Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 134
(1-357)
Bismillâhirrahmânirrahîm
Segala puji bagi Allah atas karunia agama Islam dan kesempurnaan iman. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Muhammad saw. yang merupakan sentral wilayah Islam dan sumber cahaya iman. Juga, kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau sepanjang siang dan malam berputar dan sepanjang mentari dan bulan bersinar.
Ketahuilah bahwa ketika engkau melihat alam ini sebagai kitab besar engkau melihat cahaya Muhammad saw sebagai tinta dari pena Penulisnya. Ketika engkau melihat alam ini memakai gambaran pohon, engkau melihat cahaya beliau sebagai benih darinya, kemudian sebagai buahnya. Ketika engkau melihat alam ini seolah-olah dalam bentuk seperti makhluk hidup, engkau melihat cahaya Rasul saw sebagai ruhnya. Ketika engkau melihat alam ini berubah bentuk seperti manusia besar, engkau melihat cahaya Rasul saw sebagai akalnya. Ketika engkau melihat alam ini ibarat taman bunga, engkau akan melihat cahaya Rasul saw sebagai burungnya.
Ketika engkau melihat alam laksana istana indah yang tinggi dan memiliki sejumlah paviliun, akan tampak padanya kilau kekuasaan Tuhan azali, tanda-Nya yang luar biasa, manifesatsi keindahan-Nya yang indah, serta ukiran kreasi-Nya yang menawan. Jadi, engkau melihat cahaya Rasul saw sebagai kacamata yang pertama-tama melihat untuk dirinya sendiri; kemudian menyeru dengan “Wahai manusia, marilah melihat berbagai pemandangan yang suci dan mulia. Marilah menuju sesuatu yang kalian sukai, kagumi, hormati, dan renungi. Serta kepada berbagai tujuan mulia yang diperlihatkan kepada manusia di mana Pemiliknya menyaksikan dan bersaksi untuk mereka, mencintai dan membuatnya dicintai oleh mereka, menerangi dan memberikan penerangan untuk mereka, serta menebarkan dan memberikan limpahan karunia atas mereka.
Ketahuilah bahwa manusia merupakan buah pohon penciptaan. Buah tersebut merupakan bagian yang paling sempurna, paling jauh dari bakteri, serta paling memiliki karakter komprehensif. Itulah yang membuatnya tetap terpelihara.
Di antara manusia ada yang berupa benih di mana darinya Zat Mahakuasa menumbuhkan pohon tersebut. Lalu, Zat Pencipta merubah manusia sebagai buah dari pohon tadi. Setelah itu, Zat Yang Maha Pengasih menjadikan buah tersebut sebagai benih bagi pohon Islam, lentera bagi alamnya, dan mentari bagi tata suryanya. Dalam buah harus terdapat benih yang menghimpun seluruh kebutuhan pohon sebagaimana asalnya. Bentuk benih yang kecil tidak menafikan ukuran pohon yang besar sama seperti benih pohon tin.
Dalam diri manusia terdapat biji yang seandainya ia merupakan buahnya, niscaya biji tadi merupakan benihnya. Ia adalah kalbu. Lewat sarana rasa butuh, di dalamnya terdapat begitu banyak relasi dengan berbagai spesies alam, bahkan dengan berbagai bagian dan partikelnya. Di dalamnya terdapat banyak keterpautan dengan seluruh cahaya nama-nama Allah yang indah lewat kebutuhannya yang mendesak pada manifestasi masing-masing darinya. Bahkan, seolah-olah diri manusia memiliki kebutuhan sebanyak bagian alam. Selain itu, ia juga memiliki musuh sepenuh dunia. Manusia baru merasa tenang dengan bersandar pada Zat yang kuasa mencukupi dan memeliharanya dari segala sesuatu.
Segala puji bagi Allah atas karunia agama Islam dan kesempurnaan iman. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Muhammad saw. yang merupakan sentral wilayah Islam dan sumber cahaya iman. Juga, kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau sepanjang siang dan malam berputar dan sepanjang mentari dan bulan bersinar.
Ketahuilah bahwa ketika engkau melihat alam ini sebagai kitab besar engkau melihat cahaya Muhammad saw sebagai tinta dari pena Penulisnya. Ketika engkau melihat alam ini memakai gambaran pohon, engkau melihat cahaya beliau sebagai benih darinya, kemudian sebagai buahnya. Ketika engkau melihat alam ini seolah-olah dalam bentuk seperti makhluk hidup, engkau melihat cahaya Rasul saw sebagai ruhnya. Ketika engkau melihat alam ini berubah bentuk seperti manusia besar, engkau melihat cahaya Rasul saw sebagai akalnya. Ketika engkau melihat alam ini ibarat taman bunga, engkau akan melihat cahaya Rasul saw sebagai burungnya.
Ketika engkau melihat alam laksana istana indah yang tinggi dan memiliki sejumlah paviliun, akan tampak padanya kilau kekuasaan Tuhan azali, tanda-Nya yang luar biasa, manifesatsi keindahan-Nya yang indah, serta ukiran kreasi-Nya yang menawan. Jadi, engkau melihat cahaya Rasul saw sebagai kacamata yang pertama-tama melihat untuk dirinya sendiri; kemudian menyeru dengan “Wahai manusia, marilah melihat berbagai pemandangan yang suci dan mulia. Marilah menuju sesuatu yang kalian sukai, kagumi, hormati, dan renungi. Serta kepada berbagai tujuan mulia yang diperlihatkan kepada manusia di mana Pemiliknya menyaksikan dan bersaksi untuk mereka, mencintai dan membuatnya dicintai oleh mereka, menerangi dan memberikan penerangan untuk mereka, serta menebarkan dan memberikan limpahan karunia atas mereka.
Ketahuilah bahwa manusia merupakan buah pohon penciptaan. Buah tersebut merupakan bagian yang paling sempurna, paling jauh dari bakteri, serta paling memiliki karakter komprehensif. Itulah yang membuatnya tetap terpelihara.
Di antara manusia ada yang berupa benih di mana darinya Zat Mahakuasa menumbuhkan pohon tersebut. Lalu, Zat Pencipta merubah manusia sebagai buah dari pohon tadi. Setelah itu, Zat Yang Maha Pengasih menjadikan buah tersebut sebagai benih bagi pohon Islam, lentera bagi alamnya, dan mentari bagi tata suryanya. Dalam buah harus terdapat benih yang menghimpun seluruh kebutuhan pohon sebagaimana asalnya. Bentuk benih yang kecil tidak menafikan ukuran pohon yang besar sama seperti benih pohon tin.
Dalam diri manusia terdapat biji yang seandainya ia merupakan buahnya, niscaya biji tadi merupakan benihnya. Ia adalah kalbu. Lewat sarana rasa butuh, di dalamnya terdapat begitu banyak relasi dengan berbagai spesies alam, bahkan dengan berbagai bagian dan partikelnya. Di dalamnya terdapat banyak keterpautan dengan seluruh cahaya nama-nama Allah yang indah lewat kebutuhannya yang mendesak pada manifestasi masing-masing darinya. Bahkan, seolah-olah diri manusia memiliki kebutuhan sebanyak bagian alam. Selain itu, ia juga memiliki musuh sepenuh dunia. Manusia baru merasa tenang dengan bersandar pada Zat yang kuasa mencukupi dan memeliharanya dari segala sesuatu.
No Voice