Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 119
(1-357)
Ketahuilah bahwa wilayah plural yang paling jauh, luas, dan paling tipis berikut sejumlah tingkatannya memperlihatkan jejak hikmah, kerapian, dan perhatian-Nya. Engkau bisa melihat kulit manusia dan bentuknya yang terbentang secara plural agar bisa memahami bagaimana pena qudrat mengisi lembaran dahi, wajah, dan tangannya lewat goresan dan perangkat yang menunjukkan sejumlah substansi dalam jiwa manusia serta amalnya yang bergantung pada lehernya yang menunjukkan takdir yang digariskan pada fitrahnya. Sehingga pengisian dan penetapan tersebut tidak menyisakan adanya sesuatu bagi proses kebetulan yang buta.
Ketahuilah wahai yang diuji dengan rasa cinta terhadap kehidupan ini sehingga engkau mengira bahwa tujuan akhir dari kehidupan dan keabadiannya serta perangkat menakjubkan yang dilekatkan Tuhan pada manusia dan makhluk adalah untuk menjaga kehidupan yang fana ini serta hanya untuk abadi semata. Ini tentu saja sangat keliru. Pasalnya, kalau keabadian hidup menjadi tujuan dari kitab kehidupan, maka dalil hikmah, perhatian, keteraturan, ketidaksia-siaan yang paling jelas, terang, dan bercahaya akan berubah menjadi contoh kesia-siaan, ketidakteraturan, dan ketiadaan hikmah yang paling menakjubkan. Hal itu seperti pepohonan yang hanya memiliki satu buah kecil. Namun, buah dan tujuan hidup ini kembali kepada Zat Yang Mahahidup sesuai dengan tingkat kepemilikan-Nya terhadap kehidupan. Selanjutnya seluruh buah dan tujuan kembali kepada Zat Yang Menghidupkan lewat manifestasi nama-nama-Nya dan penampakan berbagai jenis penampakan rahmat-Nya dalam sorga pada kehidupan ukhrawi yang merupakan buah dari benih kehidupan dunia.
Ketahuilah wahai kalbuku bahwa seluruh kenikmatan dan perhiasan dunia tanpa mengenal Pencipta, Pemilik, dan Tuannya meski berupa sorga sebenarnya ia adalah neraka jahannam. Begitulah yang kurasakan dan kusaksikan. Bahkan dalam nikmat kasih sayang yang terdapat dalam “setetes” dan pengetahuannya hal itu sudah mencukupi dari semua yang terdapat di dunia, bahkan dari sorga sekalipun.
Ketahuilah bahwa semua yang terjadi di dunia memiliki dua sisi: sisi yang mengarah kepada dunia, diri, dan hawa nafsu, serta sisi yang mengarah kepada akhirat. Adapun sisi yang mengarah kepada dunia yang paling besar, berat, dan kokoh sama-sama hina, ringan, dan cepat berubah. Karenanya tidak layak kalbu manusia merasa resah, sakit, dan terus memikirkannya.
Ketahuilah wahai kalbuku! adakah yang lebih bodoh dan dungu daripada orang yang melihat pantulan wujud matahari dalam satu benda atau manifestasinya pada celupan bunga lalu mencari semua hal yang dibutuhkan mentari yang bersinar di atap alam pada pantulan mentari dan warna bunga tadi berikut gaya gravitasinya terhadap sejumlah planet dan titik sentralnya di alam. Kemudian ketika pantulan dan manifestasi matahari tersebut lenyap, dengan keterbatasan pandangannya iapun mengingkari keberadaan matahari di tengah siang padahal seluruh partikel, embun, percikan, benih, telaga, lautan, dan planet menjadi saksi atasnya di terik siang.
Selanjutnya orang bodoh itu tidak bisa membedakan antara wujud bayangannya yang telah digariskan dengan wujud aslinya. Maka, apabila melihat matahari pada benda transparan ia berkata, “Mana keagungan matahari? Mana panasnya? Bagaimana dan Bagaimana?” begitulah sampai ke tingkat akhir dari kebodohannya.
Ketahuilah wahai yang diuji dengan rasa cinta terhadap kehidupan ini sehingga engkau mengira bahwa tujuan akhir dari kehidupan dan keabadiannya serta perangkat menakjubkan yang dilekatkan Tuhan pada manusia dan makhluk adalah untuk menjaga kehidupan yang fana ini serta hanya untuk abadi semata. Ini tentu saja sangat keliru. Pasalnya, kalau keabadian hidup menjadi tujuan dari kitab kehidupan, maka dalil hikmah, perhatian, keteraturan, ketidaksia-siaan yang paling jelas, terang, dan bercahaya akan berubah menjadi contoh kesia-siaan, ketidakteraturan, dan ketiadaan hikmah yang paling menakjubkan. Hal itu seperti pepohonan yang hanya memiliki satu buah kecil. Namun, buah dan tujuan hidup ini kembali kepada Zat Yang Mahahidup sesuai dengan tingkat kepemilikan-Nya terhadap kehidupan. Selanjutnya seluruh buah dan tujuan kembali kepada Zat Yang Menghidupkan lewat manifestasi nama-nama-Nya dan penampakan berbagai jenis penampakan rahmat-Nya dalam sorga pada kehidupan ukhrawi yang merupakan buah dari benih kehidupan dunia.
Ketahuilah wahai kalbuku bahwa seluruh kenikmatan dan perhiasan dunia tanpa mengenal Pencipta, Pemilik, dan Tuannya meski berupa sorga sebenarnya ia adalah neraka jahannam. Begitulah yang kurasakan dan kusaksikan. Bahkan dalam nikmat kasih sayang yang terdapat dalam “setetes” dan pengetahuannya hal itu sudah mencukupi dari semua yang terdapat di dunia, bahkan dari sorga sekalipun.
Ketahuilah bahwa semua yang terjadi di dunia memiliki dua sisi: sisi yang mengarah kepada dunia, diri, dan hawa nafsu, serta sisi yang mengarah kepada akhirat. Adapun sisi yang mengarah kepada dunia yang paling besar, berat, dan kokoh sama-sama hina, ringan, dan cepat berubah. Karenanya tidak layak kalbu manusia merasa resah, sakit, dan terus memikirkannya.
Ketahuilah wahai kalbuku! adakah yang lebih bodoh dan dungu daripada orang yang melihat pantulan wujud matahari dalam satu benda atau manifestasinya pada celupan bunga lalu mencari semua hal yang dibutuhkan mentari yang bersinar di atap alam pada pantulan mentari dan warna bunga tadi berikut gaya gravitasinya terhadap sejumlah planet dan titik sentralnya di alam. Kemudian ketika pantulan dan manifestasi matahari tersebut lenyap, dengan keterbatasan pandangannya iapun mengingkari keberadaan matahari di tengah siang padahal seluruh partikel, embun, percikan, benih, telaga, lautan, dan planet menjadi saksi atasnya di terik siang.
Selanjutnya orang bodoh itu tidak bisa membedakan antara wujud bayangannya yang telah digariskan dengan wujud aslinya. Maka, apabila melihat matahari pada benda transparan ia berkata, “Mana keagungan matahari? Mana panasnya? Bagaimana dan Bagaimana?” begitulah sampai ke tingkat akhir dari kebodohannya.
No Voice