Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 68
(1-144)
PENGEJARAN SAMPAI MATI
Ketika polisi yang ditugasi mengawasi Ustadz menyaksikan keberangkatannya, dia segera memberitahu kantor polisi pusat. Para petugas keamanan sangat geram dengan hal itu. Mereka memanggil salah seorang murid Ustadz dan menghujaninya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi: “Kenapa Ustadz kalian pergi? Dan hendak kemana? Kenapa kalian tidak memberitahu kami? Dst”
Murid tersebut mengaku tidak tahu arah tujuan Ustadz. Katanya mungkin beliau menuju ke Igridir.
Telegram, telefon dan sistem perhubungan lain di antara pelbagai pusat keamanan di kota-kota Turki mulai digunakan untuk saling mengontak. Seakan-akan seseorang yang membahayakan telah lolos dari penjara. Ciri-ciri mobil dan nomernya diberikan kepada seluruh pos-pos polisi dan tempat-tempat pemeriksaan.
Cuaca waktu itu hujan. Murid-murid Ustadz sengaja menutupi nomer mobil dengan tanah liat supaya tidak ketahuan. Mobil meluncur cepat menuju ke Urfa. Dan setelah perjalanan jauh yang meletihkan di dalam cuaca ribut, akhirnya mereka sampai di Urfa pada tanggal 21 Maret. Mereka tinggal di hotel Apac Palace. Setelah ketahuan, polisi segera mengepung hotel dan salah seorang daripada mereka masuk dan memberitahu Ustadz – yang sedang sakit di atas kasur – bahwa beliau harus segera meninggalkan kota ini dan kembali ke Sparte. Perintah tersebut datang dari menteri dalam negeri sendiri. Dialog berlangsung seperti berikut:
Polisi: ini ada perintah dari menteri dalam negeri yang mewajibkan kamu pergi ke Sparte.
Badiuzzaman: Kamu aneh. Saya datang ke sini bukan untuk meninggalkannya lagi. Barangkali saya nanti mati. Tidakkah kamu melihat kondisiku? Beliau menoleh kepada murid-muridnya dan berkata: Terangkan kondisiku.
Ketiga-tiga murid tersebut lalu digiring ke pos polisi dan mereka diusut:
-Mengapa kalian datang ke sini? Siapa yang memberi kalian izin?
-Kami adalah pengikut Ustadz. Kami melaksanakan apa yang disuruhnya tanpa diskusi.
-Katakan kepada Ustadz kalian bahwa di sana ada perintah ketat dari penguasa tertinggi. Kalian harus meninggalkan Urfa segera dan kembali ke Sparte. Jika kalian tidak bisa pergi dengan mobil kalian, kami akan menyiapkan mobil ambulan.
-Beliau sedang sakit tenat. Beliau tidak sanggup berpergian sejauh dua puluh empat jam lagi.
-Kalian harus tetap pulang. Kami ada perintah dari menteri dalam negeri. Kalian harus meninggalkan Urfa sekarang juga.
-Kami tidak bisa mencampuri urusan Ustadz kami. Jika kalian mau maka katakanlah kepada beliau sendiri. Jika beliau menyuruh kami pergi, maka kami akan pergi.
Ketua polisi semakin berang:
-Apa maksud kalian?! Tidakkah kalian bisa menyuruhnya sedikitpun?
-Ya, kami tidak bisa.
Ketua polisi berteriak:
-Jika kalian terikat dengan Ustadz kalian maka saya pun terikat dengan ketua-ketua saya.
Saya beri kalian waktu dua jam untuk meninggalkan kota ini dan kembali ke Sparte.
Berita pengusiran Ustadz Badiuzzaman dari kota Urfa tersebar di kalangan penduduk. Hal ini membuat gelojak massa di antara para penduduk. Beribu-ribu penduduk berkumpul di sekitar hotel. Berita tersebut sampai kepada ketua cabang Partai Demokrasi di Urfa. Dia segera menemui ketua polisi dan berkata kepadanya:
-Jika kalian mengusir Ustadz Badiuzzaman dari sini maka kalian akan berhadapan denganku. Kalian tidak akan bisa menyentuhnya sedikitpun dan tidak bisa memindahnya selangkah pun karena beliau tamu kami.
-Saudara, perintah ini datang langsung dari atasan... dari kementerian sendiri. Oleh karena itu ia harus dirujukkan kembali.
-Bagaimana beliau bisa kembali? Tidakkah kalian melihat beliau dalam kondisi sakit tenat dan tidak bisa bergerak? Beliau datang ke sini sebagai tamu. Tindakan keras tidak perlu.
Ketika polisi yang ditugasi mengawasi Ustadz menyaksikan keberangkatannya, dia segera memberitahu kantor polisi pusat. Para petugas keamanan sangat geram dengan hal itu. Mereka memanggil salah seorang murid Ustadz dan menghujaninya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi: “Kenapa Ustadz kalian pergi? Dan hendak kemana? Kenapa kalian tidak memberitahu kami? Dst”
Murid tersebut mengaku tidak tahu arah tujuan Ustadz. Katanya mungkin beliau menuju ke Igridir.
Telegram, telefon dan sistem perhubungan lain di antara pelbagai pusat keamanan di kota-kota Turki mulai digunakan untuk saling mengontak. Seakan-akan seseorang yang membahayakan telah lolos dari penjara. Ciri-ciri mobil dan nomernya diberikan kepada seluruh pos-pos polisi dan tempat-tempat pemeriksaan.
Cuaca waktu itu hujan. Murid-murid Ustadz sengaja menutupi nomer mobil dengan tanah liat supaya tidak ketahuan. Mobil meluncur cepat menuju ke Urfa. Dan setelah perjalanan jauh yang meletihkan di dalam cuaca ribut, akhirnya mereka sampai di Urfa pada tanggal 21 Maret. Mereka tinggal di hotel Apac Palace. Setelah ketahuan, polisi segera mengepung hotel dan salah seorang daripada mereka masuk dan memberitahu Ustadz – yang sedang sakit di atas kasur – bahwa beliau harus segera meninggalkan kota ini dan kembali ke Sparte. Perintah tersebut datang dari menteri dalam negeri sendiri. Dialog berlangsung seperti berikut:
Polisi: ini ada perintah dari menteri dalam negeri yang mewajibkan kamu pergi ke Sparte.
Badiuzzaman: Kamu aneh. Saya datang ke sini bukan untuk meninggalkannya lagi. Barangkali saya nanti mati. Tidakkah kamu melihat kondisiku? Beliau menoleh kepada murid-muridnya dan berkata: Terangkan kondisiku.
Ketiga-tiga murid tersebut lalu digiring ke pos polisi dan mereka diusut:
-Mengapa kalian datang ke sini? Siapa yang memberi kalian izin?
-Kami adalah pengikut Ustadz. Kami melaksanakan apa yang disuruhnya tanpa diskusi.
-Katakan kepada Ustadz kalian bahwa di sana ada perintah ketat dari penguasa tertinggi. Kalian harus meninggalkan Urfa segera dan kembali ke Sparte. Jika kalian tidak bisa pergi dengan mobil kalian, kami akan menyiapkan mobil ambulan.
-Beliau sedang sakit tenat. Beliau tidak sanggup berpergian sejauh dua puluh empat jam lagi.
-Kalian harus tetap pulang. Kami ada perintah dari menteri dalam negeri. Kalian harus meninggalkan Urfa sekarang juga.
-Kami tidak bisa mencampuri urusan Ustadz kami. Jika kalian mau maka katakanlah kepada beliau sendiri. Jika beliau menyuruh kami pergi, maka kami akan pergi.
Ketua polisi semakin berang:
-Apa maksud kalian?! Tidakkah kalian bisa menyuruhnya sedikitpun?
-Ya, kami tidak bisa.
Ketua polisi berteriak:
-Jika kalian terikat dengan Ustadz kalian maka saya pun terikat dengan ketua-ketua saya.
Saya beri kalian waktu dua jam untuk meninggalkan kota ini dan kembali ke Sparte.
Berita pengusiran Ustadz Badiuzzaman dari kota Urfa tersebar di kalangan penduduk. Hal ini membuat gelojak massa di antara para penduduk. Beribu-ribu penduduk berkumpul di sekitar hotel. Berita tersebut sampai kepada ketua cabang Partai Demokrasi di Urfa. Dia segera menemui ketua polisi dan berkata kepadanya:
-Jika kalian mengusir Ustadz Badiuzzaman dari sini maka kalian akan berhadapan denganku. Kalian tidak akan bisa menyentuhnya sedikitpun dan tidak bisa memindahnya selangkah pun karena beliau tamu kami.
-Saudara, perintah ini datang langsung dari atasan... dari kementerian sendiri. Oleh karena itu ia harus dirujukkan kembali.
-Bagaimana beliau bisa kembali? Tidakkah kalian melihat beliau dalam kondisi sakit tenat dan tidak bisa bergerak? Beliau datang ke sini sebagai tamu. Tindakan keras tidak perlu.
No Voice