Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 54
(1-144)
FASE PERTAMA : SAID LAMA
Ia adalah peringkat yang disebut oleh Said an-Nursi sendiri dengan nama: “Said Lama”. Ia berlangsung sampai beliau tinggal di Barla secara paksa tahun 1926M.
Di dalam fase ini kita melihat Said Nursi berusaha untuk berkhidmat kepada Islam dengan memasuki kancah politik dan berusaha menghalang arus melawan Islam dengan bertarung dalam arena politik. Kita melihat beliau menemui Sultan Abdul Hamid dan menasehatinya dan kita melihatnya menulis makalah-makalah politik yang keras di dalam koran Vulcan, dan kita melihatnya berusaha mempengaruhi tokoh-tokoh organisasi Persatuan dan Kemajuan untuk mendorong mereka berada dalam barisan Islam, sebagaimana kita melihatnya pergi ke Ankara dan berusaha untuk memperkuat sayap Islam pada wakil-wakil dewan rakyat dan berusaha menghalang arus yang melawan Islam. Adapun delapan tahun terakhir daripada peringkat ini, ia merupakan peringkat transformasi kepada peringkat “Said Baru”.

FASE KEDUA: SAID BARU
Ia adalah fase yang disebutnya sendiri dengan nama: “Said Baru”. Fase ini dimulai dari permulaan kehidupannya di pengasingan di Barla tahun 1926M, dan berlangsung sampai beliau keluar dari penjara Afiyun tahun 1949M.
Di peringkat kedua ini kita melihat “Said Baru” meninggalkan kehidupan politik dengan slogannnya yang terkenal: “Aku berlindung kepada Allah dari setan dan politik”. Kemudian beliau memikul di bahunya masalah “menyelamatkan iman” di Turki. Hal itu beliau lakukan setelah yakin tidak mungkin berkhidmat untuk Islam dengan masuk ke kancah politik dan tipu daya serta pertarungannya yang mandul, khususnya setelah sekolah-sekolah agama ditutup, dan ratusan masjid diubah menjadi gudang atau kandang kuda atau pusat kegiatan remaja. Said Nursi berpindah dari bidang politik dan memfokuskan perhatiannya kepada aspek keimanan dan masalah-masalah akidah. Dengan demikian beliau melenyapkan kesempatan atau alasan dari musuh-musuh Islam untuk menghalang kegiatannya. Meskipun beliau telah diajukan ke mahkamah sebanyak enam kali, akan tetapi mahkamah-mahkamah tersebut tidak pernah mendapatkan bukti nyata yang menyatakan bahwa beliau menyalahi peraturan dan keamanan. Dan walaupun penguasa merasakan bahaya risalah-risalah an-Nur dan bahwa risalah-risalah tersebut membangun apa yang mereka usahakan untuk membangunnya, walaupun demikian, mahkamah-mahkamah tersebut tidak mendapatkan bukti undang-undang untuk melawannya. Apalagi Ustadz Said Nursi yakin melalui matanya bahwa jika beliau belum membina generasi yang benar-benar beriman kepada Allah dan RasulNya sehingga sampai ke dalam hati dan perasaannya yang paling dalam, maka segala sesuatu akan menjadi sia-sia dan tidak berguna.
Bisakah berkhidmat untuk Islam dengan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa selain iman yang setengah-setengah? Bisakah berkhidmat untuk Islam dengan jiwa yang tidak mengenal dan memahami Islam dengan baik? Bukankah itu merupakan pengaburan gambar Islam dan kekejian yang bisa dihubungkan dengannya?
Pandangan yang mendalam, berhati-hati dan jauh dari asal-asalan dan sifat tergesa-gesa ini barangkali merupakan pelajaran yang beguna bagi banyak orang, dan ia membuktikan bahwa di sana masih banyak kesempatan untuk berkhidmat demi Islam, tanpa memasuki kancah politik dan pertarungannya.
No Voice