Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 46
(1-144)
TUDUHAN BARU DAN PENGADILAN LAIN
Pergerakan an-Nur senantiasa berkembang luas dan aktif karena didorong oleh rasa rindu dan iman yang menyala-nyala di dalam hati. Maka pemerintah untuk menghalang pergerakan ini atau menghentikan kemajuan dan perkembangannya tidak berguna sama sekali. Maka menghadapi masalah ini, mereka menggunakan cara pengadilan dan penjara sekali lagi.
Pada tanggal 31 Augustus 1943M, ketika Ustadz Badiuzzaman sedang menderita demam yang hebat – kemungkinan besar karena diracuni oleh polisi rahasia – polisi-polisi menyebu rumahnya dan memperak-porandakan seluruh isinya. Mereka tidak menemukan apa-apa selain risalah-risalah yang membahas tentang iman, akhirat, akhlak dan lain sebagainya. Dan pada tanggal 18 September tahun yang sama, polisi-polisi sekali lagi menyerbu rumahnya dengan harapan dapat menemukan sebarang bukti untuk menyeret Badiuzzaman ke mahkamah. Dan meskipun mereka tidak menemukan apa-apa selain buku-buku dan risalah-risalah yang semacam dengan yang dahulu, meskipun demikian, mereka menahan Ustadz Badiuzzaman pada tanggal 20 September. Dengan digiring oleh polisi, beliau dibawa ke Ankara bersama seratus dua puluh enam murid an-Nur yang ditahan dari pelbagai kota.
Tuduhan yang ditujukan kepada Badiuzzaman dan murid-muridnya ialah seperti sebelumnya: Membentuk organisasi rahasia, menggerakkan rakyat untuk menentang pemerintah yang sekuler, berusaha unuk menggulingkan sistem pemerintahan dan menjuluki Mustafa Kamal dengan julukan “Dajjal” dan “Penghancur agama”.
TABLIGH ITU WAJIB
Badiuzzaman diberangkatkan ke Ankara dengan sebuah bas umum pada akhir Ramadhan yang siangnya amat panas. Panasnya siang yang sangat terik itu tidak dirasakan oleh ulama yang sedang berpuasa dan kini berusia tujuh puluh tahun itu. Di perjalanan beliau tidak melupakan kewajibannya bertabligh dan memberi petunjuk. Beliau menoleh kepada pengiringnya dan berkata kepadanya: “Bolehkah kita menyuruh sopir untuk berhenti sejenak? Tidak ada paksaan dalam agama, akan tetapi saya ada beberapa nasehat yang ingin kuberikan kepada para penumpang”. Sopir itu lalu memberhentikan bis. Badiuzzaman memandang para penumpang dan berpidato: “Malam ini, kemungkinan besar, adalah malam lailtul qadar. Pahala membaca al-Quran al-Karim pada hari biasa adalah sepuluh hasanah bagi setiap huruf al-Quran, dan pada bulan Ramadhan adalah seribu hasanah. Sedang pada malam lailatul qadar, pahalanya adalah sebanyak tiga puluh ribu hasanah. Jika salah seorang di antara kalian diberi lima lira emas sebagai upah suatu pekerjaan, maukah kalian mendapatkannya? Para penumpang menjawab: “Ya, kami mau itu”. Kata Badiuzzaman kepada mereka: “Jadi kalau begitu, setiap muslim daripada kalian hendaklah membaca surat al-Fatihah tiga kali, surat al-Ikhlas sekali dan ayat Kursi sekali. Ia pasti menjadi perbendaharaan kalian di dalam kehidupan kalian yang kekal kelak”.(46)
Di tengah perjalanan, ketika masuk buka puasa, bis berhenti. Ustadz Badiuzzaman berbuka puasa bersama para penumpang dan sembahyang maghrib bersama mereka.
Pergerakan an-Nur senantiasa berkembang luas dan aktif karena didorong oleh rasa rindu dan iman yang menyala-nyala di dalam hati. Maka pemerintah untuk menghalang pergerakan ini atau menghentikan kemajuan dan perkembangannya tidak berguna sama sekali. Maka menghadapi masalah ini, mereka menggunakan cara pengadilan dan penjara sekali lagi.
Pada tanggal 31 Augustus 1943M, ketika Ustadz Badiuzzaman sedang menderita demam yang hebat – kemungkinan besar karena diracuni oleh polisi rahasia – polisi-polisi menyebu rumahnya dan memperak-porandakan seluruh isinya. Mereka tidak menemukan apa-apa selain risalah-risalah yang membahas tentang iman, akhirat, akhlak dan lain sebagainya. Dan pada tanggal 18 September tahun yang sama, polisi-polisi sekali lagi menyerbu rumahnya dengan harapan dapat menemukan sebarang bukti untuk menyeret Badiuzzaman ke mahkamah. Dan meskipun mereka tidak menemukan apa-apa selain buku-buku dan risalah-risalah yang semacam dengan yang dahulu, meskipun demikian, mereka menahan Ustadz Badiuzzaman pada tanggal 20 September. Dengan digiring oleh polisi, beliau dibawa ke Ankara bersama seratus dua puluh enam murid an-Nur yang ditahan dari pelbagai kota.
Tuduhan yang ditujukan kepada Badiuzzaman dan murid-muridnya ialah seperti sebelumnya: Membentuk organisasi rahasia, menggerakkan rakyat untuk menentang pemerintah yang sekuler, berusaha unuk menggulingkan sistem pemerintahan dan menjuluki Mustafa Kamal dengan julukan “Dajjal” dan “Penghancur agama”.
TABLIGH ITU WAJIB
Badiuzzaman diberangkatkan ke Ankara dengan sebuah bas umum pada akhir Ramadhan yang siangnya amat panas. Panasnya siang yang sangat terik itu tidak dirasakan oleh ulama yang sedang berpuasa dan kini berusia tujuh puluh tahun itu. Di perjalanan beliau tidak melupakan kewajibannya bertabligh dan memberi petunjuk. Beliau menoleh kepada pengiringnya dan berkata kepadanya: “Bolehkah kita menyuruh sopir untuk berhenti sejenak? Tidak ada paksaan dalam agama, akan tetapi saya ada beberapa nasehat yang ingin kuberikan kepada para penumpang”. Sopir itu lalu memberhentikan bis. Badiuzzaman memandang para penumpang dan berpidato: “Malam ini, kemungkinan besar, adalah malam lailtul qadar. Pahala membaca al-Quran al-Karim pada hari biasa adalah sepuluh hasanah bagi setiap huruf al-Quran, dan pada bulan Ramadhan adalah seribu hasanah. Sedang pada malam lailatul qadar, pahalanya adalah sebanyak tiga puluh ribu hasanah. Jika salah seorang di antara kalian diberi lima lira emas sebagai upah suatu pekerjaan, maukah kalian mendapatkannya? Para penumpang menjawab: “Ya, kami mau itu”. Kata Badiuzzaman kepada mereka: “Jadi kalau begitu, setiap muslim daripada kalian hendaklah membaca surat al-Fatihah tiga kali, surat al-Ikhlas sekali dan ayat Kursi sekali. Ia pasti menjadi perbendaharaan kalian di dalam kehidupan kalian yang kekal kelak”.(46)
Di tengah perjalanan, ketika masuk buka puasa, bis berhenti. Ustadz Badiuzzaman berbuka puasa bersama para penumpang dan sembahyang maghrib bersama mereka.
No Voice