Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 143
(1-357)
Misalnya, “Bismillah” seperti udara sepoi-sepoi yang membersihkan bagian dalam dan serta menghasilkan buah di luar pada dirimu sebagaimana nafas yang terdapat dalam tubuh. Selain itu, pengulangan Alquran terhadap sejumlah peristiwa parsial menunjukkan bahwa peristiwa tersebut berisi rambu-rambu yang bersifat komprehensif. Sebagaimana yang telah kujelaskan sebagiannya dalam kisah Musa as yang lebih bermakna daripada pecahnya tongkat.[1]
Sebagai kesimpulan, Alquran yang penuh hikmah merupakan kitab peringatan, kitab pemikiran, kitab hukum, kitab pengetahuan, kitab hakikat, kitab syariat, obat bagi apa yang terdapat dalam dada, serta petunjuk dan rahmat bagi kaum beriman.
Ketahuilah bahwa di antara fitrah manusia yang paling menakjubkan di saat lalai adalah bercampurnya antara hukum perangkat halusnya dan indera. Sama seperti orang gila yang pandangannya sampai kepada sesuatu. Iapun mengulurkan tangan kepadanya karena mengira—lantaran dekatnya mata dengan tangan—bahwa apa yang bisa diraih dengan pandangan juga bisa diraih dengan tangan. Manusia lalai yang tangan kekuasaannya tak mampu menata hal terkecil dari dirinya, karena lupa diri dan hayalannya ia berusaha mengontrol dan mengendalikan perbuatan Allah di alam. Demikian pula dengan fitrah manusia. Meski bentuk fisiknya hampir sama, namun secara substansi masing-masing berbeda laksana atom dengan mentari, dan dengan raja mentari; berbeda dengan binatang yang lain. Pasalnya, meski berbeda bentuk fisik seperti ikan dan burung, namun nilai ruhnya berdekatan. Seakan-akan manusia yang tegak dari contoh alam dalam bentuk sempurna menuju kepada raja mentari. Lantaran kekuatannya tidak dibatasi dan tidak terikat, ia bisa turun kepada derajat “egoisme” sehingga kedudukannya sama dengan atom. Dengan penghambaan dan ubudiyah ia juga bisa meninggalkan “egonya” untuk naik dengan ijin Allah hingga berkat karunia-Nya menjadi seperti “ mentari” sebagaimana Muhammad saw.
Ketahuilah bahwa asal segala sesuatu adalah kekal. Bahkan sejumlah hal yang cepat berlalu dan lenyap seperti kata-kata dan gambaran memiliki tempat lain sehingga terjaga dari kelenyapan. Ia hanya berpindah bentuk sehingga seolah-olah semuanya ditugaskan untuk menjaga sesuatu entah secara total atau salah satu aspeknya. Dengan penuh perhatian mereka segera mengambilnya dan meletakkannya dalam hati mereka yang bening.
Hikmah yang baru memahami rahasia ini namun dalam bentuk yang tidak jelas. Karenanya, ia keliru dengan pendangannya yang melampaui batas. Menurutnya tidak ada ketiadaan mutlak. Yang ada hanyalah pembentukan dan perpecahan.[2] Sebenarnya tidak demikian. Akan tetapi, penyusunan sesuai kreasi Allah, dan penguraian dengan ijin-Nya, serta penciptaan dan pelenyapan sesuai perintah-Nya. Dia berbuat apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia inginkan.
------------------------
[1] Perumpamaan untuk orang yang memberikan manfaat lebih banyak daripada yang lain.
[2] Lihat penutup dari “alam materi” kilau kedua puluh tiga. Di dalamnya terdapat penjelasan memadai tentang masalah ini.
Sebagai kesimpulan, Alquran yang penuh hikmah merupakan kitab peringatan, kitab pemikiran, kitab hukum, kitab pengetahuan, kitab hakikat, kitab syariat, obat bagi apa yang terdapat dalam dada, serta petunjuk dan rahmat bagi kaum beriman.
Ketahuilah bahwa di antara fitrah manusia yang paling menakjubkan di saat lalai adalah bercampurnya antara hukum perangkat halusnya dan indera. Sama seperti orang gila yang pandangannya sampai kepada sesuatu. Iapun mengulurkan tangan kepadanya karena mengira—lantaran dekatnya mata dengan tangan—bahwa apa yang bisa diraih dengan pandangan juga bisa diraih dengan tangan. Manusia lalai yang tangan kekuasaannya tak mampu menata hal terkecil dari dirinya, karena lupa diri dan hayalannya ia berusaha mengontrol dan mengendalikan perbuatan Allah di alam. Demikian pula dengan fitrah manusia. Meski bentuk fisiknya hampir sama, namun secara substansi masing-masing berbeda laksana atom dengan mentari, dan dengan raja mentari; berbeda dengan binatang yang lain. Pasalnya, meski berbeda bentuk fisik seperti ikan dan burung, namun nilai ruhnya berdekatan. Seakan-akan manusia yang tegak dari contoh alam dalam bentuk sempurna menuju kepada raja mentari. Lantaran kekuatannya tidak dibatasi dan tidak terikat, ia bisa turun kepada derajat “egoisme” sehingga kedudukannya sama dengan atom. Dengan penghambaan dan ubudiyah ia juga bisa meninggalkan “egonya” untuk naik dengan ijin Allah hingga berkat karunia-Nya menjadi seperti “ mentari” sebagaimana Muhammad saw.
Ketahuilah bahwa asal segala sesuatu adalah kekal. Bahkan sejumlah hal yang cepat berlalu dan lenyap seperti kata-kata dan gambaran memiliki tempat lain sehingga terjaga dari kelenyapan. Ia hanya berpindah bentuk sehingga seolah-olah semuanya ditugaskan untuk menjaga sesuatu entah secara total atau salah satu aspeknya. Dengan penuh perhatian mereka segera mengambilnya dan meletakkannya dalam hati mereka yang bening.
Hikmah yang baru memahami rahasia ini namun dalam bentuk yang tidak jelas. Karenanya, ia keliru dengan pendangannya yang melampaui batas. Menurutnya tidak ada ketiadaan mutlak. Yang ada hanyalah pembentukan dan perpecahan.[2] Sebenarnya tidak demikian. Akan tetapi, penyusunan sesuai kreasi Allah, dan penguraian dengan ijin-Nya, serta penciptaan dan pelenyapan sesuai perintah-Nya. Dia berbuat apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia inginkan.
------------------------
[1] Perumpamaan untuk orang yang memberikan manfaat lebih banyak daripada yang lain.
[2] Lihat penutup dari “alam materi” kilau kedua puluh tiga. Di dalamnya terdapat penjelasan memadai tentang masalah ini.
No Voice