Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 137
(1-357)
Ketahuilah bahwa berbagai musibah yang telah ditetapkan oleh ketentuan-Nya bisa mengena dirimu. Sama seperti sejumlah kambing yang dilepas dalam tanah gembala. Ketika si pengembala melihat kambingnya melewati batas ia dilempar dengan batu agar kembali. Maka, yang kepalanya terkena lemparan secara tidak langsung berkata, “Kami berada di bawah kendali si pengembala. Ia lebih mengetahui kondisi kami. Karena itu, kami kembali.” Iapun kembali diikuti yang lain. Karena itu, wahai diri, jangan menjadi makhluk yang lebih sesat daripada kambing itu. Ketika mendapat musibah, ucapkanlah, “Innâ lillâhi wa innâ ilayhi râji’ûn.”

Ketahuilah bahwa di antara bukti bahwa kalbu tidak dicipta untuk sibuk dengan urusan dunia adalah bahwa ketika terpaut dengan sesuatu ia akan terpaut dengan sangat kuat, akan sangat perhatian dengannya, serta berusaha agar ia abadi atau fana di dalamnya secara total. Jika sudah mengulurkan tangan, tangan tadi bisa memegang dan mengangkat batu karang yang besar, padahal dunia yang ia raih dengan tangan itu tidak seberapa atau bahkan hilang percuma.

Ketahuilah bahwa Alquran diturunkan diiringi dengan hidangan Tuhan. Hidangan itu berisi beragam jenis yang dibutuhkan oleh berbagai lapisan masyarakat yang memiliki selera berbeda-beda. Di dalam hidangan itu terdapat sejumlah makanan yang tersusun. Yang pertama-tama dihidangkan di atas taplak ilahi adalah rezeki untuk sebagian besar makhluk; atau masyarakat umum. Misalnya, “Langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.”[1] Sebelumnya langit dan bumi menyatu. Yang satu bersih dan bening, sementara yang lain mati, berdebu, dan kering. Keduanya berpasangan dengan ijin Allah Swt. Yang satu menghasilkan hujan, sementara yang satunya lagi menghasilkan buah. Dalilnya, “Dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” Di balik keduanya terdapat sejumlah planet berikut mataharinya yang berasal dari racikan materi yang diciptakan dari cahaya Nabi saw. Dalilnya adalah hadits yang berbunyi, “Yang pertama kali Allah ciptakan adalah cahayaku…”[2]

Misalnya, “Apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam Keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.”[3] Yaitu, lembaran pertama yang terlihat oleh mata. Meski mereka mengakui adanya penciptaan pertama yang menakjubkan dan terlihat jelas, namun mereka mengingkari penciptaan baru yang lebih mudah. Pasalnya, sebab sudah ada contoh sebelumnya. Di balik lembaran ini terdapat petunjuk terang tentang kebangkitan sempurna yang terwujud dengan mudah. Wahai yang mengingkari mahsyar, kalian dikumpulkan dan dibangkitkan sepanjang hidup kalian selama berkali-kali. Sepanjang tahun kalian, atau sepanjang hari, kalian memakai dan melepaskan jasad ini seperti makanan pada pagi dan sore hari. Dengan begitu jasad kalian selalu tampil dalam kondisi baru sama seperti pakaian.[4]
------------------------------------------------
[1] Q.S. al-Anbiyâ’: 30.
[2] “Yang pertama kali Allah cipta adalah cahaya nabimu wahai Jabir.” Hadist ini diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dengan sanadnya dari Jâbir ibn Abdullah dalam sebuah hadits panjang (Kasyful Khafâ`1/205). Di dalamnya juga disebutkan (2/129): “Aku nabi pertama dalam yang dicipta dan yang terakhir diutus). Dalam al-Maqâshid disebutkan bahwa ia diriwayatkan oleh Abu Naim dalam ad-Dalâ`il dan Ibn Abî Hâtim dalam tafsirnya dari jalurnya bersumber dari Abu Hurayrah r.a. secara marfu. Ia diperkuat oleh hadist Maysarah al-Fakhr yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan al-Bukhârî serta al-Baghawi, Ibn as-Sakan, dan Abu Naim dalam al-Hilyah. Al-Hakim menyebutnya sebagai hadits sahih.
[3] Q.S Qaf: 15.
[4] Penjelasannya dalam isyârât al-I’jaz dalam tafsir firman Allah, “Terhadap akhirat mereka yakin.” Penulis.
No Voice