Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 172
(1-357)
Jika engkau berakal, jangan bersedih dan murung. Tinggalkan sesuatu yang tidak akan menyertaimu dalam perjalanan abadi; di mana ia akan lenyap dan fana sejalan dengan berbagai perubahan dunia, perkembangan menuju barzakh, dan kedatangan alam ukhrawi. Bukankah engkau merasa dalam dirimu terdapat sesuatu yang hanya senang dengan keabadian. Itulah penguasa jiwamu. Karena itu, taatilah ia yang juga taat kepada perintah Penciptanya Yang Maha Bijaksana..[1]
Ketahuilah[2] wahai Said yang lalai. Engkau melihat sekitarmu secara umum tampak tetap tak berubah sehingga engkau mengira dirimu juga demikian sehingga engkau baru terkejut ketika kiamat tiba. Seolah-olah engkau abadi hingga ia datang. Hal itu tidak benar. Engkau dan duniamu akan segera lenyap setiap saat. Cara pandangmu yang keliru itu seperti orang yang memegang cermin menghadap ke sebuah rumah, negeri, atau taman. Rumah, negeri, atau taman tersebut tergambar di dalamnya. Namun, ketika cermin tersebut digerakkan sedikit saja dan posisinya dirubah, maka ketiga bayangan tadi akan berubah drastis. Yang tetap adalah dirinya sendiri. Yang kau dapat hanyalah apa yang diberikan oleh cerminmu tadi sesuai dengan ukurannya. Karena itu, perhatikan cerminmu baik-baik dan kemungkinan ia pergi berikut isinya setiap waktu. Jangan kau bebani ia dengan sesuatu yang tak mampu dipikulnya.
Ketahuilah[3] bahwa di antara ketentuan Sang Pencipta Yang Mahabijak yang berlaku pada sebagian besar makhluk adalah pengembalian sesuatu yang penting, bernilai, dan berharga dalam bentuk aslinya; bukan perumpamaannya. Hal itu terjadi pada sejumlah fase dan musim yang terus berulang seiring dengan kemunculan kembali makhluk sejenis pada sebagian besarnya. Lihatlah mahsyar musiman, tahunan, dan harian. Engkau bisa menyaksikan satu kaidah yang baku dan permanen. Ilmu pengetahuan sepakat dan mengakui bahwa manusia merupakan buah pohon penciptaan yang paling sempurna, sekaligus sangat penting, bernilai, dan berharga. Karena itu, setiap orang pada hari kebangkitan nanti akan dikembalikan dalam bentuk aslinya dengan fisik, nama, dan bentuk rupanya. [4]
-----------------------------
[1] Dalam cetakan pertama, disebutkan, “Ketahuilah! Dalam tidur aku bermimpi berkata kepada orang-orang, ‘Wahai manusia, di antara rambu-rambu Alquran adalah, “Janganlah engkau menganggap sesuatu selain-Nya lebih agung darimu selama engkau beribadah kepada-Nya. Sebaliknya jangan engkau merasa lebih agung dari sesuatu apapun selama engkau sombong kepada-Nya. Sebab, semua makhluk berkedudukan sama ketika jauh dari-Nya.
[2] Lihat memoar ketiga.
[3] Lihat memoar keempat.
[4] Dalam cetakan pertama, “Ketahuilah wahai diriku yang bodoh dan lalai. Setiap tingkatan dan kedudukan memiliki bayangan, bahkan memiliki sejumlah bayangan yang berbeda-beda. Tentu saja bayangan tersebut berbeda dengan aslinya. Layakkah orang yang melihat bayangan tempat tidur raja yang berada di air di bawahnya atau di saat tidur di mana ia duduk di atasnya mengira bahwa dirinya adalah seorang raja atau menyamai raja?! Atau, ia menyaksikan bintang di telaga lalu mengira bahwa dirinya sedang berada di langit seolah sedang berada di antara bintang-gemintang. Orang yang diberi ilmu dan akal tersebut dalam perjalanan malakutnya berada dalam bahaya besar akibat tertipu. Karena mengambil salah satu bayangan yang ada ia mengukur dirinya dengan pemilik bayangan tadi. Ia juga berada dalam kondisi bahaya akibat rasa ujubnya. Ia mengucap ungkapan kufur nikmat dengan berkata, “Aku mendapatkannya lantaran ilmuku.” Itulah ujian yang diberikan.
Ketahuilah[2] wahai Said yang lalai. Engkau melihat sekitarmu secara umum tampak tetap tak berubah sehingga engkau mengira dirimu juga demikian sehingga engkau baru terkejut ketika kiamat tiba. Seolah-olah engkau abadi hingga ia datang. Hal itu tidak benar. Engkau dan duniamu akan segera lenyap setiap saat. Cara pandangmu yang keliru itu seperti orang yang memegang cermin menghadap ke sebuah rumah, negeri, atau taman. Rumah, negeri, atau taman tersebut tergambar di dalamnya. Namun, ketika cermin tersebut digerakkan sedikit saja dan posisinya dirubah, maka ketiga bayangan tadi akan berubah drastis. Yang tetap adalah dirinya sendiri. Yang kau dapat hanyalah apa yang diberikan oleh cerminmu tadi sesuai dengan ukurannya. Karena itu, perhatikan cerminmu baik-baik dan kemungkinan ia pergi berikut isinya setiap waktu. Jangan kau bebani ia dengan sesuatu yang tak mampu dipikulnya.
Ketahuilah[3] bahwa di antara ketentuan Sang Pencipta Yang Mahabijak yang berlaku pada sebagian besar makhluk adalah pengembalian sesuatu yang penting, bernilai, dan berharga dalam bentuk aslinya; bukan perumpamaannya. Hal itu terjadi pada sejumlah fase dan musim yang terus berulang seiring dengan kemunculan kembali makhluk sejenis pada sebagian besarnya. Lihatlah mahsyar musiman, tahunan, dan harian. Engkau bisa menyaksikan satu kaidah yang baku dan permanen. Ilmu pengetahuan sepakat dan mengakui bahwa manusia merupakan buah pohon penciptaan yang paling sempurna, sekaligus sangat penting, bernilai, dan berharga. Karena itu, setiap orang pada hari kebangkitan nanti akan dikembalikan dalam bentuk aslinya dengan fisik, nama, dan bentuk rupanya. [4]
-----------------------------
[1] Dalam cetakan pertama, disebutkan, “Ketahuilah! Dalam tidur aku bermimpi berkata kepada orang-orang, ‘Wahai manusia, di antara rambu-rambu Alquran adalah, “Janganlah engkau menganggap sesuatu selain-Nya lebih agung darimu selama engkau beribadah kepada-Nya. Sebaliknya jangan engkau merasa lebih agung dari sesuatu apapun selama engkau sombong kepada-Nya. Sebab, semua makhluk berkedudukan sama ketika jauh dari-Nya.
[2] Lihat memoar ketiga.
[3] Lihat memoar keempat.
[4] Dalam cetakan pertama, “Ketahuilah wahai diriku yang bodoh dan lalai. Setiap tingkatan dan kedudukan memiliki bayangan, bahkan memiliki sejumlah bayangan yang berbeda-beda. Tentu saja bayangan tersebut berbeda dengan aslinya. Layakkah orang yang melihat bayangan tempat tidur raja yang berada di air di bawahnya atau di saat tidur di mana ia duduk di atasnya mengira bahwa dirinya adalah seorang raja atau menyamai raja?! Atau, ia menyaksikan bintang di telaga lalu mengira bahwa dirinya sedang berada di langit seolah sedang berada di antara bintang-gemintang. Orang yang diberi ilmu dan akal tersebut dalam perjalanan malakutnya berada dalam bahaya besar akibat tertipu. Karena mengambil salah satu bayangan yang ada ia mengukur dirinya dengan pemilik bayangan tadi. Ia juga berada dalam kondisi bahaya akibat rasa ujubnya. Ia mengucap ungkapan kufur nikmat dengan berkata, “Aku mendapatkannya lantaran ilmuku.” Itulah ujian yang diberikan.
No Voice