Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 136
(1-357)
Ketahuilah wahai “aku” engkau memiliki sembilan hal dalam duniamu yang esensi dan akibatnya tidak kau ketahui:
1. Jasadmu ibarat buah yang segar dan indah di musim panas serta menjadi susut dan pecah di musim dingin.
2. Terkait dengan kehidupan materimu lihatlah spesies hewan, bagaimana mereka cepat mati dan lenyap.
3. Adapun kemanusiaanmu berpindah-pindah di antara kondisi padam dan terang, lenyap dan abadi. Karena itu, jagalah agar tetap abadi dengan terus berzikir mengingat Zat Yang Maha Abadi.
4. Usia hidupmu dan posturmu. Ia demikian singkat dengan batasan yang jelas; tak bisa dimajukan atau dimundurkan. Karena itu, jangan bersedih dan pilu. Jangan pula mengkhawatirkannya. Jangan bebani ia dengan sesuatu yang di luar kemampuannya berupa angan-angan panjang.
5. Wujudmu bukan milikmu. Ada Zat yang memilikinya. Semua ini adalah milik-Nya di mana Dia lebih sayang kepadanya daripada dirimu. Sikapmu yang ikut campur melakukan sesuatu di luar perintah-Nya merupakan perbuatan sia-sia dan seringkali malah berbahaya. Sikap tamak hanya membuahkan kecewa dan tidak tidur saja.
6. Musibahmu sebenarnya tidak pahit karena berlalu dengan sangat cepat. Sebaliknya, ia manis karena ia merubah kondisimu dari fana pada sesuatu yang fana menuju keabadian dengan Zat Yang Mahakekal.
7. Engkau di sini sekarang adalah musafir. Kalbunya tidak terpaut dengan sesuatu yang akan segera ditinggalkan. Sebagaimana engkau akan pergi dari rumah menuju masjid, engkau juga akan meninggalkan negeri ini; entah ke dalam perutnya atau ke luarnya. Sebagaimana engkau pasti berpisah dengannya, engkau akan pergi; bahkan dikeluarkan dan diusir—suka atau tidak suka—dari dunia yang fana ini. Karena itu, keluarlah dalam kondisi terhormat sebelum diusir dalam kondisi hina.
8. Lalu terkait dengan eksistensimu, serahkan ia untuk Zat yang menciptakannya yang telah membelinya dengan harga mahal. Segera jual secepatnya; atau bahkan relakan! (1) karena ia akan hilang dengan sendirinya; (2) karena Dia adalah milik-Nya dan kembali kepada-Nya; (3) karena jika engkau bersandar padanya engkau akan jatuh pada ketiadaan. Pasalnya, ia merupakan pintu menuju kepada-Nya. Jika engkau membuka dengan cara meninggalkannya, engkau akan sampai kepada wujud hakiki; (4) karena jika engkau berpegang padanya berarti di tanganmu hanya terdapat satu titik saja di mana engkau dikelilingi oleh berbagai ketiadaan. Jika engkau membuangnya, berarti engkau menggantinya dengan kilau mentari sehingga dirimu dikelilingi oleh berbagai cahaya wujud yang tak terhingga.
Adapun kenikmatan dunia, maka bagianmu akan sampai kepadamu. Karena itu, jangan berlebihan dalam mencarinya. Kondisinya yang cepat lenyap tak layak bagi orang berakal untuk menjadi pautan hati. Kesudahan dunia menjadikan sikap meninggalkan kesenangannya lebih utama. Pasalnya, kesudahan dunia ini bisa mengarah kepada kebahagiaan di mana ia harus dengan meninggalkan dunia, atau mengarah kepada derita. Siapa yang sedang menantikan penyaliban, bagaimana mungkin bersenang-senang dengan menghias salib di mana hal itu hanya menambah derita?! Jika kekufuran merupakan ketiadaan, maka ia harus ditinggalkan. Pasalnya, dengan lenyapnya kenikmatan hal itu menambah rasa sakit. Sakit ini jauh lebih berati dibandingkan dengan nikmatnya hubungan jika engkau bisa merasakan.
1. Jasadmu ibarat buah yang segar dan indah di musim panas serta menjadi susut dan pecah di musim dingin.
2. Terkait dengan kehidupan materimu lihatlah spesies hewan, bagaimana mereka cepat mati dan lenyap.
3. Adapun kemanusiaanmu berpindah-pindah di antara kondisi padam dan terang, lenyap dan abadi. Karena itu, jagalah agar tetap abadi dengan terus berzikir mengingat Zat Yang Maha Abadi.
4. Usia hidupmu dan posturmu. Ia demikian singkat dengan batasan yang jelas; tak bisa dimajukan atau dimundurkan. Karena itu, jangan bersedih dan pilu. Jangan pula mengkhawatirkannya. Jangan bebani ia dengan sesuatu yang di luar kemampuannya berupa angan-angan panjang.
5. Wujudmu bukan milikmu. Ada Zat yang memilikinya. Semua ini adalah milik-Nya di mana Dia lebih sayang kepadanya daripada dirimu. Sikapmu yang ikut campur melakukan sesuatu di luar perintah-Nya merupakan perbuatan sia-sia dan seringkali malah berbahaya. Sikap tamak hanya membuahkan kecewa dan tidak tidur saja.
6. Musibahmu sebenarnya tidak pahit karena berlalu dengan sangat cepat. Sebaliknya, ia manis karena ia merubah kondisimu dari fana pada sesuatu yang fana menuju keabadian dengan Zat Yang Mahakekal.
7. Engkau di sini sekarang adalah musafir. Kalbunya tidak terpaut dengan sesuatu yang akan segera ditinggalkan. Sebagaimana engkau akan pergi dari rumah menuju masjid, engkau juga akan meninggalkan negeri ini; entah ke dalam perutnya atau ke luarnya. Sebagaimana engkau pasti berpisah dengannya, engkau akan pergi; bahkan dikeluarkan dan diusir—suka atau tidak suka—dari dunia yang fana ini. Karena itu, keluarlah dalam kondisi terhormat sebelum diusir dalam kondisi hina.
8. Lalu terkait dengan eksistensimu, serahkan ia untuk Zat yang menciptakannya yang telah membelinya dengan harga mahal. Segera jual secepatnya; atau bahkan relakan! (1) karena ia akan hilang dengan sendirinya; (2) karena Dia adalah milik-Nya dan kembali kepada-Nya; (3) karena jika engkau bersandar padanya engkau akan jatuh pada ketiadaan. Pasalnya, ia merupakan pintu menuju kepada-Nya. Jika engkau membuka dengan cara meninggalkannya, engkau akan sampai kepada wujud hakiki; (4) karena jika engkau berpegang padanya berarti di tanganmu hanya terdapat satu titik saja di mana engkau dikelilingi oleh berbagai ketiadaan. Jika engkau membuangnya, berarti engkau menggantinya dengan kilau mentari sehingga dirimu dikelilingi oleh berbagai cahaya wujud yang tak terhingga.
Adapun kenikmatan dunia, maka bagianmu akan sampai kepadamu. Karena itu, jangan berlebihan dalam mencarinya. Kondisinya yang cepat lenyap tak layak bagi orang berakal untuk menjadi pautan hati. Kesudahan dunia menjadikan sikap meninggalkan kesenangannya lebih utama. Pasalnya, kesudahan dunia ini bisa mengarah kepada kebahagiaan di mana ia harus dengan meninggalkan dunia, atau mengarah kepada derita. Siapa yang sedang menantikan penyaliban, bagaimana mungkin bersenang-senang dengan menghias salib di mana hal itu hanya menambah derita?! Jika kekufuran merupakan ketiadaan, maka ia harus ditinggalkan. Pasalnya, dengan lenyapnya kenikmatan hal itu menambah rasa sakit. Sakit ini jauh lebih berati dibandingkan dengan nikmatnya hubungan jika engkau bisa merasakan.
No Voice