Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 107
(1-144)
Poros semua masalah adalah asma’ al-husna (nama-nama Allah yang baik). Risalah-risalah an-Nur menyelesaikan semua problema dan masalah dengan nama-nama Allah yang suci ini, dan merubah dunia menjadi medan ujian dan kerja, dan meletakkan pada tangan manusia tolok ukur al-Quran yang teliti supaya ia menggunakannya untuk mengukur semua perkara dengannya. Dari sini semua ilmu alam menjadi alat dan lisan yang mengatakan keesaan dan jendela untuk menengok akhirat.
“Jika pencapaian akidah yang murni dan iman yang lengkap serta hakekat-hakekat yang asli – dahulunya – terbatas pada aliran-aliran fiqih dan manhaj-manhajnya serta menghabiskan umur sebanyak lima belas tahun untuk hal itu, maka cara risalah-risalah an-Nur itu memendekkan jarak dan waktu, karena pencapaian hasil keimanan yang murni dan hakekat-hakekat keislaman yang bersih itu bisa ditempuh dalam waktu lima belas bulan saja, bahkan bisa juga dalam masa lima belas minggu sebagai ganti tahun-tahun yang panjang tersebut.
Dengan demikian, sudah menjadi keistimewaan risalah-risalah an-Nur “menggandakan langkah bukan menggandakan kaki”. Dan memang benar, orang yang senantiasa mentelaah risalah-risalah an-Nur dengan tekun dan pandangan luas akan dapat mentelaah risalah-risalah an-Nur dengan tekun dan sebagaimana ia menyelamatkan dirinya sendiri dari kehancuran, ia juga menjadi ulama pembimbing pada zaman ini”. (101)
Masalah qadha dan qadar misalnya, yang telah dibahas oleh para mutakallimun secara panjang lebar tanpa menghasilkan sesuatu darinya dan bahkan membingungkan pembaca dan pelajar serta membuat orang-orang mutaqlid mereka dibelakang mereka,kita melihat bahwa risalah “al-Qadar” yaitu “al-Kalimah Kedua puluh enam” dapat dipahami oleh orang tanpa susah dan sukar. Padahal ia tidak meninggalkan suatu persoalan yang datang kepada akal dan keraguan yang datang kepada hati kecuali pasti dijawabnya. Dan caranya dalam hal ini adalah cara baru. Indah dan kokoh, padahal ia adalah sederhana dan dapat diterima.
BERSAMA TASAWUF
Terkadang orang yang belum mentelaah risalah-risalah an-Nur mengira bahwa ia adalah risalah-risalah tasawuf dan bahwa Ustadz Badiuzzaman adalah salah seorang syaikh sufi dan jama’ah an-Nur adalah jama’ah para sufi. kesalahan ini timbul dari pencampuran antara zuhud dan tasawuf dan ketidakmampuan membedakan antara keduanya.
Ya, Ustadz Badiuzzaman memang seorang yang benar-benar zuhud, akan tetapi beliau bukan seorang sufi atau pemilik tarekat. Oleh kerana itu risalah-risalah an-Nur bukanlah risalah-risalah tasawuf, dan murid-muridnya bukan ahli sufi, karena Ustadz selalu mengatakan : “Zaman ini bukan zaman tasawuf dan tarekat, akan tetapi ia adalah zaman menyelamatkan iman”.
Dengan demikian jelaslah bahwa, tugas utama seorang Muslim pada zaman ini adalah menyelamatkan iman, bukan tasawuf. Beliau menerangkan hal itu dengan kata-katanya:
“Jika pencapaian akidah yang murni dan iman yang lengkap serta hakekat-hakekat yang asli – dahulunya – terbatas pada aliran-aliran fiqih dan manhaj-manhajnya serta menghabiskan umur sebanyak lima belas tahun untuk hal itu, maka cara risalah-risalah an-Nur itu memendekkan jarak dan waktu, karena pencapaian hasil keimanan yang murni dan hakekat-hakekat keislaman yang bersih itu bisa ditempuh dalam waktu lima belas bulan saja, bahkan bisa juga dalam masa lima belas minggu sebagai ganti tahun-tahun yang panjang tersebut.
Dengan demikian, sudah menjadi keistimewaan risalah-risalah an-Nur “menggandakan langkah bukan menggandakan kaki”. Dan memang benar, orang yang senantiasa mentelaah risalah-risalah an-Nur dengan tekun dan pandangan luas akan dapat mentelaah risalah-risalah an-Nur dengan tekun dan sebagaimana ia menyelamatkan dirinya sendiri dari kehancuran, ia juga menjadi ulama pembimbing pada zaman ini”. (101)
Masalah qadha dan qadar misalnya, yang telah dibahas oleh para mutakallimun secara panjang lebar tanpa menghasilkan sesuatu darinya dan bahkan membingungkan pembaca dan pelajar serta membuat orang-orang mutaqlid mereka dibelakang mereka,kita melihat bahwa risalah “al-Qadar” yaitu “al-Kalimah Kedua puluh enam” dapat dipahami oleh orang tanpa susah dan sukar. Padahal ia tidak meninggalkan suatu persoalan yang datang kepada akal dan keraguan yang datang kepada hati kecuali pasti dijawabnya. Dan caranya dalam hal ini adalah cara baru. Indah dan kokoh, padahal ia adalah sederhana dan dapat diterima.
BERSAMA TASAWUF
Terkadang orang yang belum mentelaah risalah-risalah an-Nur mengira bahwa ia adalah risalah-risalah tasawuf dan bahwa Ustadz Badiuzzaman adalah salah seorang syaikh sufi dan jama’ah an-Nur adalah jama’ah para sufi. kesalahan ini timbul dari pencampuran antara zuhud dan tasawuf dan ketidakmampuan membedakan antara keduanya.
Ya, Ustadz Badiuzzaman memang seorang yang benar-benar zuhud, akan tetapi beliau bukan seorang sufi atau pemilik tarekat. Oleh kerana itu risalah-risalah an-Nur bukanlah risalah-risalah tasawuf, dan murid-muridnya bukan ahli sufi, karena Ustadz selalu mengatakan : “Zaman ini bukan zaman tasawuf dan tarekat, akan tetapi ia adalah zaman menyelamatkan iman”.
Dengan demikian jelaslah bahwa, tugas utama seorang Muslim pada zaman ini adalah menyelamatkan iman, bukan tasawuf. Beliau menerangkan hal itu dengan kata-katanya:
No Voice