Biografi Bediüzzaman Said Nursi | Biografi Bediüzzaman Said Nursi | 89
(1-144)
Saya telah berbicara di dalam perjalanan kejiwaan tersebut dengan kepribadian maknawi Eropa setelah saya mengecualikan kebaikan peradaban dan manfaat ilmu-ilmu yang berguna. Saya ajukan pembicaraan saya itu kepada kepribadian tersebut yang dituntun oleh falsafah yang membahayakan lagi remeh dan peradaban yang rusak lagi bodoh. Saya berkata kepadanya:
“Hai Eropa yang kedua! Ketahuilah baik-baik bahwa kamu telah membawa di tangan kananmu falsafah yang menyesatkan lagi sakit, dan ditangan kirimu peradaban yang membahayakan lagi bodoh, lalu kamu mengaku bahwa: “kebahagian manusia adalah dengan keduanya”. Semoga tanganmu lumpuh. Sejelek-jelek hadiah adalah hadiahmu. Biarlah ia menjadi hukuman bagimu dan ia memang akan menjadi demikian.
Hai jiwa buruk yang menyebarkan kekafiran dan keingkaran, mungkinkah manusia bisa bahagia hanya karena memiliki harta yang banyak, bermegah-megahan dengan hiasan menyolok yang menipu, sedangkan dia terkena musibah yang sangat besar pada jiwa, perasaan, akal dan hatinya? Mungkinkah kita mengatakan bahwa dia orang yang berbahagia ? Tidakkah kamu melihat bahwa orang yang putus asa karena suatu perkara remeh dan putus harapan karena angan-angan imajinasi serta salah kira karena pekerjaan yang tak berarti, bagaimana khayalnya yang manis berubah menjadi pahit getir, dan bagaimana ia tersiksa dengan keadaan di sekitarnya yang nyaman, sehingga dunia terasa sempit – seperti penjara – padahal ia adalah luas ?! bagaimana dengan orang yang terkena – dengan kesialanmu – pukulan kesesatan di dalam hati dan jiwanya yang paling dalam sehingga terputuslah – dengan kesesatannya itu – semua angan-angannya dan melebarlah semua kesakitannya, maka kebahagiaan apakah yang engkau jamin untuk orang yang malang lagi sengsara ini? Bisakah orang yang jiwa dan hatinya tersiksa di neraka Jahannam, dan badannnya saja yang di sorga palsu dan fana, disebut sebagai orang yang berbahagia? Kamu telah merusak manusia – hai jiwa yang buruk – sehingga mereka sengsara karena ajaran-ajaranmu dan mereka merasakan siksaan yang pedih karena ajaran-ajaranmu dan mereka merasakan siksaan yang pedih karena kamu memberi mereka siksaan neraka di dalam kenikmatan sorga palsu...”(80)
Itulah dialog ringkas dan teliti yang menerangkan bagaimana peradaban Barat yang merusak menyesatkan manusia dan menjatuhkannya kepada kehancuran.
Adapun mengenai proses pencabutan dan pengecualian di dalam falsafah, maka kami pilihkan teks yang ada di dalam mukadimah buku “Asha Musa” (Tongka Musa) sebagai berikut:
“Adapun falsafah yang diserang oleh risalah-risalah an-Nur dan dipukulnya dengan pukulan yang kuat ialah, falsafah yang membahayakan saja dan bukan falsafah secara mutlak. Yang demikian itu karena bagian hikmah dari falsafah yang berkhidmat untuk kehidupan sosial manusia dan membantu akhlak dan moral kemanusiaan serta mendorong kepada perkembangan industri itu selaras dan bersesuaian dengan al-Quran, dan bahkan ia berkhidmat untuk hikmah al-Quran. Ia tidak berlawanan dengan al-Quran dan tidak mungkin ia bisa demikian. Oleh sebab itu, risalah-risalah an-Nur tidak membahas falsafah bagian ini.
Adapun bagian kedua dari falsafah, maka sebagaimana ia menjadi jalan untuk jatuh ke dalam kesesatan, pengingkaran dan lembah busuk falsafah alam, ia juga mengakibatkan kebodohan, permainan, kelalaian, kesesatan dan menyanggah – dengan kehebatannya yang seperti sihir – hakekat-hakekat mukjizat al-Quran al-karim.
Oleh sebab itu, risalah-risalah an-Nur membahas jenis falsafah yang sesat ini pada sebagian besar bagian-bagiannya dengan membuat ukuran yang teliti dan memberikan bukti-bukti yang kokoh lalu memukulnya dengan pukulan-pukulan kuat, dan dalam masa yang sama ia tidak menoleh kepada jenisnya yang bermanfaat.
Oleh sebab itu, murid-murid sekolah moden tidak menyanggah risalah-risalah an-Nur bahkan mereka bergabung – dan memang seharusnya mereka bergabung di bawah panjinya tanpa ragu-ragu”.
“Hai Eropa yang kedua! Ketahuilah baik-baik bahwa kamu telah membawa di tangan kananmu falsafah yang menyesatkan lagi sakit, dan ditangan kirimu peradaban yang membahayakan lagi bodoh, lalu kamu mengaku bahwa: “kebahagian manusia adalah dengan keduanya”. Semoga tanganmu lumpuh. Sejelek-jelek hadiah adalah hadiahmu. Biarlah ia menjadi hukuman bagimu dan ia memang akan menjadi demikian.
Hai jiwa buruk yang menyebarkan kekafiran dan keingkaran, mungkinkah manusia bisa bahagia hanya karena memiliki harta yang banyak, bermegah-megahan dengan hiasan menyolok yang menipu, sedangkan dia terkena musibah yang sangat besar pada jiwa, perasaan, akal dan hatinya? Mungkinkah kita mengatakan bahwa dia orang yang berbahagia ? Tidakkah kamu melihat bahwa orang yang putus asa karena suatu perkara remeh dan putus harapan karena angan-angan imajinasi serta salah kira karena pekerjaan yang tak berarti, bagaimana khayalnya yang manis berubah menjadi pahit getir, dan bagaimana ia tersiksa dengan keadaan di sekitarnya yang nyaman, sehingga dunia terasa sempit – seperti penjara – padahal ia adalah luas ?! bagaimana dengan orang yang terkena – dengan kesialanmu – pukulan kesesatan di dalam hati dan jiwanya yang paling dalam sehingga terputuslah – dengan kesesatannya itu – semua angan-angannya dan melebarlah semua kesakitannya, maka kebahagiaan apakah yang engkau jamin untuk orang yang malang lagi sengsara ini? Bisakah orang yang jiwa dan hatinya tersiksa di neraka Jahannam, dan badannnya saja yang di sorga palsu dan fana, disebut sebagai orang yang berbahagia? Kamu telah merusak manusia – hai jiwa yang buruk – sehingga mereka sengsara karena ajaran-ajaranmu dan mereka merasakan siksaan yang pedih karena ajaran-ajaranmu dan mereka merasakan siksaan yang pedih karena kamu memberi mereka siksaan neraka di dalam kenikmatan sorga palsu...”(80)
Itulah dialog ringkas dan teliti yang menerangkan bagaimana peradaban Barat yang merusak menyesatkan manusia dan menjatuhkannya kepada kehancuran.
Adapun mengenai proses pencabutan dan pengecualian di dalam falsafah, maka kami pilihkan teks yang ada di dalam mukadimah buku “Asha Musa” (Tongka Musa) sebagai berikut:
“Adapun falsafah yang diserang oleh risalah-risalah an-Nur dan dipukulnya dengan pukulan yang kuat ialah, falsafah yang membahayakan saja dan bukan falsafah secara mutlak. Yang demikian itu karena bagian hikmah dari falsafah yang berkhidmat untuk kehidupan sosial manusia dan membantu akhlak dan moral kemanusiaan serta mendorong kepada perkembangan industri itu selaras dan bersesuaian dengan al-Quran, dan bahkan ia berkhidmat untuk hikmah al-Quran. Ia tidak berlawanan dengan al-Quran dan tidak mungkin ia bisa demikian. Oleh sebab itu, risalah-risalah an-Nur tidak membahas falsafah bagian ini.
Adapun bagian kedua dari falsafah, maka sebagaimana ia menjadi jalan untuk jatuh ke dalam kesesatan, pengingkaran dan lembah busuk falsafah alam, ia juga mengakibatkan kebodohan, permainan, kelalaian, kesesatan dan menyanggah – dengan kehebatannya yang seperti sihir – hakekat-hakekat mukjizat al-Quran al-karim.
Oleh sebab itu, risalah-risalah an-Nur membahas jenis falsafah yang sesat ini pada sebagian besar bagian-bagiannya dengan membuat ukuran yang teliti dan memberikan bukti-bukti yang kokoh lalu memukulnya dengan pukulan-pukulan kuat, dan dalam masa yang sama ia tidak menoleh kepada jenisnya yang bermanfaat.
Oleh sebab itu, murid-murid sekolah moden tidak menyanggah risalah-risalah an-Nur bahkan mereka bergabung – dan memang seharusnya mereka bergabung di bawah panjinya tanpa ragu-ragu”.
No Voice