Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 101
(1-144)
Inilah rahasia risalah-risalah an-Nur. Setiap orang yang berinteraksi dengannya dengan hati yang bersih akan merasakan keindahannya. Rahasianya adalah, karena risalah an-Nur tidak berbicara dengan fitrah manusia dan kewujudannya. Orang yang spesialis dan sasterawan yang trampil mendapatkan kebutuhannya di dalamnya. Dan sebagaimana ia berbicara dan bercanda dengan anak-anak, ia juga berbicara dengan kaum wanita dengan lemah lembut. Ia juga memenuhi kebutuhan kaum lelaki. Semuanya mendapatkan bagian dan haknya di dalamnya, bahkan semuanya puas dengannya.
Adapun mengenai puisi di dalam risalah-risalah an-Nur, maka di sana ada bait-bait puisi Arab yang disebutkan untuk pembuktian. Dan di sana ada jawaban kuat untuk rasa pesimis yang keterlaluan milik Abu al-‘Ala al-Ma’arri dan jawaban untuk puisi berikut:
“Seandainya masa muda kembali suatu hari, niscaya akan kuberitahu apa yang diperbuat oleh orang yang beruban”.
Dengan membuka cakrawala pemuda yang kekal abadi di taman sorga sehingga ingin kembali muda di dunia ini menjadi hal yang sangat remeh sekali.
Adapun mengenai puisi Persia, ia juga banyak di dalam risalah-risalah an-Nur untuk pembuktian. Khususnya puisi Jami dan Syaikh Hafidh asy-Syairazi, serta jawaban kuat untuk Umar al-Khayam.
Ada beberapa potong kalimat dalam bahasa Persia disebutkan di dalam risalah an-Nur. Kadang-kadang mamakan banyak bagian dari risalah, baik berbentuk puisi maupun prosa, sebagaimana di dalam “al-Kalimah Ketujuh belas”.
Adapun mengenai puisi Turki, ia tidak banyak digunakan untuk pembuktian di dalam risalah-risalah an-Nur, kecuali beberapa bait karangan penyair Sufi Niyazi al-Misri dan Fudhuli al-Baghdadi sebagaimana di dalam risalah “asy-Syuyukh”.
Di dalamnya juga ada prosa yang disusun oleh Ustadz Badiuzzaman sendiri yang menyerupai puisi, akan tetapi ia bukan puisi, karena yang banyak diperhatikan adalah makna, bukan wazan dan qafiyahnya.
Dan meskipun Ustadz Badiuzzaman berasal dari bangsa Kurdi, akan tetapi beliau tidak menulis satu paragraf lengkap dalam bahasa Kurdi, karena waktu itu bahasa Turki adalah bahasa kerajaan dan tanah jajahannya serta bahasa peradaban Othmaniyah.
Apakah di dalam risalah-risalah an-Nur ada pengulangan?
Tidak syak lagi bahwa pembahasan mengenai satu judul di dalam 130 risalah selama masa dua puluh lima tahun terdapat di dalamnya pengulangan dalam suatu bentuk atau lainnya. Akan tetapi pengulangan di dalam risalah-risalah an-Nur itu jarang sekali dirasakan oleh orang, karena judul yang diulang ditambah dengan makna baru atau disuguhkan dengan cara yang baru atau dilihat dari sudut lain atau diwarnai dengan warna baru sehingga menghilangkan rasa bosan. Dan barangkali inilah rahasia yang tersembunyi disebalik pengulangan ayat-ayat al-Quran.66
Adapun mengenai perujukan, maka tidak ada suatu risalah pun kecuali di dalamnya pasti ada perujukan kepada risalah lainnya yang telah membentangkan judul tersebut dengan bentuk lain secara globel atau terperinci atau penjelasan terhadap satu pokok darinya. Demikianlah kita melihat banyak sekali perujukan di dalam risalah-risalah an-Nur sehingga membuatnya seolah-olah satu risalah.
Adapun mengenai puisi di dalam risalah-risalah an-Nur, maka di sana ada bait-bait puisi Arab yang disebutkan untuk pembuktian. Dan di sana ada jawaban kuat untuk rasa pesimis yang keterlaluan milik Abu al-‘Ala al-Ma’arri dan jawaban untuk puisi berikut:
“Seandainya masa muda kembali suatu hari, niscaya akan kuberitahu apa yang diperbuat oleh orang yang beruban”.
Dengan membuka cakrawala pemuda yang kekal abadi di taman sorga sehingga ingin kembali muda di dunia ini menjadi hal yang sangat remeh sekali.
Adapun mengenai puisi Persia, ia juga banyak di dalam risalah-risalah an-Nur untuk pembuktian. Khususnya puisi Jami dan Syaikh Hafidh asy-Syairazi, serta jawaban kuat untuk Umar al-Khayam.
Ada beberapa potong kalimat dalam bahasa Persia disebutkan di dalam risalah an-Nur. Kadang-kadang mamakan banyak bagian dari risalah, baik berbentuk puisi maupun prosa, sebagaimana di dalam “al-Kalimah Ketujuh belas”.
Adapun mengenai puisi Turki, ia tidak banyak digunakan untuk pembuktian di dalam risalah-risalah an-Nur, kecuali beberapa bait karangan penyair Sufi Niyazi al-Misri dan Fudhuli al-Baghdadi sebagaimana di dalam risalah “asy-Syuyukh”.
Di dalamnya juga ada prosa yang disusun oleh Ustadz Badiuzzaman sendiri yang menyerupai puisi, akan tetapi ia bukan puisi, karena yang banyak diperhatikan adalah makna, bukan wazan dan qafiyahnya.
Dan meskipun Ustadz Badiuzzaman berasal dari bangsa Kurdi, akan tetapi beliau tidak menulis satu paragraf lengkap dalam bahasa Kurdi, karena waktu itu bahasa Turki adalah bahasa kerajaan dan tanah jajahannya serta bahasa peradaban Othmaniyah.
Apakah di dalam risalah-risalah an-Nur ada pengulangan?
Tidak syak lagi bahwa pembahasan mengenai satu judul di dalam 130 risalah selama masa dua puluh lima tahun terdapat di dalamnya pengulangan dalam suatu bentuk atau lainnya. Akan tetapi pengulangan di dalam risalah-risalah an-Nur itu jarang sekali dirasakan oleh orang, karena judul yang diulang ditambah dengan makna baru atau disuguhkan dengan cara yang baru atau dilihat dari sudut lain atau diwarnai dengan warna baru sehingga menghilangkan rasa bosan. Dan barangkali inilah rahasia yang tersembunyi disebalik pengulangan ayat-ayat al-Quran.66
Adapun mengenai perujukan, maka tidak ada suatu risalah pun kecuali di dalamnya pasti ada perujukan kepada risalah lainnya yang telah membentangkan judul tersebut dengan bentuk lain secara globel atau terperinci atau penjelasan terhadap satu pokok darinya. Demikianlah kita melihat banyak sekali perujukan di dalam risalah-risalah an-Nur sehingga membuatnya seolah-olah satu risalah.
No Voice