Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 36
(1-357)
Jadi, dunia yang dibangun di atas ketujuh pilar di atas bersifat fana, binasa, dan terus bergerak seperti air yang mengalir. Hanya saja, ia tampak diam akibat alpa sehingga menghijab akhirat. Filsafat yang sakit dan peradaban yang nista membuatnya bertambah beku dan kotor lantaran uraian filosofis tersebut. Adapun Alquran menghembus dunia lewat ayat-ayatnya seperti kapas, membeningkan dengan keterangan-keterangannya, serta mencairkan dengan sinarnya, melenyapkan keabadiannya lewat kabar kematiannya, memisahkan kealpaan yang lahir untuk alam dengan sentuhannya. Maka, lewat kondisinya yang telah disebutkan hakikat dunia yang bergoncang membaca ayat yang berbunyi, “Apabila Alquran dibacakan, perhatikan dan dengarkan baik-baik semoga kalian mendapat rahmat.”(QS al-Arâf: 204).
Karena itu, Alquran menyebutkan secara global esensi sesuatu yang dirinci oleh filsafat. Sebaliknya, ia menyebutkan secara rinci tugas-tugasnya dalam mematuhi perintah penciptaan serta keadaannya yang menjadi dalil atas nama, perbuatan, dan kondisi Penciptanya.
Sebagai kesimpulan, Alquran membahas makna dan petunjuk kitab alam, sementara filsafat hanya mengkaji tulisan dan keselarasan huruf-hurufnya. İa tidak memperkenalkan entitas sebagai kata yang menunjukkan makna tertentu. Jika engkau ingin mengetahui perbedaan antara hikmah filsafat dan hikmah Alquran, maka dapat merujuk kepada penjelasan ayat yang berbunyi,
Siapa yang diberi hikmah tersebut, berarti ia telah diberi kebaikan yang sangat banyak.

Hal Kelima
Bagian ini dimasukkan ke dalam tiga cahaya dari obor kedua pada kata kedua puluh lima, “Mukjizat Alquran.” Bagian ini memuat banyak sekali ayat Alquran. Jadi, di sini bukan dalam konteks menerangkannya.

Hal Keenam
Ketahuilah! Dari penjelasan sebelumnya dipahami bahwa Alquran hanya mengarah kepada aspek pembuktian alam sebagai dalil perbuatan Allah, kepada bagaimana perbuatan-Nya itu memperlihatkan nama-nama-Nya, kepada bentuk penuangan perbuatan tersebut kepada nama tadi, serta kepada kondisi nama-nama-Nya--yang merupakan pantulan cahaya sifat--yang meliputi segala sesuatu.
Kesimpulannya, yang dilihat oleh Alquran dari entitas alam hanyalah sejumlah aspek yang mengarah kepada Penciptanya. Sebaliknya, yang dilihat oleh filsafat dari entitas alam hanyalah aspek yang mengarah kepada diri dan sebabnya, serta kepentingan filsafat semata. Betapa bodoh orang yang terlena dengan ilmu-ilmu filsafat lalu menjadikannya sebagai standar dalam mengkaji Alquran yang suci. Sungguh tepat ucapan yang berbunyi, “Beragam disiplin ilmu adalah kegilaan sebagaimana kegilaan juga beragam.”
No Voice