Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 113
(1-144)
BERSAMA FALSAFAH
Orang-orang yang sesat dan ingkar senantiasa bersandar kepada dasar-dasar yang merusak daripada falsafah alam kebendaan. Mereka membohongi sebagian kaum Muslimin bahwa mereka mempunyai dasar-dasar ilmiah yang mereka sandari untuk menghalang hakekat-hakekat Islam.
Oleh sebab itu, kita melihat risalah-risalah an-Nur membuat serangan sengit dan terus menerus terhadap pemikiran, kata-kata dan dasar-dasar merusak yang disandari oleh para pendukung kebandaan. Ia tidak cukup dengan memberikan beberapa bukti akan tetapi membentangkan bukti demi bukti dan ditambahnya dengan contoh yang banyak dan beraneka ragam sehingga anda melihat bahwa jalan yang dilalui oleh orang-orang yang ingkar dari kalangan para pendukung kebendaan adalah jauh sekali dari yang diterima oleh logika dan akal, bahkan ia ditolak oleh akal yang sehat dan bahwa ia hanyalah khurafat yang tolol.
Cara risalah-risalah an-Nur dalam hal ini adalah dengan langkah-langkah logis dan masuk akal. Umpamanya disebutkan dalam mukadimah risalah “ath-Thabi’ah”:76
“Wahai manusia!
Ketahuilah bahwa di sana ada kata-kata dahsyat, yang berbau kekafiran, yang busuk menjijikkan, yang keluar dari mulut orang-orang, dan diulang-ulang oleh orang-orang yang beriman tanpa mereka sadari bahaya apa yang mereka katakan itu. Akan kami terangkan tiga daripadanya yang paling berbahaya:
Pertama: Kata-kata mereka tentang sesuatu: “Ia dijadikan oleh sebab” yakni bahwa sebab itulah yang menjadikan sesuatu yang tertentu.
Kedua: Kata-kata mereka tentang sesuatu: “Ia berbentuk dengan sendirinya” yakni bahwa sesuatu itu berbentuk dengan kehendaknya sendiri dan menjadikan dirinya sendiri dan berakhir dengan gambar terakhirnya itu.
Ketiga: Kata-kata mereka tentang sesuatu: “Ia dituntut oleh alam” yakni bahwa sesuatu itu biasa dan alamiah yang menjadikannya dan menuntutnya...”.
Kemudian risalah-risalah an-Nur menyebutkan usaha-usaha tersebut dan menerangkannya dengan memberikan contoh-contoh ilmiah yang beraneka ragam sehingga tidak meninggalkan sedikitpun keraguan dan waswas di dalam hati dan akal. Demikianlah pembaca merasakan gaya bahasa ilmiah yang logis dan kokoh serta dialog yang tenang bersahaja.
Dan sebagaimana kami sebutkan di dalam gaya bahasa pengecualian, risalah-risalah an-Nur tidak menyerang falsafah secara mutlak akan tetapi ia mengecualikan yang bermanfaat darinya. Di dalam mukadimah “al-Madkhal ila an-Nur” disebutkan:
“Sesungguhnya pukulan yang dilayangkan oleh risalah ini terhadap falsafah adalah falsafah yang berbahaya bagi manusia dan yang memusuhi agama, dan bukan jenis falsafah yang bersikap bersahabat dengannya dan bermanfaat bagi manusia”.(113)
Pembahas falsafah harus mendalaminya dan meneliti akarnya yang bercabang-cabang, karena kalau tidak demikian, pembahasan yang hanya mengambil kulitnya dan contoh-contoh sederhana itu tidak dinamakan pembahasan yang kokoh atau ilmiah. Risalah “Ana” misalnya, adalah contoh yang bagus sekali atas apa yang kami katakan. Ia adalah risalah berharga sekali, karena di dalamnya ada analisa yang teliti terhadap semua akar falsafah dan perbandingannya dengan agama-agama dan kenabian.
No Voice