Risalah Mi’raj | Risalah Mi’raj | 30
(1-43)
keindahan-Nya dalam kebahagiaan abadi.” Setiap manusia yang nilai-nilai kemanusiaannya tidak jatuh dapat menangkap sejauh mana kegembiraan dan suka cita yang dirasakan oleh orang yang mendapat informasi semacam itu.
Sekarang marilah kita mengarah kepada yang sedang duduk mendengar. Kita katakan padanya, “Robeklah pakaian atheismu dan buang jauh-jauh! Perhatikan dengan pendengaran orang beriman dan lihatlah dengan pandangan orang muslim. Aku akan menjelaskan kepadamu nilai dari sejumlah buah dalam dua perumpamaan kecil berikut:”
Kabar gembira tersebut seketika mengubah sesuatu yang asing bagi kami menjadi sesuatu yang dicinta dan dikasihi. Ia mengubah sosok yang sebelumnya kami lihat sebagai musuh menjadi saudara dekat. Ia memperlihatkan jenazah yang menakutkan menjadi sosok hamba yang khusyuk, tunduk, dan berzikir kepada Allah dengan bertasbih dan bertahmid. Ia mengubah rintihan dan ratapan tadi menjadi sesuatu yang menyerupai pujian, sanjungan, dan rasa syukur. Ia mengubah kematian tersebut menjadi semacam pembebasan tugas. Kita pun ikut berbahagia dan bergembira bersama yang lain di samping kegembiraan kita sendiri. Di saat itu engkau bisa mengukur sejauh mana kegembiraan yang kita rasakan ketika mendengar kabar gembira yang agung itu.
Demikianlah, sebelum ada cahaya iman yang merupakan buah miraj nabi Muhammad SAW. seluruh entitas akan tampak asing, buas, menakutkan, dan berbahaya jika alam dilihat dengan pandangan yang sesat. Lalu benda yang besar seperti gunung terlihat laksana jenazah yang melahirkan ketakutan. Ajal memancung leher makhluk sekaligus mencampakkannya ke dalam sumur ketiadaan.
Seluruh suara dan gema menjadi teriakan dan ungkapan duka yang bersumber dari perpisahandan kepergian. Ketika kesesatan mengilustrasikan makhluk semacam itu, maka buah mi’raj yang merupakan hakikat iman membuat makhluk sebagai para kekasih yang saling bersaudara di mana mereka bertasbih dan berzikir kepada Sang Pencipta Yang Mahaagung. Kematian dan kepergian merupakan bentuk pembebasan dari beban-beban tugas dan istirahat. Suara yang ada berupa tasbih dan tahmid. Begitulah seterusnya. Jika engkau ingin melihat hakikat ini dengan bentuknya yang lebih jelas, bacalah kata kalimat kedua dan kedelapan dari alKalimât.
Sekarang marilah kita mengarah kepada yang sedang duduk mendengar. Kita katakan padanya, “Robeklah pakaian atheismu dan buang jauh-jauh! Perhatikan dengan pendengaran orang beriman dan lihatlah dengan pandangan orang muslim. Aku akan menjelaskan kepadamu nilai dari sejumlah buah dalam dua perumpamaan kecil berikut:”
Perumpamaan Pertama
Anggaplah kita sedang bersamamu di dalam kerajaan yang luas. Kita menyaksikan bahwa segala sesuatu menjadi musuh kita. Segala sesuatu menyembunyikan permusuhan terhadap yang lain. Segala yang berada di dalamnya asing dan tidak kita kenali. Setiap sudut darinya penuh dengan jenazah yang membuat takut dan cemas. Suara rintihan, ratapan, permintaan tolong dari anakanak yatim dan orang yang teraniaya terdengar dari mana-mana. Nah, ketika kita dalam kondisi sulit dan menderita semacam itu tiba-tiba ada seseorang yang pergi mendatangi raja dan kembali darinya dengan membawa berita gembira kepada semua manusia.Kabar gembira tersebut seketika mengubah sesuatu yang asing bagi kami menjadi sesuatu yang dicinta dan dikasihi. Ia mengubah sosok yang sebelumnya kami lihat sebagai musuh menjadi saudara dekat. Ia memperlihatkan jenazah yang menakutkan menjadi sosok hamba yang khusyuk, tunduk, dan berzikir kepada Allah dengan bertasbih dan bertahmid. Ia mengubah rintihan dan ratapan tadi menjadi sesuatu yang menyerupai pujian, sanjungan, dan rasa syukur. Ia mengubah kematian tersebut menjadi semacam pembebasan tugas. Kita pun ikut berbahagia dan bergembira bersama yang lain di samping kegembiraan kita sendiri. Di saat itu engkau bisa mengukur sejauh mana kegembiraan yang kita rasakan ketika mendengar kabar gembira yang agung itu.
Demikianlah, sebelum ada cahaya iman yang merupakan buah miraj nabi Muhammad SAW. seluruh entitas akan tampak asing, buas, menakutkan, dan berbahaya jika alam dilihat dengan pandangan yang sesat. Lalu benda yang besar seperti gunung terlihat laksana jenazah yang melahirkan ketakutan. Ajal memancung leher makhluk sekaligus mencampakkannya ke dalam sumur ketiadaan.
Seluruh suara dan gema menjadi teriakan dan ungkapan duka yang bersumber dari perpisahandan kepergian. Ketika kesesatan mengilustrasikan makhluk semacam itu, maka buah mi’raj yang merupakan hakikat iman membuat makhluk sebagai para kekasih yang saling bersaudara di mana mereka bertasbih dan berzikir kepada Sang Pencipta Yang Mahaagung. Kematian dan kepergian merupakan bentuk pembebasan dari beban-beban tugas dan istirahat. Suara yang ada berupa tasbih dan tahmid. Begitulah seterusnya. Jika engkau ingin melihat hakikat ini dengan bentuknya yang lebih jelas, bacalah kata kalimat kedua dan kedelapan dari alKalimât.
Perumpamaan Kedua
Anggaplah kita berada dalam padang pasir yang luas. Badai pasir menghantam kita dari semua sisi, sementara gelapnya malam membuat kita tak bisa melihat apa-apa. Bahkan kita tidak bisa melihat tangan sendiri. Rasa lapar demikian terasa dan rasa haus membakar dada. Tidak ada yang menolong dan membantu. Bayangkanlah ketika kondisi tersebut menyerang kita. Tiba-tiba ada seorang yang baik yang merobek gelap malam dan datang menemui kita. Ia datang membawa kendaraan yang berlari kencang sebagai hadiah untuk kita. Ia membawa kita ke sebuah tempat menyeruNo Voice