Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 6
(1-357)
Peringatan
Pemberitahuan
Permintaan Maaf

Ketahuilah!

Risalah ini merupakan satu bentuk tafsir nyata terhadap sejumlah ayat Alquran berikut persoalan-persoalan yang terdapat di dalamnya. Ia ibarat sekuntum bunga yang kupetik dari kebun Alquran yang penuh hikmah. Janganlah engkau merasa aneh dengan bentuk redaksinya yang sulit dipahami, ringkas, dan singkat. Cobalah telaah kembali sehingga terbuka bagimu rahasia pengulangan Alquran, seperti ayat yang berbunyi, “Milik-Nya kerajaan langit dan bumi”.

“Jangan takut dengan jiwa yang sulit dikendalikan. Sebab, jiwaku yang selalu memerintahkan pada keburukan dan melampaui batas telah tunduk. Ia berhasil dijinakkan lewat berbagai hakikat yang terdapat dalam risalah ini. Bahkan, setan terkutuk yang terdapat di tubuhku telah terdiam dan bersembunyi… Siapapun dirimu, jiwa atau nafsumu tetaplah tidak lebih melampaui batas daripada nafsuku. Setan yang ada pada dirimu juga tidak lebih memperdaya daripada setan yang ada pada diriku.”

Wahai pembaca!

Janganlah mengira berbagai dalil dan petunjuk tauhid yang terdapat pada (bab pertama)[1] sebagiannya telah mencukupi yang lain. Sebab, aku melihat masing-masing membutuhkan dalil sendiri yang khusus. Bisa jadi gerakan jihad membutuhkan sebuah lokasi di mana ia harus menyelamatkan diri dengan cara membuka satu pintu di lokasi tersebut sebab tidak mudah baginya saat ini menuju ke pintu-pintu lain yang telah terbuka.

Selain itu, jangan dikira saya sengaja menjadikan redaksi risalah ini sulit dipahami. Pasalnya, risalah ini merupakan bentuk dialog seketika dengan diri sendiri pada waktu yang menakjubkan. Kalimat-kalimatnya keluar di saat terjadi perdebatan sengit seperti angin topan yang di dalamnya cahaya beradu dengan api.

Dalam satu waktu kepalaku berputar dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah; dari bumi ke langit. Aku meniti jalan yang tidak biasa dilewati dalam sebuah pembatas antara akal dan kalbu. Akalku bingung dengan kondisi jatuh dan bangun. Setiap kali melihat cahaya kuberi ia sebuah tanda untuk mengingatnya. Aku sering menulis kata atas sesuatu yang tak bisa diungkap untuk menjadi pengingat; bukan sebagai dalil. Aku sering menulis satu kata di atas cahaya yang agung. Selanjutnya aku menyaksikan bahwa cahaya yang membentang kepadaku di bumi kegelapan ini tidak lain merupakan kilau cahaya mentari Alquran yang tampak sebagai lentera bagiku.

Ya Allah, jadikanlah Alquran sebagai cahaya bagi akal, kalbu, dan jiwa kami, serta sebagai pembimbing bagi diri kami. Amin.

Wahai yang membaca buku ini, jika ada sesuatu yang bermanfaat darinya

Jangan lupa mengirimkan untukku fatiha atau doa yang tulus di jalan Allah.
----------------------------------------------------
[1] Peringatan ini terdapat edisi pertama di pendahuluan risalah “Setetes lautan Tauhid”. Hanya saja, karena penting ia diletakkan di awal tulisan.
No Voice