Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 102
(1-144)
RISALAH APAKAH YANG TERBAIK?
Karena pembaca risalah-risalah an-Nur mendapatkan jawaban atas semua pertanyaan yang memenuhi pikiran dan akalnya, dan memperolehi jawaban atas semua bisikan serta keraguan yang disampaikan oleh setan jin dan manusia di dalam hati dan khayalnya, maka ketika membaca suatu risalah ia akan berkata kepada dirinya sendiri: “Seakan-akan ia ditulis untukku seorang. Ia adalah risalah terbaik yang pernah saya baca”. Kemudian ia berpindah kepada risalah lain dan mengatakan bahwa ini lebih baik, demikian seterusnya...sehingga semua risalah baginya adalah baik dan bagus sehingga ia tidak bisa membedakan antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi meskipun demikian, Ustadz Badiuzzaman – semoga Allah merahmatinya – telah menggabungkan sebelas hujah keimanan dengan sebelas masalah dari risalah “ath-Tahamrah” dalam satu kumpulan yang dinamakannya: “Asha Musa” untuk menghancurkan usaha penyihir kesesatan ilmiah dan menimbulkan sumber-sumber iman dengannya. Beliau juga menggabungkan “Al-Mu’jizat al-Quraniyyah” dan “Al-Mukjizat al-Ahmadiyyah” serta risalah “al-Hasyr” dalam satu kumpulan lain yang dinamakan “Dzul Fiqar” dan beliau memberi kata pengantar setiap kumpulan sebagai berikut:
“Di zaman yang aneh ini, sebagaimana orang yang beriman sangat membutuhkan kepada risalah-risalah an-Nur, dan pengajar sekolah-sekolah moden sangat memerlukan kepada “Asha Musa”, maka para ulama syariat dan demikian pula pengajar al-Quran al-karim sangat membutuhkan kepada “Dzul Fiqar”.
Dengan demikian beliau mengisyaratkan bahwa “Asha Musa” bisa dimanfaatkan oleh para mahasiswa, dan bahwa ulama syariat bisa mendapatkan apa yang mereka perlukan mereka di dalam “Dzul Fiqar”.
Beliau juga mempunyai kumpulan-kumpulan lain dalam masalah-masalah yang rumit di dalam akidah seperti qadha dan qadar, hikmah penciptaan manusia, alam, roh dan kehancuran alam. Kumpulan tersebut dinamakan “ath-Thalasim”.
Jadi murid an-Nur, setelah imannya kuat dan menetap di dalam hatinya karena kajiannya terhadap “al-Kalimat”, maka ia pindah kepada “al-Maktubat” untuk mendapatkan jawaban atas banyak persoalan atau untuk hidup bersama Rasulullah (s.a.w), kemudian pindah kepada “al-Lamaat” untuk hidup bersama para nabi (a.s), dan supaya waspada terhadap setan dan tipu dayanya serta kesesatan ilmu-ilmu moden sehingga naik pada akhirnya untuk merasakan makna-makna asma’ al-husna setelah mengambil bagiannya di dalam “al-Kalimat”.
Adapun jika dia merasa takut atau ragu-ragu di depan orang-orang yang sesat dan pengejaran mereka terhadapnya, maka ia harus membaca “asy-Syu’at” karena di dalamnya ada tauhid yang murni, hal Dajjal dan pembelaan Ustadz di dalam pengadilan-pengadilan. Dan karena peristiwa harian serta berjuang melawan nafsu dan manusia itu setiap hari senantiasa berubah, maka sudah tentu murid-murid an-Nur membutuhkan fiqih al-‘amal (pemahaman kerja). Oleh karena itu Ustadz telah mengarahkan risalah-risalahnya dalam hal ini kepada mereka dari penjara dan dalam pelbagai kondisi, dan mengerahkan mereka supaya bekerja terus-menerus dan bermusyawarat sesama mereka serta berwaspada terhadap tipu daya orang-orang yang sesat dan setan. Semua itu dan hal-hal lainnya dapat ditemukan oleh murid-murid an-Nur di dalam “Mulhaq”.
Ini bukan berarti bahwa murid an-Nur tidak pindah dari satu kumpulan kepada kumpulan kecuali setelah suatu peringkat, akan tetapi in berarti bahwa setiap risalah itu mempunyai rasanya yang tersendiri.
No Voice