Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 120
(1-357)
Bisa jadi ia ingin menjangkau panasnya atau menyentuh dengan tangannya tanpa menyadari bahwa kedekatan dengannya lewat pengaruh yang diterima tidak mengharuskan adanya kedekatan jarak. Lalu ia melihat pada sesuatu yang kecil dan remeh sebuah kerapian yang menakjubkan, kreasi yang istimewa, dan hikmah yang mulia. Namun, dengan analogi yang keliru ia menganggap bahwa Penciptanya telah memaksakan diri dan mengada-ada. Ia berkata misalnya, “Apa nilai lalat hingga mendapatkan perlakuan semacam itu dari Pencipta Yang Mahabijak?” Akhirnya orang malang itupun tersesat.

Wahai fulan, “Milik Allah perumpamaan yang paling mulia.”[1] “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.”[2] Engkau harus mengetahui empat hal yang dengannya persoalan menjadi terpecahkan:

Pertama, segala sesuatu mulai dari atom hingga mentari digambarkan oleh Allah dengan sifat-sifat-Nya yang mulia dalam koridor kesempurnaan rububiyah-Nya. Ia tidak digambarkan hanya semata-mata untuk wujud manifestasi-Nya.

Kedua, ada sebuah pintu yang terbuka bagi masuknya segala sesuatu menuju cahaya-Nya. Namun dengan tertutupnya satu pintu dalam pandangan orang yang memiliki pandangan terbatas, tidak berarti tertutup pula pintu-pintu lain yang tak terhingga jumlahnya meski keseluruhannya bisa dibuka dengan satu kali secara sekaligus.

Ketiga, ketentuan yang bersumber dari pengetahuan komprehensif Tuhan telah membatasi dan menggariskan bagian dari segala sesuatu sesuai dengan limpahan manifestasi nama-nama-Nya yang bersifat mutlak dan bercahaya.

Keempat, “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu cukup berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka, terjadilah ia.”[3] “Allah tidak menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanya seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja.”[4] Adapun apabila segala sesuatu dinisbatkan kepada dirinya atau kepada sebab, maka semua orang berakal harus menerima berbagai kemustahilan yang muncul dari asumsi bodoh itu.

Ketahuilah bahwa Alquran yang gaya penjelasannya merupakan mukjizat banyak memberikan penjelasan tentang berbagai hakikat lewat perumpamaan. Pasalnya, berbagai hakikat ilahi terwujud dalam wilayah kemungkinan lewat bentuk-bentuk perumpamaan. Makhluk yang mungkin ada melihat sejumlah perumpamaan dalam wilayah yang bersifat mungkin. Lalu, ia melihat di balik itu semua kondisi dari wilayah Zat Yang bersifat wajib adanya. “Allah memiliki perumpamaan yang paling mulia.”
-------------------------------------------------------
[1] Q.S. an-Nahl: 60.
[2] Q.S. az-Zumar: 62.
[3] Q.S. yasin: 82.
[4] Q.S. Luqman: 28.
No Voice