutuskan hubungan benih tadi dari Tuhan Yang Mahakuasa, berarti engkau harus mengakui bahwa dalam benih tersebut terdapat mata yang dapat melihat segala sesuatu serta perasaan yang meliputi segala sesuatu.
No Voice