Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 97
(1-144)
Rahasia pengaruh yang mendalam terhadap semua anggota badan ini, dan selanjutnya pengeyangannya ialah, di dalam kekuatan luar biasa yang ada di dalam makna dan tujuannya karena “ia pada permulaannya berusaha untuk meyakinkan penulis sendiri kemudian berbicara dengan orang lain”. (88) Penulis tidak menulis sesuatu kecuali setelah ia benar-benar yakin dan puas dengannya, bahkan saksi-saksi hati telah bersaksi untuknya dan beliau menderita karenanya dengan penderitaan yang hebat. Jadi ia bukan sekadar nukilan dari beberapa sumber, dan ia bukan persepsi pikiran saja.
“Oleh sebab itu, pelajaran yang meyakinkan nafsu pengarang yang senantiasa mengajak kepada kejahatan dengan keyakinan yang cukup dan bisa menghilangkan bisikannya dengan sebersih-bersihnya, adalah pelajaran yang kuat tanpa syak lagi, dan ia juga murni, karena ia dapat menghalang arus kesesatan masa kini yang menjadikan kepribadian maknawi dengan bentuk-bentuk kelompoknya yang teratur, bahkan ia dapat menghadapinya dan mengalahkannya”(89)
Dengan demikian risalah-risalah an-Nur ini berbicara dengan jiwa manusia meskipun ia melampaui batas dan keras hati sehingga ia mampu mendesaknya untuk diam. Hal itu disebutkan di dalam mukadimah risalah “Al-Mathnawi al-Arabi an-Nuri”:
“Risalah ini sejenis tafsir persaksian atas beberapa ayat al-Quran. Masalah-masalah yang ada di dalamnya adalah bunga-bunga yang dipetik dari kebun al-Quran al-hakim, maka janganlah heran dengan kemusykilan, keglobalan dan keringkasan yang terdapat di dalam kata-katanya. Ulangi mentelaahnya sehingga terbuka bagimu rahasia pengulangan al-Quran seperti pada ayat:
“KepunyaanNyalah kerajaan langit dan bumi”, dan jangan takut terhadap pengingkaran jiwa, karena hawa nafsu saya yang senantiasa mengajak kepada kejahatan lagi ingkar dan sombong, tunduk dan patuh di bawah pengaruh hakekat-hakekat yang ada di dalam risalah ini. Bahkan setan saya yang terkutuk, menyerah dan mundur. Jadilah siapa yang kamu mau. Hawa nafsumu tidaklah melampaui batas dan lebih maksiat daripada hawa nafsuku, dan setanmu tidaklah lebih sesat dan sengsara daripada setanku”.(90)
Oleh karena itu risalah-risalah an-Nur menimbulkan rasa qana’ah pada diri murid-murid an-Nur dan menanamkan kepercaayaan yang mutlak terhadap rukun-rukun iman di dalam diri mereka sehingga “derajat qana’ah tumbuh pada diri murid-muridnya lebih banyak daripada yang tumbuh pada murid-murid aliran sufi yang dijamin oleh kedudukan tinggi pembimbing dan syaikh mereka. Hal itu karena di dalam risalah terdapat bukti-bukti pasti yang menjalar kepada orang lain dan memuaskan mereka, sementara qana’ah murid-murid tersebut hanya khas untuk mereka saja”.(91)
Ketika Ustadz Badiuzzaman – semoga Allah merahmatinya – ditanya, mengapa pembaca mendapat iman dan kepatuhan di dalam hatinya dan merasakan kerinduan yang terus-menerus dan segar ketika membaca risalah an-Nur, lebih banyak daripada apa yang didapatinya dari buku-buku lain?
Beliau menjawab: “Karangan-karangan kebanyakan para ulama yang terdahulu dan buku-buku lama karangan para wali yang saleh membahas tentang buah iman dan hasilnya serta limpahan ma’rifat Allah Ta’ala. Yang demikian itu karena di dalam zaman mereka tidak ada tentangan jelas dan serangan terbuka yang membongkar akar-akar iman dan dasar-dasarnya, karena dasar-dasar tersebut masih kuat dan kokoh. Adapun sekarang, di sana ada serangan berkelompok yang teroganisir terhadap rukun-rukun iman dan dasar-dasarnya. Buku-buku tersebut yang hanya berbicara dengan orang-orang yang beriman saja tidak bisa berdiri di depan arus kuat ini dan melawan serta menghalangnya. Sedang risalah-risalah an-Nur, karena ia adalah salah satu mukjizat al-Quran al-karim maka ia menyelamatkan iman dan membuktikannya dengan memberikan bukti-bukti yang jelas dan dalil-dalil yang banyak”.(92)
“Oleh sebab itu, pelajaran yang meyakinkan nafsu pengarang yang senantiasa mengajak kepada kejahatan dengan keyakinan yang cukup dan bisa menghilangkan bisikannya dengan sebersih-bersihnya, adalah pelajaran yang kuat tanpa syak lagi, dan ia juga murni, karena ia dapat menghalang arus kesesatan masa kini yang menjadikan kepribadian maknawi dengan bentuk-bentuk kelompoknya yang teratur, bahkan ia dapat menghadapinya dan mengalahkannya”(89)
Dengan demikian risalah-risalah an-Nur ini berbicara dengan jiwa manusia meskipun ia melampaui batas dan keras hati sehingga ia mampu mendesaknya untuk diam. Hal itu disebutkan di dalam mukadimah risalah “Al-Mathnawi al-Arabi an-Nuri”:
“Risalah ini sejenis tafsir persaksian atas beberapa ayat al-Quran. Masalah-masalah yang ada di dalamnya adalah bunga-bunga yang dipetik dari kebun al-Quran al-hakim, maka janganlah heran dengan kemusykilan, keglobalan dan keringkasan yang terdapat di dalam kata-katanya. Ulangi mentelaahnya sehingga terbuka bagimu rahasia pengulangan al-Quran seperti pada ayat:
“KepunyaanNyalah kerajaan langit dan bumi”, dan jangan takut terhadap pengingkaran jiwa, karena hawa nafsu saya yang senantiasa mengajak kepada kejahatan lagi ingkar dan sombong, tunduk dan patuh di bawah pengaruh hakekat-hakekat yang ada di dalam risalah ini. Bahkan setan saya yang terkutuk, menyerah dan mundur. Jadilah siapa yang kamu mau. Hawa nafsumu tidaklah melampaui batas dan lebih maksiat daripada hawa nafsuku, dan setanmu tidaklah lebih sesat dan sengsara daripada setanku”.(90)
Oleh karena itu risalah-risalah an-Nur menimbulkan rasa qana’ah pada diri murid-murid an-Nur dan menanamkan kepercaayaan yang mutlak terhadap rukun-rukun iman di dalam diri mereka sehingga “derajat qana’ah tumbuh pada diri murid-muridnya lebih banyak daripada yang tumbuh pada murid-murid aliran sufi yang dijamin oleh kedudukan tinggi pembimbing dan syaikh mereka. Hal itu karena di dalam risalah terdapat bukti-bukti pasti yang menjalar kepada orang lain dan memuaskan mereka, sementara qana’ah murid-murid tersebut hanya khas untuk mereka saja”.(91)
Ketika Ustadz Badiuzzaman – semoga Allah merahmatinya – ditanya, mengapa pembaca mendapat iman dan kepatuhan di dalam hatinya dan merasakan kerinduan yang terus-menerus dan segar ketika membaca risalah an-Nur, lebih banyak daripada apa yang didapatinya dari buku-buku lain?
Beliau menjawab: “Karangan-karangan kebanyakan para ulama yang terdahulu dan buku-buku lama karangan para wali yang saleh membahas tentang buah iman dan hasilnya serta limpahan ma’rifat Allah Ta’ala. Yang demikian itu karena di dalam zaman mereka tidak ada tentangan jelas dan serangan terbuka yang membongkar akar-akar iman dan dasar-dasarnya, karena dasar-dasar tersebut masih kuat dan kokoh. Adapun sekarang, di sana ada serangan berkelompok yang teroganisir terhadap rukun-rukun iman dan dasar-dasarnya. Buku-buku tersebut yang hanya berbicara dengan orang-orang yang beriman saja tidak bisa berdiri di depan arus kuat ini dan melawan serta menghalangnya. Sedang risalah-risalah an-Nur, karena ia adalah salah satu mukjizat al-Quran al-karim maka ia menyelamatkan iman dan membuktikannya dengan memberikan bukti-bukti yang jelas dan dalil-dalil yang banyak”.(92)
No Voice