Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 81
(1-144)
KESEMBILAN: MENGATASI TEKANAN DAN KESULITAN
Penafsiran yang menerangkan masalah-masalah al-Quran atau syariat hendaknya tidak berada di bawah sebarang tekanan atau pengaruh sebarang pihak atau arus atau pribadi manapun. Dia tidak boleh – umpamanya- memberikan fatwa di bawah tekanan-tekanan tersebut. Dia harus memandang remeh masalah kematian, dan dia harus mempunyai kekuatan dan ketokohan iman serta keberanian yang Islami sehingga dia mampu menentang seluruh dunia ini seorang diri tanpa ragu-ragu atau takut.
Ya, orang yang menyebarkan risalah-risalah al-Quran pada masa yang sangat gawat, di mana hukuman mati dilaksanakan secara serentak, bahkan al-Quran al-karim hampir dibuang dan dipadamkan apinya serta penyebaran sebarang risalah mengenai agama dan permasalahannya dilarang sama sekali...ya, orang yang menyebarkan risalah-risalahnya dalam kondisi dan waktu semacam in benar-benar adalah seorang pembimbing yang handal, penafsir besar dan pemimpin berani yang sempurna Islamnya. Demikianlah realitas Ustadz Said Nursi, semoga Allah merahmatinya.
Ustadz Said Nursi menggambarkan risalah-risalahnya dengan kata-katanya: “Risalah-risalah an-Nur adalah bukti nyata al-Quran al-karim, dan tafsirannya yang bernilai. Ia adalah kilauan cahaya daripada kilauan-kilauan mukjizatnya yang maknawi, tetesan daripada tetesan laut itu, sinar daripada matahari itu, hakekat yang diilhami dari perbendaharaan ilmu, serta terjemahan maknawi yang muncul dari kurnianya”.(72)
“Ia bukan seperti karangan-karangan lain yang menukil dari pelbagai sumber ilmu dan pengetahuan. Ia tidak mempunyai sumber selain al-Quran dan tidak merujuk kecuali kepadanya, karena pengarangnya tidak ada sebarang rujukan di sisinya ketika menulisnya”.(73)
Jika ditanya: Bagaimana risalah-risalah an-Nur dianggap sebagai tafsir al-Quran al-karim padahal ia tidak menyerupai tafsir-tafsir yang ada?
Jawabnya: Tafsir itu ada dua macam:
Pertama: tafsir kata-kata dan kalimat yang ada di dalam ayat suci.
Lainnya: Pembukaan hakekat-hakekat keimanan di dalam al-Quran al-karim dengan diperkuat hujah yang kuat dan bukti yang jelas.
Dan telah terbukti dengan pengakuan ribuan ulama peneliti bahwa risalah an-Nur termasuk ke dalam bagian kedua ini, bahkan ia adalah tafsir yang paling berharga, cemerlang, lengkap dan paling banyak nilainya”.(74)
Pengarangnya sendiri senantiasa mengingatkan hal ini, bahwa risalah-risalah an-Nur adalah tafsir bagi makna-makna yang bermukjizat yang dibawa oleh al-Quran al-karim, yaitu:
“(Risalah-risalah an-Nur) bukan tarekat sufi, akan tetapi ia adalah hakekat. Ia adalah cahaya yang terpancar dari ayat-ayat al-Quran. Tidak di ambil dari ilmu-ilmu Timur dan pengetahuan-pengetahuan Barat, akan tetapi ia adalah mukjizat maknawai al-Quran al-karim yang khusus untuk zaman ini”.(75)
Ia adalah tafsir yang berlainan sama sekali dengan tafsir-tafsir lain, karena setiap tafsir ada zamannya. Tidak syak lagi bahwa sebuah tafsir yang dikarang pada zaman dahulu dan pada suatu masyarakat Islam tertentu, tidak menyerupai tafsir yang menghalang arus kesesatan pada zaman ini, karena tafsir-tafsir tersebut hanya mengajak berbicara dengan kaum Mukminin saja.
Penafsiran yang menerangkan masalah-masalah al-Quran atau syariat hendaknya tidak berada di bawah sebarang tekanan atau pengaruh sebarang pihak atau arus atau pribadi manapun. Dia tidak boleh – umpamanya- memberikan fatwa di bawah tekanan-tekanan tersebut. Dia harus memandang remeh masalah kematian, dan dia harus mempunyai kekuatan dan ketokohan iman serta keberanian yang Islami sehingga dia mampu menentang seluruh dunia ini seorang diri tanpa ragu-ragu atau takut.
Ya, orang yang menyebarkan risalah-risalah al-Quran pada masa yang sangat gawat, di mana hukuman mati dilaksanakan secara serentak, bahkan al-Quran al-karim hampir dibuang dan dipadamkan apinya serta penyebaran sebarang risalah mengenai agama dan permasalahannya dilarang sama sekali...ya, orang yang menyebarkan risalah-risalahnya dalam kondisi dan waktu semacam in benar-benar adalah seorang pembimbing yang handal, penafsir besar dan pemimpin berani yang sempurna Islamnya. Demikianlah realitas Ustadz Said Nursi, semoga Allah merahmatinya.
Ustadz Said Nursi menggambarkan risalah-risalahnya dengan kata-katanya: “Risalah-risalah an-Nur adalah bukti nyata al-Quran al-karim, dan tafsirannya yang bernilai. Ia adalah kilauan cahaya daripada kilauan-kilauan mukjizatnya yang maknawi, tetesan daripada tetesan laut itu, sinar daripada matahari itu, hakekat yang diilhami dari perbendaharaan ilmu, serta terjemahan maknawi yang muncul dari kurnianya”.(72)
“Ia bukan seperti karangan-karangan lain yang menukil dari pelbagai sumber ilmu dan pengetahuan. Ia tidak mempunyai sumber selain al-Quran dan tidak merujuk kecuali kepadanya, karena pengarangnya tidak ada sebarang rujukan di sisinya ketika menulisnya”.(73)
Jika ditanya: Bagaimana risalah-risalah an-Nur dianggap sebagai tafsir al-Quran al-karim padahal ia tidak menyerupai tafsir-tafsir yang ada?
Jawabnya: Tafsir itu ada dua macam:
Pertama: tafsir kata-kata dan kalimat yang ada di dalam ayat suci.
Lainnya: Pembukaan hakekat-hakekat keimanan di dalam al-Quran al-karim dengan diperkuat hujah yang kuat dan bukti yang jelas.
Dan telah terbukti dengan pengakuan ribuan ulama peneliti bahwa risalah an-Nur termasuk ke dalam bagian kedua ini, bahkan ia adalah tafsir yang paling berharga, cemerlang, lengkap dan paling banyak nilainya”.(74)
Pengarangnya sendiri senantiasa mengingatkan hal ini, bahwa risalah-risalah an-Nur adalah tafsir bagi makna-makna yang bermukjizat yang dibawa oleh al-Quran al-karim, yaitu:
“(Risalah-risalah an-Nur) bukan tarekat sufi, akan tetapi ia adalah hakekat. Ia adalah cahaya yang terpancar dari ayat-ayat al-Quran. Tidak di ambil dari ilmu-ilmu Timur dan pengetahuan-pengetahuan Barat, akan tetapi ia adalah mukjizat maknawai al-Quran al-karim yang khusus untuk zaman ini”.(75)
Ia adalah tafsir yang berlainan sama sekali dengan tafsir-tafsir lain, karena setiap tafsir ada zamannya. Tidak syak lagi bahwa sebuah tafsir yang dikarang pada zaman dahulu dan pada suatu masyarakat Islam tertentu, tidak menyerupai tafsir yang menghalang arus kesesatan pada zaman ini, karena tafsir-tafsir tersebut hanya mengajak berbicara dengan kaum Mukminin saja.
No Voice