Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 51
(1-144)
DI EMIRDAG TAHUN 1944M
Badiuzzaman diletakkan di dalam penjagaan ketat di dalam sebuah rumah. Di depan pintunya ada pengawal yang tidak pernah meninggalkan pintu tersebut untuk mengawasi gerak-geri Syaikh yang alim dan terasing itu.
Biasanya, beliau keluar berjalan di dataran dan kebun-kebun berhampiran Emirdag pada waktu musim panas. Polisi senantiasa mengekorinya kemana saja beliau pergi. Pada suatu waktu, mereka menyakiti beliau, yaitu dengan menanggalkan serbannya dari kepalanya dan menyeretnya ke pos polisi dengan alasan beliau menyalahi peraturan.
Di rumah juga, dengan pengakuan dokter resmi pada waktu itu di Emirdag, mereka memberi racun pada makanan beliau sehingga seminggu penuh beliau terbaring di atas tempat tidurnya karena merasakan kesakitan. Badiuzzaman merasa jengkel dengan perlakuan ini dan juga beliau kecewa dengan keadaan yang tidak jauh berbeda dengan penjara terasing. Maka beliau lalu menulis surat kepada ketua keamanan propinsi Afiyun. Kata beliau: “Saya tidak tahu mengapa kamu tidak memperhatikan perlakuan yang menyalahi undang-undang dan tidak adil yang saya terima dan yang tidak ada tandingannya sampai sekarang? Contohnya, saya ingin pergi berjama’ah dengan orang-orang yang sedikit – namun perintah dikeluarkan untuk melarang saya pergi ke masjid. Undang-undang apa ini yang mengharuskan perlakuan ini terhadap seorang yang terasing, sakit, tua dan tak berdaya! Apakah maslahat di dalamnya? Kemudian apa yang ditakuti dari menerima persahabatan beberapa orang yang membantuku dalam keperluan asasiku, sedangkan saya hidup seperti di dalam penjara terasing di dalam kamar dingin dan di dalam suasana terasing, sakit, miskin dan tua, undang-undang apa yang melarang saya berhubungan dengan seorang atau dua orang yang ingin berkhidmat kepadaku untuk keperluan asasi yang tidak bisa saya lakukan sendiri?”(51)
Beliau juga menulis di dalam salah satu suratnya supaya para penguasa di Ankara mendengarnya: “Jika seorang hakim dan tertuduh itu orang yang sama, maka kepada siapa kamu mengajukan perkara? Saya telah lama bingung di dalam masalah ini. Ya, keadaanku hari ini meskipun bebas akan tetapi saya diawasi dengan pengawasan yang lebih ketat daripada hari-hari ketika di penjara dahulu. Satu hari dari kehidupan ini menekan diriku lebih banyak daripada satu bulan penuh di dalam penjara terasing itu. Saya dilarang – meskipun saya lemah dan tua –pada musim dingin yang sangat dingin ini dari segala sesuatu. Karena sejak dua puluh tahun saya merasakan penderitaan penahan yang terasing, maka saya katakan : Tugas kemanusiaan bagi pemerintah adalah menjaga hak-hak saya yang tidak mungkin bisa diingkari oleh seorang pun. Yang demikian itu karena setelah pengawasan selama sembilan bulan terhadap apa yang saya tulis selama dua puluh tahun, pemerintah terpaksa mengakui bahwa ia bebas, akan tetapi di sana ada tangan-tangan tersembunyi – yang berkhidmat untuk kuasa asing – tidak peduli untuk menjadikan sesuatu yang kecil menjadi besar untuk mengatakan bahwa saya ini jahat dan untuk membungkam mulutku. Tujuan mereka satu: supaya kesabaranku hilang kemudian saya berkata: Cukuplah sampai di sini saja penderitaanku. Ya, perampasan hak-hak kemanusiaanku dari diriku – setelah semua ini – adalah suatu penghinaan, dan bahkan suatu bentuk kezaliman yang paling dahsyat.
Badiuzzaman diletakkan di dalam penjagaan ketat di dalam sebuah rumah. Di depan pintunya ada pengawal yang tidak pernah meninggalkan pintu tersebut untuk mengawasi gerak-geri Syaikh yang alim dan terasing itu.
Biasanya, beliau keluar berjalan di dataran dan kebun-kebun berhampiran Emirdag pada waktu musim panas. Polisi senantiasa mengekorinya kemana saja beliau pergi. Pada suatu waktu, mereka menyakiti beliau, yaitu dengan menanggalkan serbannya dari kepalanya dan menyeretnya ke pos polisi dengan alasan beliau menyalahi peraturan.
Di rumah juga, dengan pengakuan dokter resmi pada waktu itu di Emirdag, mereka memberi racun pada makanan beliau sehingga seminggu penuh beliau terbaring di atas tempat tidurnya karena merasakan kesakitan. Badiuzzaman merasa jengkel dengan perlakuan ini dan juga beliau kecewa dengan keadaan yang tidak jauh berbeda dengan penjara terasing. Maka beliau lalu menulis surat kepada ketua keamanan propinsi Afiyun. Kata beliau: “Saya tidak tahu mengapa kamu tidak memperhatikan perlakuan yang menyalahi undang-undang dan tidak adil yang saya terima dan yang tidak ada tandingannya sampai sekarang? Contohnya, saya ingin pergi berjama’ah dengan orang-orang yang sedikit – namun perintah dikeluarkan untuk melarang saya pergi ke masjid. Undang-undang apa ini yang mengharuskan perlakuan ini terhadap seorang yang terasing, sakit, tua dan tak berdaya! Apakah maslahat di dalamnya? Kemudian apa yang ditakuti dari menerima persahabatan beberapa orang yang membantuku dalam keperluan asasiku, sedangkan saya hidup seperti di dalam penjara terasing di dalam kamar dingin dan di dalam suasana terasing, sakit, miskin dan tua, undang-undang apa yang melarang saya berhubungan dengan seorang atau dua orang yang ingin berkhidmat kepadaku untuk keperluan asasi yang tidak bisa saya lakukan sendiri?”(51)
Beliau juga menulis di dalam salah satu suratnya supaya para penguasa di Ankara mendengarnya: “Jika seorang hakim dan tertuduh itu orang yang sama, maka kepada siapa kamu mengajukan perkara? Saya telah lama bingung di dalam masalah ini. Ya, keadaanku hari ini meskipun bebas akan tetapi saya diawasi dengan pengawasan yang lebih ketat daripada hari-hari ketika di penjara dahulu. Satu hari dari kehidupan ini menekan diriku lebih banyak daripada satu bulan penuh di dalam penjara terasing itu. Saya dilarang – meskipun saya lemah dan tua –pada musim dingin yang sangat dingin ini dari segala sesuatu. Karena sejak dua puluh tahun saya merasakan penderitaan penahan yang terasing, maka saya katakan : Tugas kemanusiaan bagi pemerintah adalah menjaga hak-hak saya yang tidak mungkin bisa diingkari oleh seorang pun. Yang demikian itu karena setelah pengawasan selama sembilan bulan terhadap apa yang saya tulis selama dua puluh tahun, pemerintah terpaksa mengakui bahwa ia bebas, akan tetapi di sana ada tangan-tangan tersembunyi – yang berkhidmat untuk kuasa asing – tidak peduli untuk menjadikan sesuatu yang kecil menjadi besar untuk mengatakan bahwa saya ini jahat dan untuk membungkam mulutku. Tujuan mereka satu: supaya kesabaranku hilang kemudian saya berkata: Cukuplah sampai di sini saja penderitaanku. Ya, perampasan hak-hak kemanusiaanku dari diriku – setelah semua ini – adalah suatu penghinaan, dan bahkan suatu bentuk kezaliman yang paling dahsyat.
No Voice