Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 132
(1-144)
Ya, sebagaimana manusia mempunyai kesiapan yang tak terbatas untuk mencintai Pencipta yang mempunyai keagungan tersebut, demikian pula Allah Yang Maha Pencipta adalah layak untuk menjadi Yang dicintai karena keindahan, kesempurnaan dna kebaikanNya lebih banyak dari siapapun, sampai apa yang anda ada di dalam hati manusia yang beriman seperti macam-macam cinta dan derajatnya terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dengan hubungan tertentu, apalagi cintanya terhadap kehidupan dan kekekalannya, terhadap kewujudan dan dunianya, terhadap dirinya dan segala yang wujud, semuanya itu tiada lain adalah tetesan dari kesiapan mencintai Ilahi. Bahkan sampai perasaan mendalam terhadap cinta – pada manusia – tiada lain hanyalah transformasi dari kesiapan itu, dan ia tiada lain hanyalah tetesan yang membuat bentuk yang beraneka ragam.
Sudah maklum bahwa manusia itu, sebagaimana dia menikmati kebahagiaan pribadinya, diapun menikmati kebahagiaan orang-orang yang berhubungan dengan mereka dengan hubungan cinta. Dan sebagaimana ia menyukai orang yang menyelamatkannya dari bala, demikian pula ia menyukai orang yang menyelamatkan orang-orang yang dikasihinya dari musibah.
Demikianlah, jika manusia berfikir – sedang jiwanya penuh dengan kenikmatan Allah – tentang satu kebaikan saja yang tidak terkira dan terhitung dari kebaikan-kebaikan besar yang dikurniakan Allah Ta’ala kepada manusia, maka dia akan berfikir seperti berikut:
Sesungguhnya Penciptaku yang menyelamatkanku dari kegelapan kehampaan yang kekal dan memberiku kurnia penciptaan dan kewujudan serta memberiku dunia indah yang kunikmati keindahannya di atas permukaan bumi, maka inayahnya akan berterusan sampai ke waktu ajalku tiba, dan Dia akan menyelamatkanku lagi dari kegelapan kehampaan yang kekal dan kefanaan yang berterusan, dan Dia akan memberiku – karena kebaikanNya – suatu alam yang kekal, terang dan cemerlang di alam kekal akhirat, dan Dia akan mengurniaiku panca indera dan perasaan yang lahir dan batin supaya dapat menikmati dan bersedap-sedapan dalam berpindah-pindah di antara berbagai macam kenikmatan alam yang indah lagi suci tersebut.
Dia juga akan menjadikan semua kaum kerabat dan semua orang yang dikasihi dari bangsaku yang sangat saya kasihi dan sayangi, Dia akan menjadikan mereka semua layak menerima kenikmatan dan kebaikan-kebaikan yang tanpa batas ini...Kebaikan ini – dari satu segi – kembali kepada saya juga, karena saya akan merasa senang dan bahagia dengan kebahagiaan mereka. Maka selagi di dalam setiap individu ada cinta yang dalam dan suka dengan kebaikan sebagaimana di dalam peribahasa: “manusia itu hamba kebaikan”,maka manusia di depan kebaikan yang kekal tanpa batas ini pasti akan berkata:
Jika saya memiliki hati seluas alam, niscaya akan saya penuhi dengan kecintaan dan kerinduan terhadap kebaikan Ilahi tersebut. Saya rindu untuk memenuhinya dan meskipun saya bukan setingkat cinta tersebut, akan tetapi saya layak untuknya dengan persiapan dan iman, dengan niat dan penerimaan, dengan menghormati dan merindukan, dan dengan komitmen dan kemauan.
Sudah maklum bahwa manusia itu, sebagaimana dia menikmati kebahagiaan pribadinya, diapun menikmati kebahagiaan orang-orang yang berhubungan dengan mereka dengan hubungan cinta. Dan sebagaimana ia menyukai orang yang menyelamatkannya dari bala, demikian pula ia menyukai orang yang menyelamatkan orang-orang yang dikasihinya dari musibah.
Demikianlah, jika manusia berfikir – sedang jiwanya penuh dengan kenikmatan Allah – tentang satu kebaikan saja yang tidak terkira dan terhitung dari kebaikan-kebaikan besar yang dikurniakan Allah Ta’ala kepada manusia, maka dia akan berfikir seperti berikut:
Sesungguhnya Penciptaku yang menyelamatkanku dari kegelapan kehampaan yang kekal dan memberiku kurnia penciptaan dan kewujudan serta memberiku dunia indah yang kunikmati keindahannya di atas permukaan bumi, maka inayahnya akan berterusan sampai ke waktu ajalku tiba, dan Dia akan menyelamatkanku lagi dari kegelapan kehampaan yang kekal dan kefanaan yang berterusan, dan Dia akan memberiku – karena kebaikanNya – suatu alam yang kekal, terang dan cemerlang di alam kekal akhirat, dan Dia akan mengurniaiku panca indera dan perasaan yang lahir dan batin supaya dapat menikmati dan bersedap-sedapan dalam berpindah-pindah di antara berbagai macam kenikmatan alam yang indah lagi suci tersebut.
Dia juga akan menjadikan semua kaum kerabat dan semua orang yang dikasihi dari bangsaku yang sangat saya kasihi dan sayangi, Dia akan menjadikan mereka semua layak menerima kenikmatan dan kebaikan-kebaikan yang tanpa batas ini...Kebaikan ini – dari satu segi – kembali kepada saya juga, karena saya akan merasa senang dan bahagia dengan kebahagiaan mereka. Maka selagi di dalam setiap individu ada cinta yang dalam dan suka dengan kebaikan sebagaimana di dalam peribahasa: “manusia itu hamba kebaikan”,maka manusia di depan kebaikan yang kekal tanpa batas ini pasti akan berkata:
Jika saya memiliki hati seluas alam, niscaya akan saya penuhi dengan kecintaan dan kerinduan terhadap kebaikan Ilahi tersebut. Saya rindu untuk memenuhinya dan meskipun saya bukan setingkat cinta tersebut, akan tetapi saya layak untuknya dengan persiapan dan iman, dengan niat dan penerimaan, dengan menghormati dan merindukan, dan dengan komitmen dan kemauan.
No Voice