Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 99
(1-144)
Kerangka seluruh risalah ini adalah pembahasan-pembahasan mengenai keimana dan masalah-masalah yang berkenaan dengan rukun iman, serta keistimewaan dan jalan-jalannya, kecuali yang terakhir, yaitu Sualar, yang mencakup di samping pembahasan-pembahasan tersebut, masalah pembelaan Ustadz Badiuzzaman dan beberapa muridnya di depan pelbagai pengadilan.
Dan di sana ada lampiran-lampiran yang dilampirkan – beberapa waktu kemudian – dengan risalah-risalah tersebut, yaitu:
1. Mulhaq/ Lampiran Barla, sebnyak 210 halaman.
2. Mulhaq/ Lampiran Katamonu, sebanyak 204 halaman.
3. Mulhaq/ Lampiran Emirdag, dalam dua juz, sebnayk 284 dan 220 halaman.
Lampiran-lampiran ini adalah kumpulan risalah bimbingan di dalam bentuk khidmat untuk al-Quran al-karim di dalam pelbagai kondisi dan peringkatnya. Dan ia juga bimbingan di dalam pelbagai masalah yang dihadapi oleh individu Muslim di dalam dakwahnya, di mana Ustadz memberikannya secara sembunyi-sembunyi dari penjara.
Dan di sana ada beberapa risalah di dalam masalah-masalah Islam yang rumit atau untuk memperkuat jama’ah yang beriman, di mana Ustadz tidak suka jika ia disebarkan dikalangan orang-orang yang tidak layak untuk membacanya, akan tetapi pengawasan dan pemeriksaan serta pengadilan membongkar risalah-risalah ini, sehingga sebagiannya dikumpulkan dengan lampiran-lampiran dan dicetak secara terpisah dalam satu jilid seperti “Khatm at-Tasdiq al-Ghaibi”, sebanyak 220 halaman. Ia merupakan beberapa judul dan risalah untuk menguatkan orang-orang yang beriman di depan tentangan kekafiran dan kesesatan yang disarikan dari ayat-ayat al-Quran, hadis Nabi, perkataan para imam, wali dan orang-orang yang saleh.
Dan di sana ada risalah-risalah lainnya di dalam buku-buku kecil seperti “Al-Madkhal ila an-Nur”, “Miftah li ‘alam an-Nur” yaitu risalah terakhir yang ditulis oleh Ustadz Badiuzzaman, “Al-Muhakamat”61, “Tarjamah al-hayah”62, “Sunuhat” dan “Munadharat”. Yang menarik perhatian adalah, bahwa di sana ada risalah-risalah yang hanya beberapa lembar halaman, dan ada pula satu buku lengkap yang dianggap satu risalah. Dan lampiran-lampiran yang terdiri dari empat jilid itu dianggap satu risalah, yaitu al-Maktub Kedua puluh tujuh. Perlu diketahui bahwa ini tidak ditulis secara berturut-turut, akan tetapi ia ditulis mulai tahun 1927M sampai tahun 1950M. Dan Ustadz menyuruh murid-muridnya untuk meletakkan risalah ini di “al-Lamaat” misalnya, dan meletakkan risalah lain di “ash-Shu’a at”, demikian seterusnya...dan dalam hal ini beliau juga mengambil pertimbangan murid-muridnya yang ikhlas,63 misalnya risalah pertama yang ditulis adalah “al-Hasyr” padahal ia adalah “al-Kalimah Kesepuluh”.
Adapun mengenai risalah-risalah dalam bahasa Arab, sebenarnya telah mendahului risalah-risalah yang telah disebutkan dalam bahasa Turki, karena penulisan dengan bahasa Arab terputus dengan tumbangnya kerajaan Othmaniyah, akan tetapi Ustadz Badiuzzaman mengumpulkan karangan-karangan Said Lama dengan risalah-risalah an-Nur dan menganggapnya sebagai benih dan cangkokan risalah-risalah an-Nur. “Isyarat al-I’jaz fi Madham al-Ijaz” yang dikarang ketika perang Dunia Pertama dianggap risalah “al-Maktub ketiga puluh”. Dan “Al-Mathnawi al-Arabi an-Nuri” yang merangkumi sebelas risalah dengan bahasa Arab dianggap oleh Ustadz “al-Lama’ah Ketiga puluh tiga”.64 Dan “al-Lama’ah Kedua puluh sembilan”, semuanya dalam bahasa Arab. Demikian pula “al-Hizb al-Akbar an-Nuri”.
No Voice