Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 79
(1-144)
KEEMPAT: KESUNGGUHAN AL-QURAN DAN PEMBICARAANNYA DENGAN SEMUA GOLONGAN
A. Pemeliharaan al-Quran terhadap kesungguhan, kesegaran, keanggunan dan kecergasannya adalah salah satu daripada mukjizat-mukjizatnya yang terbesar, karena al-Quran mempunyai “wajah” bagi setiap zaman yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan zaman itu, bahkan seolah-olah ia diturunkan khusus untuk zaman itu saja. Oleh sebab itu, tafsir yang paling baik untuk zaman ini adalah yang menguak wajah al-Quran tersebut yang menghadap ke zaman kita dan yang memberikan bukti-bukti tokoh untuk memenuhi kebutuhan zaman sekarang.
B. Ia juga harus berbicara dengan seluruh peringkat manusia, mulai dari orang awam sampai kepada orang-orang yang khusus dengan gaya bahasa yang mudah dan menarik, karena al-Quran tidak diturunkan untuk suatu golongan tertentu saja dan juga bukan untuk pengetahuan orang-orang tertentu saja. Oleh karena itu, penafsirannya juga harus mempunyai ciri yang sama sehingga semua orang dapat memanfaatkannya bagaimanapun peringkatnya, dan hendaknya ia memenuhi kebutuhan dan problema zamannya yang terpenting, serta hendaknya penafsiran tersebut tidak terbatas untuk suatu golongan tertentu saja sedang yang lain tidak bisa memanfaatkannya.
Barangkali hal ini adalah ciri yang paling menonjol di dalam risalah-risalah an-Nur, karena kita melihat ia berbicara dengan pelbagai golongan di sekitarnya. Semua orang – tanpa kecuali – menimba dari sumber al-Qurannya yang jernih, dan setiap orang mendapatkan kebutuhan dan apa yang dicarinya di sana tanpa susah payah, baik ia anak kecil atau orang dewasa, orang yang buta huruf atau ulama cendiakawan, orang laki-laki atau wanita...dst

KELIMA: KEPOSITIFAN DI DALAM PEMBUKTIAN
Dalil dan bukti yang dikemukakan oleh penafsir dan diajarkannya dalam membuktikan hakekat-hakekat iman dan al-Quran haruslah berupa dalil-dalil yang kuat dan bukti-bukti yang kokoh sehingga tidak bisa dicela atau dibantah selama-lamanya. Oleh sebab itu, tidak perlu bersandar kepada teori atau pendapat-pendapat ilmiah yang senantiasa berubah dengan perubahan zaman atau hanya dipahami oleh sebagian golongan saja. Dan seharusnya sesuatu judul tidak ditinggalkan tanpa bukti yang kokoh. Maka seorang penafsir seharusnya mengambil bagi dirinya kaedah “kepositifan di dalam pembuktian”. Mahkamah-mahkamah yang berjumlah lebih dari seribu – sedang risalah-risalah an-Nur merupakan sasaran serangan musuh – tidak mampu satu kalipun, ya satu kalipun, untuk mendapatkan kesempatan atau cacat cela – baik kecil maupun besar – pada dalil-dalilnya yang kuat, menonjol dan senantiasa menaklukkan itu.
No Voice