Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 33
(1-357)
Padahal, hak sebagian besar manusia untuk mendapatkan petunjuk dan hidayah lebih penting. Memperhatikan pemahaman mereka tidak berarti menafikan manfaat yang bisa didapat oleh para filosof yang jumlahnya sedikit. Hanya saja, memperhatikan jumlah yang minoritas seringkali mengalahkan yang mayoritas.
Kedua, retorika dalam memberikan petunjuk harus sejalan dengan nalar masyarakat secara umum, harus memperhatikan sensitivitas mereka, dan harus melihat cara berpikir sebagian besar mereka. Hal itu agar tidak dianggap aneh oleh nalar dan pemikiran mereka. Nah, perkataan dan petunjuk yang paling bisa diterima oleh mereka adalah ketika jelas, sederhana, mudah tak rumit, singkat tak membosankan, dan global tanpa perlu dijelaskan lagi.
Ketiga, Alquran tidak menjelaskan berbagai keadaan alam untuk dirinya; tetapi untuk Penciptanya. Karena itu, yang terpenting adalah keadaannya yang mengarah kepada Penciptanya. Adapun ilmu hikmah membahas alam untuk dirinya sehingga yang terpenting adalah keadaan yang mengarah kepada dirinya. Jadi, perbedaan antara keduanya seperti langit dan bumi.
Selain itu, Alquran berbicara kepada semua manusia dan memperhatikan pemahaman sebagian besar mereka agar benar-benar mengenal; tidak hanya bersikap taklid. Sementara, sain pada dasarnya berbicara kepada ilmuwan. Adapun masyarakat umum hanya bersikap taklid. Maka itu, apa yang dirinci oleh sain hanya dijelaskan secara global oleh Alquran atau bahkan diabaikan sesuai dengan sejauh mana manfaatnya bagi masyarakat secara umum.
Keempat, karena Alquran petunjuk bagi semua strata manusia, maka secara retoris ia tidak boleh membuat sebagian besar manusia menyimpang dan mengingkari sejumlah aksioma yang terdapat dalam pandangan lahiriah mereka. Ia juga tidak boleh merubah tradisi mereka tanpa ada keperluan mendesak. Namun, ia harus membiarkan dan memperindah sesuatu yang memang mereka butuhkan dalam mengerjakan tugas.
Misalnya Alquran membahas tentang matahari; bukan untuk matahari dan bukan dari sisi substansinya. Akan tetapi, ia dibahas untuk Zat yang telah membuatnya bersinar dan menjadikannya sebagai lentera serta dilihat dari fungsinya sebagai sumber keteraturan penciptaan, pusat tatanan makhluk, kumparan keserasian celupan dalam untaian lukisan azali bagi semua makhluk lewat tali malam dan siang di sepanjang musim. Hal itu dimaksudkan agar dengan tatanan keserasian makhluk Alquran dapat memperlihatkan kesempurnaan Penciptanya Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui kepada kita. Gerakan matahari, entah secara lahiri ataupun hakiki tidaklah mempengaruhi tujuan Alquran. Sebab, tujuan Alquran adalah memperlihatkan untaian keteraturan yang penuh hikmah itu dalam bentuk memperlihatkan peredaran mentari yang tampak oleh mata.
Kedua, retorika dalam memberikan petunjuk harus sejalan dengan nalar masyarakat secara umum, harus memperhatikan sensitivitas mereka, dan harus melihat cara berpikir sebagian besar mereka. Hal itu agar tidak dianggap aneh oleh nalar dan pemikiran mereka. Nah, perkataan dan petunjuk yang paling bisa diterima oleh mereka adalah ketika jelas, sederhana, mudah tak rumit, singkat tak membosankan, dan global tanpa perlu dijelaskan lagi.
Ketiga, Alquran tidak menjelaskan berbagai keadaan alam untuk dirinya; tetapi untuk Penciptanya. Karena itu, yang terpenting adalah keadaannya yang mengarah kepada Penciptanya. Adapun ilmu hikmah membahas alam untuk dirinya sehingga yang terpenting adalah keadaan yang mengarah kepada dirinya. Jadi, perbedaan antara keduanya seperti langit dan bumi.
Selain itu, Alquran berbicara kepada semua manusia dan memperhatikan pemahaman sebagian besar mereka agar benar-benar mengenal; tidak hanya bersikap taklid. Sementara, sain pada dasarnya berbicara kepada ilmuwan. Adapun masyarakat umum hanya bersikap taklid. Maka itu, apa yang dirinci oleh sain hanya dijelaskan secara global oleh Alquran atau bahkan diabaikan sesuai dengan sejauh mana manfaatnya bagi masyarakat secara umum.
Keempat, karena Alquran petunjuk bagi semua strata manusia, maka secara retoris ia tidak boleh membuat sebagian besar manusia menyimpang dan mengingkari sejumlah aksioma yang terdapat dalam pandangan lahiriah mereka. Ia juga tidak boleh merubah tradisi mereka tanpa ada keperluan mendesak. Namun, ia harus membiarkan dan memperindah sesuatu yang memang mereka butuhkan dalam mengerjakan tugas.
Misalnya Alquran membahas tentang matahari; bukan untuk matahari dan bukan dari sisi substansinya. Akan tetapi, ia dibahas untuk Zat yang telah membuatnya bersinar dan menjadikannya sebagai lentera serta dilihat dari fungsinya sebagai sumber keteraturan penciptaan, pusat tatanan makhluk, kumparan keserasian celupan dalam untaian lukisan azali bagi semua makhluk lewat tali malam dan siang di sepanjang musim. Hal itu dimaksudkan agar dengan tatanan keserasian makhluk Alquran dapat memperlihatkan kesempurnaan Penciptanya Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui kepada kita. Gerakan matahari, entah secara lahiri ataupun hakiki tidaklah mempengaruhi tujuan Alquran. Sebab, tujuan Alquran adalah memperlihatkan untaian keteraturan yang penuh hikmah itu dalam bentuk memperlihatkan peredaran mentari yang tampak oleh mata.
No Voice