Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 75
(1-144)
Contohnya, beliau mendiktekan risalah “al-Hasyr” (Pengumpulan di padang Mahsyar) ketika beliau pulang pergi melalui tepian danau Barla. Beliau mengulang-ulang ayat berikut empat puluh kali:
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Surat ar-Rum 50).
Ia adalah risalah yang sangat berharga sekali karena membuktikan pengumpulan di padang Mahsyar dengan bukti-bukti fitrah yang dibenarkan dan diterima oleh semua orang.
Adapun mengenai risalah “al-Mukjizat al-Ahamdiyah” (Mukjizat Muhammad), beliau telah mendiktekannya kepada beberapa muridnya selama tiga atau empat hari di padang rumput pergunungan dan taman-taman selama kira-kira dua atau tiga jam per hari. Hasilnya, tiga ratus halaman lebih mengenai mukjizat Rasulullah (s.a.w) serta nukilan dan riwayat-riwayat lain mengenainya. Semua itu tanpa merujuk kepada bahan rujukan. (67)
Oleh sebab itu, Ustadz menganggap risalah itu sebagai kurnia dan kenikmatan Ilahi, serta kebaikan dan keutamaan dariNya. Karena cara penulisan beliau tiada lain hanyalah dengan memperhatikan ayat al-Quran dengan berwasilah dan merendah diri kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa serta memohon kepadaNya supaya membuka mata hatinya, maka begitu hatinya terbuka dalam suatu masalah, beliau segera mendiktekannya dengan kecepatan yang tinggi sehingga para penulis hampir tidak bisa mengejarnya. Dan Ustadz sering menegaskan agar supaya tidak menghubungkan risalah-risalah tersebut dengan kepribadiannya sehingga merendahkan nilainya, karena manusia mempunyai banyak kesalahan dan cacat cela yang telah ditutupi oleh Allah. Kata beliau: “Kebebasan orang-orang yang sesat dan melampaui batas adalah mengajar penulis buku yang tidak memenuhi tujuan mereka. Oleh kerana itu, risalah-risalah yang terikat dengan bintang langit al-Quran tidak seharusnya dihubungkan dengan sandaran yang banyak salah seperti saya yang bisa disanggah, dikritik dan bisa jatuh”.(68)
Betapa bagusnya perumpamaan yang beliau berikan tentang dirinya dan risalah-risalah tersebut, supaya pembaca faham bahwa risalah-risalah tersebut bukan miliknya. Beliau berkata: “Janganlah mencari keistemewaan tandan buah anggur yang enak pada dahannya yang basah, karena kami seperti dahan yang basah milik buah anggur yang sedap tersebut. Jika suaraku sampai ke seluruh pelosok bumi, niscaya akan kukatakan yang kumiliki bahwa: risalah “al-Kalimat” itu bagus, indah dan bahwa ia adalah hakekat, bukan dari saya. Akan tetapi ia adalah cahaya-cahaya yang saya ambil dari hakekat-hakekat al-Quran al-karim. Saya tidak memperindah hakekat-hakekat al-Quran yang indah itulah yang memperindah kata-kataku. Saya tidak memuji al-Quran dengan kata-kataku dengan al-Quran”.(69)
Teks berikut merupakan bukti lain yang kita tambahkan dalam masalah ini: “Diwaktu yang tampak – pada lahiriahnya – lemah dan kalah bagi dakwah yang benar dan kuat sekali, yang berada dibawah benderanya jutaan kaum Mukminin yang siap berkorban meskipun berbeda jenis madzhab dan jalan mereka melawan pukulan sengit kesesatan yang menakutkan, di waktu ini, risalah an-Nur menangkis semua serangan dan memikul semua beban dibahunya. Ia membentangkan jalan menuju iman.
No Voice