Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 21
(1-357)
Sekarang lihatlah alam ini dengan cahayanya, lewat teropong agamanya, dan dalam wilayah syariatnya. Lihatlah bagaimana bentuk alam berubah. Rumah duka itu berubah menjadi masjid tempat zikir dan pikir serta majlis tempat memuji dan mengungkap rasa syukur. Musuh yang asing berubah menjadi kekasih dan saudara. Seluruh benda mati yang diam juga berubah menjadi hidup dan damai yang terhampar dan menjadi tanda kekuasaan Penciptanya. Makhluk hidup yang sebelumnya yatim, menangis, dan sedih berubah menjadi orang-orang yang berzikir dengan tasbih mereka; seraya menyukuri berbagai kemudahan dalam tugas mereka. Gerakan alam yang beragam dan berubah-ubah berganti dari yang tadinya sia-sia menjadi tulisan rabbani, lembaran bukti penciptaan, serta cermin langit ilahi sehingga alam demikian mulia dan menjadi kitab hikmah-Nya.
Lihatlah bagaimana manusia naik dari lembah hewani yang lemah dan tak berdaya menuju puncak kepemimpinan lewat kadar kelemahannya, iringan kepapahannya, duri penghambaannya, obor kalbunya, dan kesederhanaan iman akalnya. Lalu, perhatikan bagaimana sebab-sebab kejatuhannya yang berupa kelemahan, kemiskinan, dan akalnya berubah menjadi sebab yang membuatnya naik karena mendapat cahaya sosok bersinar itu.
Setelah itu lihatlah masa lalu, kuburan besar yang demikian gelap, bagaimana ia menjadi terang dengan mentari para nabi dan bintang para wali. Lihatlah masa depan yang merupakan malam yang sangat pekat. Ia menjadi terang oleh cahaya Alquran dan memperlihatkan taman-taman sorga.
Karena itu, kalau seandainya sosok tersebut (Nabi saw) tidak ada tentu seluruh alam dan manusia serta segala sesuatu akan jatuh pada tingkat kehampaan; tak bernilai dan tak bermakna. Maka, alam yang indah ini membutuhkan keberadaan sosok luar biasa dan mulia tersebut. Jika beliau tidak ada, alam pun tiada sebab tidak lagi bermakna bagi kita. Mahabenar Allah yang befirman, “Kalau bukan karenamu, Aku takkan menciptakan alam.”[1]
Percikan Keenam
Barangkali engkau bertanya, “Apa yang dikatakan oleh sosok yang kita lihat telah menjadi mentari bagi alam sekaligus lewat agamanya menyingkap berbagai kesempurnaan entitas?”
Sebagai jawabannya, lihat dan perhatikan apa yang beliau katakan! Beliau menjelaskan dan memberi kabar gembira tentang kebahagiaan abadi. Beliau menerangkan rahmat yang tak terhingga seraya mengungkapkannya dan mengajak manusia kepadanya. Beliau menjadi penunjuk jalan kepada kekuasaan rububiyah Tuhan; serta penyingkap hal-hal tersembunyi yang terdapat di langit ilahi.
--------------------------------------------
[1] Ini adalah hadits qudsi. Sejumlah peneliti telah mengkaji hadits tersebut. Ada yang mengakuinya tetapi, ada yang menganggapnya lemah, serta ada pula yang mengingkarinya. Barangkali pandangan yang terdapat dalam Syarh al-Syifâ (1/6) merupakan kesimpulan yang tepat. Disebutkan bahwa maknanya benar, meski riwayatnya lemah. Hal ini didukung oleh Ibnu Taymiyyah dilihat dari kebenaran maknanya seperti terdapat dalam Majmu Fatâwâ (11/ 96-98).
Lihatlah bagaimana manusia naik dari lembah hewani yang lemah dan tak berdaya menuju puncak kepemimpinan lewat kadar kelemahannya, iringan kepapahannya, duri penghambaannya, obor kalbunya, dan kesederhanaan iman akalnya. Lalu, perhatikan bagaimana sebab-sebab kejatuhannya yang berupa kelemahan, kemiskinan, dan akalnya berubah menjadi sebab yang membuatnya naik karena mendapat cahaya sosok bersinar itu.
Setelah itu lihatlah masa lalu, kuburan besar yang demikian gelap, bagaimana ia menjadi terang dengan mentari para nabi dan bintang para wali. Lihatlah masa depan yang merupakan malam yang sangat pekat. Ia menjadi terang oleh cahaya Alquran dan memperlihatkan taman-taman sorga.
Karena itu, kalau seandainya sosok tersebut (Nabi saw) tidak ada tentu seluruh alam dan manusia serta segala sesuatu akan jatuh pada tingkat kehampaan; tak bernilai dan tak bermakna. Maka, alam yang indah ini membutuhkan keberadaan sosok luar biasa dan mulia tersebut. Jika beliau tidak ada, alam pun tiada sebab tidak lagi bermakna bagi kita. Mahabenar Allah yang befirman, “Kalau bukan karenamu, Aku takkan menciptakan alam.”[1]
Percikan Keenam
Barangkali engkau bertanya, “Apa yang dikatakan oleh sosok yang kita lihat telah menjadi mentari bagi alam sekaligus lewat agamanya menyingkap berbagai kesempurnaan entitas?”
Sebagai jawabannya, lihat dan perhatikan apa yang beliau katakan! Beliau menjelaskan dan memberi kabar gembira tentang kebahagiaan abadi. Beliau menerangkan rahmat yang tak terhingga seraya mengungkapkannya dan mengajak manusia kepadanya. Beliau menjadi penunjuk jalan kepada kekuasaan rububiyah Tuhan; serta penyingkap hal-hal tersembunyi yang terdapat di langit ilahi.
--------------------------------------------
[1] Ini adalah hadits qudsi. Sejumlah peneliti telah mengkaji hadits tersebut. Ada yang mengakuinya tetapi, ada yang menganggapnya lemah, serta ada pula yang mengingkarinya. Barangkali pandangan yang terdapat dalam Syarh al-Syifâ (1/6) merupakan kesimpulan yang tepat. Disebutkan bahwa maknanya benar, meski riwayatnya lemah. Hal ini didukung oleh Ibnu Taymiyyah dilihat dari kebenaran maknanya seperti terdapat dalam Majmu Fatâwâ (11/ 96-98).
No Voice