Risalah Mi’raj | Risalah Mi’raj | 2
(1-43)
SEKILAS KEHIDUPAN
SAID NURSI
SAID NURSI
Said Nursi lahir pada 1293 H (1876 M) di desa Nurs, daerah Bitlis, di sebelah timur Anatolia. Ia berguru kepada kakaknya, al-Mala Abdullah. Pada masa itu, ia hanya belajar ilmu nahwu dan sharaf (gramatika). Kemudian ia berpindah-pindah ke berbagai kampung dan kota di antara sejumlah guru dan madrasah dengan mempelajari ilmu-ilmu keislaman dari beberapa buku induk dengan penuh ketekunan.
Hal itu ditambah dengan kecerdasannya yang cemerlang seperti yang diakui oleh seluruh gurunya setelah
menerima beragam ujian sulit yang diberikan oleh setiap mereka. Kecerdasan yang ia miliki menyatu dengan kekuatan ingatannya sehingga tidak heran jika ia mempelajari sekaligus mampu menghafal buku Jam’ul Jawâmi’ pada bidang ushul fikih hanya dalam satu minggu.
Ia melahap kandungan kitab-kitab yang tersedia di zamannya semisal tafsir, hadits, nahwu, ilmu kalam, fiqh, maupun mantiq. Di sisi lain, daya hafalnya sungguh luar biasa. Ia sengaja menghafal di luar kepala semua ilmu pengetahuan yang dibacanya.
Hingga ia berhasil menghafal hampir 90 judul
buku referensial. Setelah itu, ia telah memiliki kesiapan berkat berbagai ilmu pengetahuan yang dikuasainya sejak awal untuk memulai munâzarah (adu argumentasi dan debat) dengan para ulama.
Beberapa forum munâzarah telah dibuka, di mana ia telah berdebat dengan banyak tokoh pembesar
dan ulama di beberapa kawasan, dimana ia selalu tampil menang.
Popularitas pemuda ini langsung tersebar setelah ia menampakkan keunggulannya dalam berdiskusi
dengan seluruh ulama di daerahnya. Mereka menyebutnya dengan “Said yang terkenal”.
Setelah itu, ia berpindah ke kota Tillo. Di sana ia menetap selama beberapa waktu di salah satu surau
serta menghafal al-Qâmus al-Muhîth karya Fairuzabadi hingga bab sîn.
Pada 1894, ia pergi ke kota Van. Di sana ia sibuk menelaah buku-buku matematika, falak, kimia,
fisika, geologi, filsafat, dan sejarah. Ia benar-benar mendalami semua ilmu tersebut hingga bisa menulis tentang sebagiannya. Karena itulah ia kemudian disebut dengan “Badiuzzaman” sebagai
bentuk pengakuan para ulama dan ilmuwan terhadap kecerdasannya yang tajam, pengetahuannya yang
melimpah, serta wawasannya yang luas. Pada saat tersebut di sejumlah harian lokal tersebar berita bahwa menteri pendudukan Ing
gris, Gladstone, dalam Majelis Parlemen Inggris berbicara di hadapan para wakil rakyat dengan berkata, “Selama Alquran berada di tangan kaum muslimin, kita tidak akan bisa menguasai mereka. Karena itu, kita harus melenyapkannya atau memutuskan hubungan kaum muslimin dengannya.”
Berita ini demikian mengguncang dirinya serta membuatnya tidak bisa tidur. Ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Kita akan membuktikan kepada dunia bahwa Alquran merupakan mentari hakikat yang cahayanya tidak akan pernah padam serta sinarnya tidak mungkin bisa dilenyapkan.”
Pada 1908, ia pergi ke Istanbul serta memberikan sebuah proyek kepada Sultan Abdul Hamid II untuk membangun Universitas Islam di Timur Anatolia dengan nama Madrasah az-Zahra untuk melaksanakan tugas penyebaran hakikat Islam.
No Voice