Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 96
(1-357)

Catatan
Perlu diketahui bahwa bergantung kepada sebab duniawi merupakan penyebab kehinaan dan kerendahan. Tidakkah engkau melihat bahwa anjing dikenal memiliki sepuluh sifat yang baik sehingga persahabatan dan kesetiaannya dijadikan pepatah?! Maka wajar jika semestinya mendapat tempat di hati manusia. Namun, alih-alih dimuliakan ia justru dihinakan dengan dikatakan sebagai binatang najis. Sebaliknya, ayam, sapi, kucing yang tak pandai berterima kasih dan bersahabat ketika diberi sesuatu oleh manusia justru dimuliakan dan mendapat tempat di hati mereka. Aku ingin menegaskan—semoga hati anjing tidak terpukul dan tidak menjadi gibah—bahwa karena tamak, anjing demikian perhatian dengan sebab lahiri. Sampai-sampai di satu sisi ia lupa kepada Pemberi nikmat hakiki. Ia merasa perantara yang ada sangat berperan. Karena itulah ia mendapatkan akibatnya sehingga dinajiskan. Ia dihinakan sebagai tebusan dari kelalaiannya. Karena itu, sadarlah! Adapun binatang lain yang mendapat tempat tidak mengenal adanya perantara dan tidak memberikan perhatian terhadapnya. Atau, kalaupun ada sangat minim. Misalnya, kucing menunduk-nunduk untuk mendapatkan sesuatu. Kalau sudah didapat, ia seolah tidak mengenalmu dan engkaupun tidak mengenalnya. Ia tidak merasa harus berterima kasih kepadamu. Namun, ia berterima kasih kepada Pemberi nikmat hakiki dengan berkata, “Wahai Yang Maha Penyayang, wahai Yang Maha Penyayang, wahai Yang Maha Penyayang!” Pasalnya, fitrah makhluk mengetahui Penciptanya dan beribadah kepada-Nya baik disadari maupun tidak.

Rehat
Aku melihat andaikan segala sesuatu tidak dinisbatkan kepada-Nya, berarti ada banyak tuhan yang masing-masing saling berlawanan serta ada sekutu dalam satu waktu yang jumlahnya tak terhingga. Jumlahnya bertambah seiring dengan jumlah atom dan konstruksi alam di mana setiap tuhan mengulurkan tangan ke seluruh alam dan beraksi di dalamnya.
Sebagai contoh, kekuasaan Pencipta seekor lebah atau biji anggur hukumnya harus berlaku pada seluruh entitas alam. Sebab, keduanya merupakan dua contoh makhluk yang bagian-bagiannya terambil dari seluruh alam yang eksistensinya pasti milik Tuhan. Adapun kalau segala sesuatu dinisbatkan kepada dirinya, berarti kekuasaan uluhiyah dimiliki setiap atom. Bebatuan yang terdapat di kubah Ayasophia jika keberadaan pembangunnya diingkari berarti setiap batunya menjadi seperti arsitek Sinan. Keberadaan entitas yang menjadi dalil bagi keberadaan Penciptanya yang esa jauh lebih bercahaya, agung, utama, dan jelas daripada jika ia dianggap sebagai dalil bagi keberadaannya sendiri. Mengingkari alam masih mungkin. Namun, mengingkari Zat Yang Mahaesa dan Yang Mahakuasa atas segala sesuatu sangat mustahil.
No Voice