Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 84
(1-144)
GAYA BAHASA
Meskipun risalah-risalah an-Nur membahas satu judul yaitu “iman”, akan tetapi ia tidak membahas masalah besar dan mendalam ini dengan gaya bahasa biasa dalam satu bentuk. Gaya bahasanya berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan judul-judulnya. Anda akan melihat gaya bahasa yang lemah lembut sekali, sehingga anda merasakan ia adalah bisikan hati atau tarikan nafas yang lembut. Dan anda akan melihat gaya bahasa ilmiah yang teliti dan kata-kata logis yang fitrah yang mengajak untuk berpikir dan merenungkan. Dan anda akan melihat di pembelaan – khususnya – gaya bahasa yang kuat dan tegas seperti ombak, seakan-akan peringatan untuk tentara.
Gaya bahasa dan suasana ini sebagiannya tidak terpisah dari sebagian yang lain. Anda akan mendapatinya di beberapa tempat dalam satu risalah sehingga akan menghirup bau bunga iman, pengerahan pemikiran, dorongan daya tafakur, penegakan ukuran ilmiah yang teliti dan rekreasi kejiwaan yang panjang. Akan tetapi gaya bahasanya sendiri berubah dari suatu judul kepada judul yang lain sesuai dengan orang yang diajak berbicara. Anda akan melihat risalah “an-Nawafidz”50 umpamanya, berbicara dengan orang-orang yang ingkar, dan orang Mukmin di dalamnya hanya sebagai pendengar. Sedang risalah “al-Mi’raj”51 berbicara dengan orang-orang yang beriman yang ragu-ragu terhadap mikraj sehingga mereka sukar menerimanya, dan orang yang benar-benar menolaknya hanya sebagai pendengar di dalam risalah ini. Jadi gaya bahasa pada masing-masing risalah ini tampak berbeda.
Di dalam mukadimah risalah “al-Mi’raj” disebutkan sebab jenis gaya bahasanya demikian: “Sesungguhnya mikraj itu adalah natijah yang datang setelah rukun-rukun iman dan asas-asasnya telah menetap di dalam hati. Ia adalah cahaya yang kilauannya itu diambil dari cahaya rukun-rukun iman. Tidak mungkin membuktikan mikraj untuk orang-orang yang ingkar terhadap rukun-rukun iman, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai agama dari kalangan orang-orang yang ingkar. Dan tidak mungkin pula membahasnya dengan orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak berkenalan dengan Rasulullah (s.a.w), serta tidak rela untuk beriman kepada malaikat dan wahyu. Karena asas-asas itu harus dibuktikan terlebih dahulu.
Oleh sebab itu, maka kami mengambil orang yang diajak berbicara di sini ialah: orang yang beriman yang sukar menerima mikraj dan yang ragu-ragu, dan kami juga membentangkan sedikit dari waktu ke waktu untuk pendengar yang ingkar”.
Yang mengagumkan dari gaya bahasa risalah-risalah an-Nur ialah, meskipun ada kesatuan yang erat antara paragraf-paragraf pembahasannya di setiap risalah, akan tetapi setiap paragrafinya memberikan kepada anda makna yang sempurna sehingga anda mampu memahaminya sendirian dan dapat mengambil manfaatnya tanpa merujuk kepada asal judul. Dan meskipun semua judul terpintal dengan jalinan yang mengagumkan dan tersusun dengan susunan yang rapi, akan tetapi membaca sebarang risalah atau paragrafnya cukup memenuhi kebutuhan pembaca meskipun ia tidak mengerahkan seluruh usahanya atau menghabiskan waktu yang panjang untuk merampungkan semua yang ada di dalam risalah atau kumpulan risalah. Dan meskipun pembaca merasakan gaya bahasanya yang lancar, maknanya yang dalam, daya khayalnya yang luas, akan tetapi seringkali ia akan berhenti pada suatu kalimat dan ia tidak akan meninggalkannya tanpa mengulanginya sekali lagi kata demi katanya. Rahasianya bisa kita dengarkan sendiri dari pengarangnya ketika beliau menggambarkan keadaan jihadnya terhadap nafsu di dalam mukadimah buku “al-Mathnawi al-Arabi an-Nuri”:
No Voice