Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 145
(1-357)
Ketahuilah bahwa orang yang dalam kalbunya terdapat kehidupan apabila menghadap ke alam, pasti ia menyaksikan hal-hal besar yang tak bisa dijangkau dan membuatnya bingung. Maka, agar terbebas dari kepedihan akibat kebingungan tadi ia rindu kepada subhânallâh laksana orang haus yang sangat membutuhkan curahan air. Dari berbagai nikmat dan anugerah yang diberikan ia melihat sesuatu yang memaksanya untuk memperlihatkan kenikmatan yang ia rasakan berikut keinginan untuk mendapatkan tambahan kenikmatan tersebut secara terus-menerus dengan cara melihat pemberian nikmat tadi. Si Pemberi dalam pemberian nikmat tadi bertanda al-hamdu. Maka, ia bernafas dengan alhamdulillâh ibarat orang yang menang, selamat, dan meraih sukses.
Dari keajaiban makhluk ia melihat sesuatu yang tak mampu digapai oleh standar akalnya dan tak mampu diukur oleh otaknya di mana rasa keingintahuan untuk menelusuri hakikat menyibukkkannya dari hal tersebut. Akhirnya ia mengucap “Allahu akbar” sehingga terasa lapang. Dengan kata lain, Penciptanya Mahaagung dan Mahabesar sehingga penciptaan dan pengaturan makhluk tidaklah berat baginya. Ini sama seperti orang yang melihat bulan yang berputar di sekitarnya sehingga merasa takjub, atau melihat keluarnya gunung akibat gempa sehingga tercengang dan bertakbir. Ia lemparkan seluruh beban rasa takjub dan ketercengangan tadi dari pundaknya ke kapal milik Zat Yang Mahakuasa, Mahakuat, dan Mahakokoh.
Ketahuilah, dengan seluruh dosamu, engkau tidak bisa menimpakan bahaya kepada Allah. Dosa tersebut hanya akan membahayakanmu sendiri. Dalam kenyataan tidak ada sekutu yang perlu dikuatkan dengan keyakinanmu sehingga memberikan pengaruh pada kesempurnaan kerajaan-Nya. Namun, ia hanya terdapat dalam otak dan duniamu.
Ketahuilah bahwa siapa yang bertawakkal Allah, Dia akan mencukupinya. Karena itu, ucapkan, “Hasbiyyallâh wa ni’mal wakîl”:
Pertama-tama, karena Dia Yang Maha Sempurna. Sementara, kesempurnaan merupakan sesuatu yang disukai sehingga jiwapun rela dikorbankan untuknya.
Kedua, karena Dia Zat yang dicinta dan Kekasih hakiki. Sementara, rasa cinta menuntut pengorbanan.
Ketiga, karena Dia Zat yang wajib ada. Dengan mendekat pada-Nya terdapat cahaya wujud, sementara dengan jauh dari-Nya terdapat gelapnya ketiadaan.
Keempat, karena Dia merupakan tempat berlabuh bagi jiwa yang dibuat sempit oleh alam, dibuat pedih oleh dekorasi dunia, dan dibebani oleh entitas di bawah panji kasih sayang yang lara.
Kelima, karena Dia Mahakekal yang dengan-Nya keabadian terwujud dan tanpanya kelenyapan datang, sementara puncak derita terdapat dalam kelenyapan. Tanpa Dia sejumlah derita bertumpuk dalam jiwa sebanyak alam maujud. Adapun dengan-Nya cahaya tampak pada orang yang bertawakkal sebanyak itu pula.
Dari keajaiban makhluk ia melihat sesuatu yang tak mampu digapai oleh standar akalnya dan tak mampu diukur oleh otaknya di mana rasa keingintahuan untuk menelusuri hakikat menyibukkkannya dari hal tersebut. Akhirnya ia mengucap “Allahu akbar” sehingga terasa lapang. Dengan kata lain, Penciptanya Mahaagung dan Mahabesar sehingga penciptaan dan pengaturan makhluk tidaklah berat baginya. Ini sama seperti orang yang melihat bulan yang berputar di sekitarnya sehingga merasa takjub, atau melihat keluarnya gunung akibat gempa sehingga tercengang dan bertakbir. Ia lemparkan seluruh beban rasa takjub dan ketercengangan tadi dari pundaknya ke kapal milik Zat Yang Mahakuasa, Mahakuat, dan Mahakokoh.
Ketahuilah, dengan seluruh dosamu, engkau tidak bisa menimpakan bahaya kepada Allah. Dosa tersebut hanya akan membahayakanmu sendiri. Dalam kenyataan tidak ada sekutu yang perlu dikuatkan dengan keyakinanmu sehingga memberikan pengaruh pada kesempurnaan kerajaan-Nya. Namun, ia hanya terdapat dalam otak dan duniamu.
Ketahuilah bahwa siapa yang bertawakkal Allah, Dia akan mencukupinya. Karena itu, ucapkan, “Hasbiyyallâh wa ni’mal wakîl”:
Pertama-tama, karena Dia Yang Maha Sempurna. Sementara, kesempurnaan merupakan sesuatu yang disukai sehingga jiwapun rela dikorbankan untuknya.
Kedua, karena Dia Zat yang dicinta dan Kekasih hakiki. Sementara, rasa cinta menuntut pengorbanan.
Ketiga, karena Dia Zat yang wajib ada. Dengan mendekat pada-Nya terdapat cahaya wujud, sementara dengan jauh dari-Nya terdapat gelapnya ketiadaan.
Keempat, karena Dia merupakan tempat berlabuh bagi jiwa yang dibuat sempit oleh alam, dibuat pedih oleh dekorasi dunia, dan dibebani oleh entitas di bawah panji kasih sayang yang lara.
Kelima, karena Dia Mahakekal yang dengan-Nya keabadian terwujud dan tanpanya kelenyapan datang, sementara puncak derita terdapat dalam kelenyapan. Tanpa Dia sejumlah derita bertumpuk dalam jiwa sebanyak alam maujud. Adapun dengan-Nya cahaya tampak pada orang yang bertawakkal sebanyak itu pula.
No Voice