Risalah Mi’raj | Risalah Mi’raj | 3
(1-43)
Pada universitas tersebut, studi keagamaan dipadukan dengan ilmu-ilmu alam sebagaimana capannya
yang terkenal, “Cahaya kalbu adalah ilmu-ilmu agama, sementara sinar akal adalah ilmu-ilmu alam odern. Dengan perpaduan antara keduanya hakikat akan tersingkap. Adapun jika keduanya dipisah maka tipu daya dan berbagai keraguan serta fanatisme yang tercela akan bermunculan.”1
Popularitas keilmuannya telah lebih dahuludidengar oleh mereka. Karena itu, para pelajar dan ulama berkumpul untuk bertanya kepadanya. Namun Said Nursi menjawab semua disiplin ilmu dengan sangat
lancar. Akhirnya mereka mengakuinya sebagai seorang imam sekaligus mengakui bahwa mereka belum pernah menyaksikan orang yang memiliki ilmu dan keutamaan sepertinya. Bahkan setelah mengujinya dengan sangat cermat, salah seorang di antara mereka menunjukkan kekagumannya dengan berkata, “Ilmu yang ia miliki bukan hasil dari belajar biasa. Tetapi merupakan anugerah Ilahi dan ilmu ladunni.”
Pada 1911, ia pergi ke negeri Syam dan menyampaikan pidato menyentuh dari atas mimbar Masjid Jami Umawi. Dalam pidato tersebut, ia mengajak kaum muslimin untuk bangkit. Ia menjelaskan sejumlah penyakit umat Islam berikut caracara penyembuhannya. Setelah itu ia kembali ke Istanbul seraya menawarkan proyeknya terkait dengan universitas Islam kepada Sultan Rasyad.
Sultan menjanjikan sesuatu yang baik kepadanya. Ternyata benar, anggaran dikucurkan dan peletakan batu pertama universitas dilakukan di tepi Danau Van. Namun Perang Dunia I membuat proyek ini terhenti.
Meskipun Said Nursi tidak setuju jika Daulah Utsmani terlibat dalam perang, namun ketika perang itu diumumkan ia beserta para muridnya ikut serta dalam perang melawan Rusia yang menyerang lewat Qafqas.
Ketika pasukan Rusia memasuki kota Bitlis, Badiuzzaman bersama dengan para muridnya mati-matian mempertahankan kota tersebut sehingga terluka parah dan tertawan oleh Rusia.
Ia dibawa ke penjara tawanan di Siberia. Dalam penawanan ia terus memberikan pelajaran-pelajaran keimanan kepada para panglima yang tinggal bersamanya yang jumlahnya mencapai 90 orang.
Lalu dengan cara yang sangat aneh dan dengan pertolongan Tuhan ia berhasil lari. Ia pun berjalan menuju Warsawa, Jerman, dan Wina. Ketika sampai diIstanbul ia dianugerahi medali perang dan mendapatkan sambutan luar biasa dari khalifah, syeikhul Islam, pemimpin umum, dan para pelajar ilmu agama.
Nursi diangkat menjadi anggota Darul Hikmah al-Islamiyyah oleh pimpinan militer di mana lembaga tersebut hanya diserahkan kepada para tokoh ulama. Di lembaga inilah sebagian besar bukunya yang berhasa Arab diterbitkan. Di antara karya tafsirnya, Isyârât al-I’jaz fî Mazhân al-Ijâz yang ia tulis di tengah berkecamuknya perang berikut alMatsnawi al-Arabiy an-Nûri.
------------------------------
1 Shayqalul Islam 428.
No Voice