Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 109
(1-144)
Dengan demikian murid an-Nur telah mendapatkan keyakinan di dalam dakwahnya terhadap manusia kepada iman. Ia tidak bisa dipalingkan oleh dakwah-dakwah lainnya seperti tasawuf dan lainnya meskipun mereka banyak yang benar.
“Apa yang kita lihat dari hasil khidmat dan usaha kita di dalam memperkokohkan iman dan merealisasikannya di dalam hati, cukup untuk memberi kita qana’ah yang sempurna sehingga jika tampak orang yang mempunyai kedudukan sepuluh qutub daripada qutub-qutub Sufi dan mampu membawa ribuan manusia kepada martabat kewalian tasawuf, maka pekerjaannya ini tidak kurang dari kepentingan pekerjaan kita dan nilai serta buahnya sedikitpun. Kita yakin dan sadar sepenuhnya akan hasil pekerjaan kita” (105)
Dan “al-Maktub Kedua puluh sembilan”72 membahas judul kewalian dan tasawuf ini dari berbagai aspeknya, dan menerangkan bahwa hati itu mempunyai bidangnya sebagaimana akal itu mempunyai bidangnya, dan bahwa pekerjaan hati itu adalah dengan zikir dan tafakur, dan bahwa sebaik-baik tarekat adalah mengikuti sunnah Nabi, dan bahwa asas terpenting kewalian adalah keikhlasan, dan bahwa kekuatan yang hebat itu adalah rasa cinta. Dan karena dunia ini adalah tempat bekerja dan berusaha dan bukan tempat pembalasan dan pahala, maka kelazatan dan keenakan di dalamnya tidak dicari, dan kekeramatan itu bukan tujuan. Oleh sebab itu perlu komitmen terhadap syariat karena hakekat dan tarekat hanyalah wasilah untuk berkhidmat bagi syariat.
Kemudian ia menerangkan delapan kesilapan tarekat-tarekat sufi dan menjawab di dalam judul lain yang terpisah atas orang-orang yang mengatakan wahdatul wujud dengan hujah yang kuat dan logis yang dapat diterima oleh semua orang.
Dan karena seseorang itu bisa masuk ke dalam suatu jama’ah – antara lain jama’ah sufi – padahal ia bukan anggotanya, maka hak orang yang menghalang kekafiran dan kefasikan serta mengangkat bendera iman di dalam kondisi yang sangat genting dan mmeperbaharui himmah dan kemauan kaum Muslimin tidak boleh diabaikan. Mereka menerangi jalan di depan generasi penerus mereka itu seperti Imam Ghazali, Imam Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi ar-Rabbani, Imam Syah an-Naqsyabandi, syaikh Abdul Kadir al-Kailani dan lainnya dengan alasan banyak kesalahan yang terdapat pada kelompok yang menamakan dirinya sebagai ahli sufi.
Oleh sebab itu, risalah-risalah an-Nur menyebutkan nama para tokoh pembaharu itu dengan penghormatan yang layak dengan martabat dan kedudukan mereka. Kemudian risalah-risalah an-Nur tidak menyebutkan tasawuf itu dengan celaan atau pujian secara umum, akan tetapi ia menudingkan tuduhan kepada perkara-perkara yang menyalahi kaedah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan dalam masa yang sama menyambut kepahlawanan maknawi yang mengagumkan dan khidmat mulia yang mereka persembahkan di dalam medan iman dan penyebaran Islam. Itu sesuai dengan keadilan Ilahi yang menimbang semua manusia pada hari pengumpulan di padang mahsyar, yaitu penimbangan kebaikan dan kejelekan dari segi berat dan jenisnya, karena sebarang kebaikan dari jenis yang istimewa – meskipun sedikit – terkadang bisa menghapuskan kejelekan yang banyak sekali.
“Apa yang kita lihat dari hasil khidmat dan usaha kita di dalam memperkokohkan iman dan merealisasikannya di dalam hati, cukup untuk memberi kita qana’ah yang sempurna sehingga jika tampak orang yang mempunyai kedudukan sepuluh qutub daripada qutub-qutub Sufi dan mampu membawa ribuan manusia kepada martabat kewalian tasawuf, maka pekerjaannya ini tidak kurang dari kepentingan pekerjaan kita dan nilai serta buahnya sedikitpun. Kita yakin dan sadar sepenuhnya akan hasil pekerjaan kita” (105)
Dan “al-Maktub Kedua puluh sembilan”72 membahas judul kewalian dan tasawuf ini dari berbagai aspeknya, dan menerangkan bahwa hati itu mempunyai bidangnya sebagaimana akal itu mempunyai bidangnya, dan bahwa pekerjaan hati itu adalah dengan zikir dan tafakur, dan bahwa sebaik-baik tarekat adalah mengikuti sunnah Nabi, dan bahwa asas terpenting kewalian adalah keikhlasan, dan bahwa kekuatan yang hebat itu adalah rasa cinta. Dan karena dunia ini adalah tempat bekerja dan berusaha dan bukan tempat pembalasan dan pahala, maka kelazatan dan keenakan di dalamnya tidak dicari, dan kekeramatan itu bukan tujuan. Oleh sebab itu perlu komitmen terhadap syariat karena hakekat dan tarekat hanyalah wasilah untuk berkhidmat bagi syariat.
Kemudian ia menerangkan delapan kesilapan tarekat-tarekat sufi dan menjawab di dalam judul lain yang terpisah atas orang-orang yang mengatakan wahdatul wujud dengan hujah yang kuat dan logis yang dapat diterima oleh semua orang.
Dan karena seseorang itu bisa masuk ke dalam suatu jama’ah – antara lain jama’ah sufi – padahal ia bukan anggotanya, maka hak orang yang menghalang kekafiran dan kefasikan serta mengangkat bendera iman di dalam kondisi yang sangat genting dan mmeperbaharui himmah dan kemauan kaum Muslimin tidak boleh diabaikan. Mereka menerangi jalan di depan generasi penerus mereka itu seperti Imam Ghazali, Imam Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi ar-Rabbani, Imam Syah an-Naqsyabandi, syaikh Abdul Kadir al-Kailani dan lainnya dengan alasan banyak kesalahan yang terdapat pada kelompok yang menamakan dirinya sebagai ahli sufi.
Oleh sebab itu, risalah-risalah an-Nur menyebutkan nama para tokoh pembaharu itu dengan penghormatan yang layak dengan martabat dan kedudukan mereka. Kemudian risalah-risalah an-Nur tidak menyebutkan tasawuf itu dengan celaan atau pujian secara umum, akan tetapi ia menudingkan tuduhan kepada perkara-perkara yang menyalahi kaedah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan dalam masa yang sama menyambut kepahlawanan maknawi yang mengagumkan dan khidmat mulia yang mereka persembahkan di dalam medan iman dan penyebaran Islam. Itu sesuai dengan keadilan Ilahi yang menimbang semua manusia pada hari pengumpulan di padang mahsyar, yaitu penimbangan kebaikan dan kejelekan dari segi berat dan jenisnya, karena sebarang kebaikan dari jenis yang istimewa – meskipun sedikit – terkadang bisa menghapuskan kejelekan yang banyak sekali.
No Voice