Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 138
(1-357)
Ketahuilah! Sungguh aneh diri yang bodoh ini. Ia melihat kalau dalam dirinya terdapat jejak penciptaan dan pemeliharaan oleh Tuhan Yang Maha Memilih dan Bijaksana. Lalu, ia melihat kepada seluruh makhluk dan spesies lain yang semisal dengannya. Dari sana tampak rahasia sunnah tersebut yang bersifat komprehensif mencakup semua. Mestinya ia percaya dengan prinsip yang bersifat komprehensif itu. Namun kenyataannya apa yang menguatkan manifestasi nama-Nya yang terdapat di cakrawala ia bayangkan sebagai sebab kelemahan, sarana penutup, tanda pengabaian, serta alamat bahwa tidak ada yang mengawasinya. Inilah kerancuan berpikir yang setan sendiri malu dengannya.
Ketahuilah wahai jiwa yang resah dan gelisah, semua kondisimu yang demikian jelas, serta tulisan pada dahimu sesuai dengan pena takdir sejelas terbit dan terbenamnya mentari. Jika engkau ingin membenturkan takdir dengan kepalamu yang lemah tentu engkau akan tersungkur. Yakinlah bahwa siapa yang tidak mampu menembus langit dan bumi, harus menerima dengan suka cita pemeliharaan Zat yang, “telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan rapi.”[1]
Ketahuilah di antara hal yang aneh bahwa akal yang berusaha menjangkau alam dan menembus apa yang berada di luar batas kemampuannya tenggelam dalam satu tetes, fana dalam satu partikel, lenyap dalam satu helai, serta wujud ini baginya terbatas pada sesuatu yang di dalamnya ia fana. Ia ingin agar semua yang ia ketahui masuk bersamanya ke dalam satu titik yang telah menelannya.[2]
Ketahuilah, andaikan kerajaan ini milikmu tentu kenikmatan yang kau rasakan akan rusak oleh keharusan untuk menjaga dan memelihara, serta oleh rasa was-was. Zat Pemberi nikmat yang Maha Pemurah senantiasa memberikan segala tuntutan nikmat. Yang diserahkan kepadamu hanya ijin untuk menikmati dan mengonsumsi hidangan kebaikan-Nya, berikut rasa syukur yang akan menambah nikmat. Pasalnya, syukur adalah melihat pemberian nikmat dalam nikmat yang tersedia. Hal itu menghilangkan kepedihan akibat hilangnya nikmat. Sebab, ketika nikmat lenyap ia tidak digantikan oleh ketiadaan, namun sengaja tempatnya dikosongkan untuk kedatangan nikmat sejenis seperti buah sehingga kedatangannya kembali mendatangkan kenikmatan. “Penutup doa mereka ialah, ‘Segala puji bagi Allah Tuhan Pemelihara semesta alam.’”[3] Ayat ini menunjukkan bahwa memuji Allah merupakan sumber kenikmatan. Rahasia hamdalah adalah melihat pohon karunia dalam buah nikmat sehingga bayangan akan lenyapnya nikmat hilang.
------------------------------------------
[1] Q.S. al-Furqân: 2.
[2] Ya. filosof terbesar di muka bumi tenggelam dalam setetes rasa sakit, fana dalam benih cinta, lenyap dalam untaian kesenangan. Wujud ini baginya segera fana dengan sejumlah perhatiannya. Ia berusaha memasukkan semua pengetahuannya tentang wujud ke kedalaman titik yang telah menelannya.
[3] Q.S. Yûnus: 10.
Ketahuilah wahai jiwa yang resah dan gelisah, semua kondisimu yang demikian jelas, serta tulisan pada dahimu sesuai dengan pena takdir sejelas terbit dan terbenamnya mentari. Jika engkau ingin membenturkan takdir dengan kepalamu yang lemah tentu engkau akan tersungkur. Yakinlah bahwa siapa yang tidak mampu menembus langit dan bumi, harus menerima dengan suka cita pemeliharaan Zat yang, “telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan rapi.”[1]
Ketahuilah di antara hal yang aneh bahwa akal yang berusaha menjangkau alam dan menembus apa yang berada di luar batas kemampuannya tenggelam dalam satu tetes, fana dalam satu partikel, lenyap dalam satu helai, serta wujud ini baginya terbatas pada sesuatu yang di dalamnya ia fana. Ia ingin agar semua yang ia ketahui masuk bersamanya ke dalam satu titik yang telah menelannya.[2]
Ketahuilah, andaikan kerajaan ini milikmu tentu kenikmatan yang kau rasakan akan rusak oleh keharusan untuk menjaga dan memelihara, serta oleh rasa was-was. Zat Pemberi nikmat yang Maha Pemurah senantiasa memberikan segala tuntutan nikmat. Yang diserahkan kepadamu hanya ijin untuk menikmati dan mengonsumsi hidangan kebaikan-Nya, berikut rasa syukur yang akan menambah nikmat. Pasalnya, syukur adalah melihat pemberian nikmat dalam nikmat yang tersedia. Hal itu menghilangkan kepedihan akibat hilangnya nikmat. Sebab, ketika nikmat lenyap ia tidak digantikan oleh ketiadaan, namun sengaja tempatnya dikosongkan untuk kedatangan nikmat sejenis seperti buah sehingga kedatangannya kembali mendatangkan kenikmatan. “Penutup doa mereka ialah, ‘Segala puji bagi Allah Tuhan Pemelihara semesta alam.’”[3] Ayat ini menunjukkan bahwa memuji Allah merupakan sumber kenikmatan. Rahasia hamdalah adalah melihat pohon karunia dalam buah nikmat sehingga bayangan akan lenyapnya nikmat hilang.
------------------------------------------
[1] Q.S. al-Furqân: 2.
[2] Ya. filosof terbesar di muka bumi tenggelam dalam setetes rasa sakit, fana dalam benih cinta, lenyap dalam untaian kesenangan. Wujud ini baginya segera fana dengan sejumlah perhatiannya. Ia berusaha memasukkan semua pengetahuannya tentang wujud ke kedalaman titik yang telah menelannya.
[3] Q.S. Yûnus: 10.
No Voice