Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 80
(1-144)
KEENAM: BERBICARA DENGAN SEMUA ASPEK MANUSIA
Sebagaimana al-Quran berbicara dengan akal, jiwa dan perasaan sehingga ia bisa menerangkan dan memberi makna serta perhatian dengan cara yang sangat mudah, maka demikian pula seharusnya tafsirnya dapat masuk ke dalam diri kita yang paling dalam sehingga bisa menerangi akal, hati, jiwa, perasaan, nafsu dan lainnya. Tafsir al-Quran itu semestinya memberikan hawa nafsu yang senantiasa mengajak kepada kejelekan...bahkan bisa mengikat erat setan. Dan hal inilah yang didapatkan pembaca risalah-risalah an-Nur, yaitu kepuasan untuk semua aspek nafsu, kejiwaan, akal, fitrah, perasaannya dan lainnya, serta pengikatan setan, pengusiran godaannya dan pemeliharaan diri dari bisikan jahatnya.
KETUJUH : MEMBETULKAN TINGKAH LAKU
Sebagaimana kita ketahui, al-Quran telah merubah segenap masyarakat menjadi sebuah masyarakat yang baru dan menyelamatkan manusia dari sifat egoisme, keangkuhan dan sifat lainnya yang menghalang untuk mengetahui hakekat-hakekat. Dan sebagai gantinya ia telah menanamkan sifat-sifat yang tinggi lagi terpuji seperti rendah diri, pengorbanan dan lainnya.
Oleh sebab itu, tafsir al-Quran – dan juga penafsirnya sendiri- harus merubah tingkah laku individu dan meluruskan serta menyelamatkan dari sifat-sifat yang tercela. Dan sebenarnya realitas murid an-Nur yang hidup di dalam masyarakat tersebut – yang telah bersih dari kotoran kesesatan dan kemunafikan karena kuatnya hubungan hariannya dengan risalah-risalah an-Nur- tiada lain adalah bukti nyata pengaruh risalah-risalah an-Nur di dalam membetulkan tingkah laku.
KEDELAPAN: MENGIKUTI SUNNAH NABI (S.A.W)
Mengikut sunnah Nabi (s.a.w) baik dengan lian maupun perbuatan adalah jalan yang benar untuk sampai kepada jiwa makna-makna al-Quran al-karim yang tinggi. Tanpa sunnah, tidak mungkin sampai kepadanya dengan benar dan selamat. Oleh sebab itu, mengikuti sunnah Nabi (s.a.w) – dengan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah – adalah sesuatu yang asas bagi seorang penafsir. Seorang penafsir itu harus bertindak sesuai ilmunya, bertakwa, berzuhud, ikhlas, tabah dalam bekhidmat untuk agama, jujur, setia, berkorban, berhemat dan qana’ah.
Ringkasnya, hendaknya seorang penafsir itu- dengan risalah-risalah al-Qurannya – layak untuk memperolehi ‘ubudiyah yang murni, takwa yang besar, kekuatan suci Ilahi bagi cahaya risalah kenabian, sehingga benar-benar layak untuk dijuluki “Khadam al-Quran”.
Dan memang tampak bahwa semua murid an-Nur dan semua orang menyaksikan Ustadz Badiuzzaman dan bergaul dengannya, bersaksi bahwa beliau memiliki sifat-sifat yang mulia tersebut, bahkan musuh-musuh yang sengit pun, tak ada seorang pun di antara mereka yang dapat mencela sifat-sifat beliau yang mulia. Jadi dengan demikian, beliau telah memperolehi julukan yang mulia “Khadam al-Quran” dengan layak dan istimewa.
Sebagaimana al-Quran berbicara dengan akal, jiwa dan perasaan sehingga ia bisa menerangkan dan memberi makna serta perhatian dengan cara yang sangat mudah, maka demikian pula seharusnya tafsirnya dapat masuk ke dalam diri kita yang paling dalam sehingga bisa menerangi akal, hati, jiwa, perasaan, nafsu dan lainnya. Tafsir al-Quran itu semestinya memberikan hawa nafsu yang senantiasa mengajak kepada kejelekan...bahkan bisa mengikat erat setan. Dan hal inilah yang didapatkan pembaca risalah-risalah an-Nur, yaitu kepuasan untuk semua aspek nafsu, kejiwaan, akal, fitrah, perasaannya dan lainnya, serta pengikatan setan, pengusiran godaannya dan pemeliharaan diri dari bisikan jahatnya.
KETUJUH : MEMBETULKAN TINGKAH LAKU
Sebagaimana kita ketahui, al-Quran telah merubah segenap masyarakat menjadi sebuah masyarakat yang baru dan menyelamatkan manusia dari sifat egoisme, keangkuhan dan sifat lainnya yang menghalang untuk mengetahui hakekat-hakekat. Dan sebagai gantinya ia telah menanamkan sifat-sifat yang tinggi lagi terpuji seperti rendah diri, pengorbanan dan lainnya.
Oleh sebab itu, tafsir al-Quran – dan juga penafsirnya sendiri- harus merubah tingkah laku individu dan meluruskan serta menyelamatkan dari sifat-sifat yang tercela. Dan sebenarnya realitas murid an-Nur yang hidup di dalam masyarakat tersebut – yang telah bersih dari kotoran kesesatan dan kemunafikan karena kuatnya hubungan hariannya dengan risalah-risalah an-Nur- tiada lain adalah bukti nyata pengaruh risalah-risalah an-Nur di dalam membetulkan tingkah laku.
KEDELAPAN: MENGIKUTI SUNNAH NABI (S.A.W)
Mengikut sunnah Nabi (s.a.w) baik dengan lian maupun perbuatan adalah jalan yang benar untuk sampai kepada jiwa makna-makna al-Quran al-karim yang tinggi. Tanpa sunnah, tidak mungkin sampai kepadanya dengan benar dan selamat. Oleh sebab itu, mengikuti sunnah Nabi (s.a.w) – dengan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah – adalah sesuatu yang asas bagi seorang penafsir. Seorang penafsir itu harus bertindak sesuai ilmunya, bertakwa, berzuhud, ikhlas, tabah dalam bekhidmat untuk agama, jujur, setia, berkorban, berhemat dan qana’ah.
Ringkasnya, hendaknya seorang penafsir itu- dengan risalah-risalah al-Qurannya – layak untuk memperolehi ‘ubudiyah yang murni, takwa yang besar, kekuatan suci Ilahi bagi cahaya risalah kenabian, sehingga benar-benar layak untuk dijuluki “Khadam al-Quran”.
Dan memang tampak bahwa semua murid an-Nur dan semua orang menyaksikan Ustadz Badiuzzaman dan bergaul dengannya, bersaksi bahwa beliau memiliki sifat-sifat yang mulia tersebut, bahkan musuh-musuh yang sengit pun, tak ada seorang pun di antara mereka yang dapat mencela sifat-sifat beliau yang mulia. Jadi dengan demikian, beliau telah memperolehi julukan yang mulia “Khadam al-Quran” dengan layak dan istimewa.
No Voice