Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 63
(1-357)
17. Perasaan aneh dan bingung akibat keterbatasan pikiran telah mengantarkan manusia untuk tidak mau menisbatkan segala sesuatu kepada Zat Yang Mahaesa. Padahal ketika menisbatkan makhluk ke pada berbagai kemungkinan, sebab, dan dirinya sendiri sebanyak jumlah entitas, justru keanehan dan kebingungan tersebut semakin bertambah. Artinya, yang pertama lebih mudah dan sederhana. Pasalnya, manakala sesuatu yang banyak bersumber dari yang satu, hal itu lebih ringan daripada jika sesuatu bersumber dari jumlah yang banyak dan buta yang ketika mereka berkumpul membuatnya semakin buta. Andaikan seekor lebah tidak bersumber dari kekuasaan Tuhan, tentu seluruh yang terdapat di langit dan di bumi ikut serta dalam keberadaannya. Bebannya akan semakin meningkat di mana benda sebesar atom jika dinisbatkan kepada Allah, akan bisa menjadi sebesar gunung andaikan dinisbatkan kepada sebab dan sehelai rambut bisa menjadi seperti tali. Pasalnya, satu perbuatan yang bersumber dari Zat Yang Mahaesa memberikan maslahat bagi banyak makhluk, di mana hal itu tidak bisa dilakukan oleh sesuatu yang banyak kecuali dengan banyak perbuatan. Sama seperti kedudukan pemimpin terhadap pasukannya; sumber air terhadap tetesannya; dan pusat kekuasaan terhadap titik-titik wilayahnya. Dengan satu perbuatan saja, ketiga hal tersebut bisa menghadirkan banyak hal. Ini tidak mungkin terjadi jika dinisbatkan kepada diri mereka sendiri kecuali dengan perbuatan yang sangat banyak dan dengan beban yang sangat besar. Bahkan ia bisa dikatakan tidak mungkin terjadi dan berbalik menjadi rangkaian kemustahilan.
Di antara bentuk kemustahilannya adalah keharusan adanya sifat Tuhan pada setiap atom lantaran adanya lukisan sempurna dan kreasi yang sangat rapi. Demikian pula asumsi keberadaan sekutu yang jumlahnya tak terhingga serta asumsi keberadaan ilmu yang sempurna pada setiap atom lantaran kerja sama dan keseimbangan yang terjadi. Dengan demikian, menisbatkan segala sesuatu kepada sebab yang demikian banyak melahirkan sejumlah kemustahilan, kondisi yang tidak rasional, serta kebatilan yang dihembuskan oleh ilusi dan asumsi.
Adapun apabila ia dinisbatkan kepada Pemiliknya yang hakiki, Zat Yang Wajib ada dan esa, tentu partikel dan konstruksinya—seperti tetesan hujan yang bersinar seperti mentari—merupakan manifestasi dari kilau manifestasi qudrat azali yang tak terhingga disertai ilmu dan kehendak yang azali dan tak terbatas pula. Sinar yang melekat pada dirinya lebih berpengaruh daripada mentari sebab. Jadi, keberadaan qudrat Tuhan pada benda yang lebih kecil dari atom jauh lebih berpengaruh daripada benda sebesar gunung yang bersandar pada banyak sebab. Di samping itu, tidak ada beban dan kesulitan jika disandarkan pada kekuasaan Tuhan. Sebab ia memang milik Allah yang tak mungkin kebalikannya ikut serta. Bagi kilau kekuasaan Allah, sama saja antara atom dan mentari, antara yang parsial dan keseluruhan, antara individu dan spesies, lewat rahasia kejelasan, komparasi, keseimbangan, kepatuhan, dan keteraturan. Bahkan, lewat intuisi dan penyaksian. Pasalnya, kekuasaan Tuhan sebagaimana bekerja pada semisal benang-benang halus juga bekerja pada berbagai kuntum bunga atau buah. Ia merupakan sesuatu yang luar biasa yang andaikan dinisbatkan kepada sebab tentu satu kuntum saja membutuhkan biaya dan beban yang jumlahnya jutaan kali lipat. Kekuasaan Tuhan terlihat lewat menifestasi wujud yang terpantul dari bayangan Tuhan pada lubang jarum di atas lembaran kepingan halus melalui contoh kehidupan alam barzah. Andaikan semua itu dinisbatkan kepada sebab tentu mustahil atau tentu membutuhkan proses yang tak terhingga banyaknya.
Di antara bentuk kemustahilannya adalah keharusan adanya sifat Tuhan pada setiap atom lantaran adanya lukisan sempurna dan kreasi yang sangat rapi. Demikian pula asumsi keberadaan sekutu yang jumlahnya tak terhingga serta asumsi keberadaan ilmu yang sempurna pada setiap atom lantaran kerja sama dan keseimbangan yang terjadi. Dengan demikian, menisbatkan segala sesuatu kepada sebab yang demikian banyak melahirkan sejumlah kemustahilan, kondisi yang tidak rasional, serta kebatilan yang dihembuskan oleh ilusi dan asumsi.
Adapun apabila ia dinisbatkan kepada Pemiliknya yang hakiki, Zat Yang Wajib ada dan esa, tentu partikel dan konstruksinya—seperti tetesan hujan yang bersinar seperti mentari—merupakan manifestasi dari kilau manifestasi qudrat azali yang tak terhingga disertai ilmu dan kehendak yang azali dan tak terbatas pula. Sinar yang melekat pada dirinya lebih berpengaruh daripada mentari sebab. Jadi, keberadaan qudrat Tuhan pada benda yang lebih kecil dari atom jauh lebih berpengaruh daripada benda sebesar gunung yang bersandar pada banyak sebab. Di samping itu, tidak ada beban dan kesulitan jika disandarkan pada kekuasaan Tuhan. Sebab ia memang milik Allah yang tak mungkin kebalikannya ikut serta. Bagi kilau kekuasaan Allah, sama saja antara atom dan mentari, antara yang parsial dan keseluruhan, antara individu dan spesies, lewat rahasia kejelasan, komparasi, keseimbangan, kepatuhan, dan keteraturan. Bahkan, lewat intuisi dan penyaksian. Pasalnya, kekuasaan Tuhan sebagaimana bekerja pada semisal benang-benang halus juga bekerja pada berbagai kuntum bunga atau buah. Ia merupakan sesuatu yang luar biasa yang andaikan dinisbatkan kepada sebab tentu satu kuntum saja membutuhkan biaya dan beban yang jumlahnya jutaan kali lipat. Kekuasaan Tuhan terlihat lewat menifestasi wujud yang terpantul dari bayangan Tuhan pada lubang jarum di atas lembaran kepingan halus melalui contoh kehidupan alam barzah. Andaikan semua itu dinisbatkan kepada sebab tentu mustahil atau tentu membutuhkan proses yang tak terhingga banyaknya.
No Voice