Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | Al-Matsnawi al-Arabi an-Nuriye | 97
(1-357)
Catatan
Betapa aneh kesesatan yang disebabkan oleh kelalaian. Bagaimana mungkin hukum kausalitas dihasilkan dari komparasi bodoh antara berbagai ciptaan! Ia sungguh tidak masuk akal. Di samping itu belum ada tanda pada sesuatupun yang menunjukkan keberadaan sekutu Tuhan yang mengurus sesuatu tersebut. Sebaliknya, lewat penciptaan segala sesuatu tersingkaplah kekuasaan tak terhingga milik Yang Mahakuasa dan Wajibul wujud. Sungguh manusia sangat rugi dan bodoh. Mengapa konsep syirik itu mendapat tempat dalam diri dan akalnya?!Rehat
Kata ganti “kami” dalam kalimat na’budu (kami menyembah) menyiratkan keberadaan jamaah atau kelompok. Tergambar pada orang yang sedang salat pandangan bahwa seluruh bumi merupakan masjid. Bersamanya berbaris seluruh kaum beriman. Ia melihat dirinya berada dalam kelompok jamaah yang besar itu. Kesepakatan para nabi dan wali dalam menyebut lâ ilâha illallâh secara bersamaan membuat para pezikir mudah melihat lingkaran zikir di bawah pimpinan imam para nabi. Di samping kanan masa lalu terdapat para nabi yang sedang duduk. Sementara, di samping kiri masa depan terdapat para wali yang sedang duduk. Mereka berzikir mengingat Allah dengan suara yang bisa didengar oleh orang yang mau memperhatikan dan menyaksikan. Jika ia memiliki pendengaran dan penglihatan yang tajam, pasti ia bisa mendengarkan zikir seluruh makhluk serta melihat dirinya berada dalam lingkaran zikir tersebut. Catatan
Ketahuilah bahwa mencintai sesuatu selain Allah mempunyai dua bentuk:Bentuk pertama, turun dari ketinggian. Yakni mencintai Allah yang dengan itu seseorang mencintai orang yang Allah cintai. Cinta semacam ini tidak akan berkurang, justru semakin bertambah. Kedua, naik dari bawah. Yakni mencintai sarana duniawi lalu di dalamnya ia naik sebagai perantara menuju cinta-Nya. Cinta semacam ini dapat menyimpang dan dapat bertemu dengan sarana yang kuat yang bisa memutus dan menghancurkannya. Kalaupun sampai, maka cinta tadi akan cacat.
Rehat
Perlu diketahui bahwa Zat Pemberi rezeki telah berjanji, “Tidak ada binatang melata di muka bumi kecuali Allah menjamin rezekinya.” Hanya saja, rezeki tersebut terbagi dua:Hakiki dan kiasan (majazi). Yang dijamin pada ayat di atas adalah hakiki. Adapun yang bersifat kiasan dan artifisial yang wajib dengan berpegang pada sesuatu yang tidak wajib serta dengan pilihan yang buruk dan kebiasaan berbahaya sehingga kebutuhan yang tidak mendesak menjadi mendesak. Lalu kebutuhan palsu itu mengenakan gambaran rezeki. Rezeki semacam itu tidak merupakan rezeki yang dijamin oleh ayat di atas. Siapa yang mencermati terong yang merupakan ikan darat serta ikan yang merupakan terong laut, bagaimana ia dibesarkan oleh kekuasaan Pencipta di mana keduanya sama-sama besar serta mendapatkan rezeki secara mudah dari arah yang tak disangka-sangka, maka ia akan mengetahui keraguan dalam persoalan rezeki termasuk sikap bodoh.
No Voice